Mongabay.co.id

Perlu Kesadaran Bersama Jaga Hutan Mangrove Madura

 

 

 

 

Di sela rimbun pohon mangrove Desa Tanjung, tampak tiga orang sedang memungut sampah yang menggelantung di ranting-ranting mangrove. Ada kantong plastik, kemasan plastik sampai tali-tali bekas pagan (bagan–bangunan dari bambu di tengah laut). Pagan sebagai tempat menangkap ikan, di bagian bawah ada jaring.

Sugiarto, warga Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Sumenep, Madura, adalah nelayan yang menjaring ikan di sekitar hutan mangrove.

Dia bersama rekan-rekannya aksi membersihkan sampah di sekitar hutan mangrove itu hampir setiap minggu. Aksi ini berangkat dari kesadaran mereka akan arti penting hutan mangrove. Mereka selalu mengecek berkala keadaan mangrove di Desa Tanjung.

Dia sadar, di sekitar mangrove itu tempat ikan bertelur. Dengan bersihkan sampah rutin, agar ikan-ikan tidak makan plastik yang akan merugikan mereka sendiri.

Menurut dia, di mangrove ini tempat ikan hidup. Di sekitar tempat itu, dia sering menangkap kakap dan blanak.

Kalau makan sampah, dia khawatir ikan tak bisa bertelur hingga tak berkembang biak. “[Lalu] Saya tidak bisa menjaring [ikan],” katanya dalam bahasa Madura, Juli lalu.

Hari itu tepat Hari Mangrove Sedunia. Tidak semua orang mempunyai pemikiran sama dengan Sugiarto dan teman-temannya.

 

Berbagai kalangan di pesisir Madura, bersihkan mangrove dari sampah plastik . Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Sumaryanto, Ketua Organization for Industrial, Spritual and Cultural Advancement (OISCA) Madura, prihatin masih banyak orang tak peduli mangrove, bahkan seenaknya menebang pohon mengrove.

Sumaryanto bilang, perlu menanamkan kepedulian terhadap lingkungan ke dalam diri siswa sejak dini supaya ketika dewasa, atau jadi pejabat, mengerti arti penting lingkungan.

Endang Triwahyurini, Ketua Komunitas Peduli Mangrove Madura (KPMM) juga Dosen Agrobisnis Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura mengatakan, banyak sekali fungsi mangrove, baik secara ekonomis maupun ekologis.

Secara ekologis, mampu menjaga daerah pesisir dari abrasi, melestarikan biota laut hingga bisa jadi penghasilan para nelayan. Bukan sekadar mengatasi abrasi pantai, mitigasi bencana, tetapi mangrove juga penyerap karbon terbanyak dari tumbuhan lain.

“Mangrove ini mampu menyerap oksigen, dan karbon, lebih banyak daripada tumbuhan lain. Kita harus menjaganya, kalau enggak, makin panas dunia ini,” katanya.

Secara ekonomi, buah mangrove bisa jadi berbagai olahan makanan yang mempunyai nilai ekonomis seperti dodol, sirup, kopi, dan lain-lain.

Endang bilang, mangrove di Madura dalam kondisi kritis. Fakta itu, katanya, sesuai data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2018 menyatakan, kerusakan mencapai 9.179 hektar baik di luar kawasan maupun dalam kawasan.

 

Sampah penuhi tepian pantai di Madura. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Dia mengatakan, kenyataan di pantai-pantai Madura banyak alami abrasi dan mangrove mengalami degradasi. Endang menyebut, banyak alih fungsi lahan mangrove terutama untuk tambak udang, tambak garam, reklamasi pantai,  dan lain-lain.

Sampah plastik di laut dan memenuhi pohon mangrove juga masalah. Endang berharap, sampah plastik di pantai dan pohon mangrove berkurang, dan masyarakat bisa lebih sadar tak buang sampah sembarangan.

Sampah-sampah itu, katanya, sebenarnya tidak hanya dari masyarakat sekitar pesisir, bisa juga kiriman dari hulu sungai yang bermuara ke laut.

Untuk itu, perlu ada pegiat peduli lingkungan dari semua kalangan, bukan hanya aktivis lingkungan.

Memang, katanya, ada beberapa lokasi dengan hutan mangrove masih terjaga, terutama di pulau-pulau.

Menurut Endang, ada beberapa lokasi yang mengalami kerusakan terutama di daerah yang banyak dibuka pertambakan.

“Kalau saya melihat di Sampang Utara itu banyak sekali dibuka tambak udang. Ya, terus di Sampang Selatan, Pamekasan itu juga banyak reklamasi. Ini juga area mangrove.”

Melihat kondisi itu, dia dan sejumlah rekan berinisiatif membentuk KPMM dua tahun lalu. KPMM berupaya diskusi dan sosialisasi soal peran penting mangrove. KPMM, katanya, mengajak beberapa komunitas dan kelompok yang memiliki kepedulian pada lingkungan di empat kabupaten di Madura untuk bergandengan tangan menyelamatkan dan melestarikan mangrove.

 

Sampah yang dibuang sembarangan, berakhir di laut dan penuhi mangrove. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Data mangrove di Madura, dalam buku berjudul ‘Persembahan Prodi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura untuk Maritim Madura,’ ditulis tim peneliti Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian, menjelaskan dengan detail.

Dari penelitian ini, diketahui kerapatan mangrove melalui analisis citra satelit Landat 8 dengan analisis indeks vegetasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Kemudian hasil NDVI dibandingkan dengan kerapatan mangrove dari pengukuran lapang.

Luas mangrove di Madura 15.118,2 hektar, tersebar di Bangkalan 1.508,1 hektar (10%), Sampang 915,3 hektar (6,1%), Pamekasan 599,3 hektar (4%) dan Sumenep dengan daerah kepulauan mencapai 12.095,4 hektar(80%). Dari jumlah itu, mangrove dalam kondisi baik luas 8.794,1 hektar(58,2 %) dan rusak luas 6.324,1 hektar (41,8%).

 

Edukasi dan restorasi

Berbagai upaya dilakukan KPMM, seperti edukasi dan restorasi. Restorasi dengan cara pembibitan dan penanaman mangrove di berbagai lokasi.

“Edukasi kepada masyarakat, kami sosialisasi bagaimana meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap mangrove. Kami semua bergerak dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.”

KPMM juga memiliki program ‘KPMM Menyapa’. Program ini melakukan pengenalan mangrove kepada generasi muda, bekerjama sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.

“Ke depan, Insya Allah akan kami gelar upaya seperti kegiatan seminar dan sebagainya dengan mendatangkan ahli dan aktivis lingkungan untuk bicara mangrove. Ya, dikemas dengan ngopi bareng misal, kan bagus. ”

Pemerintah di empat kabupaten di Madura itu, katanya, menyambut baik dan mendukung kegiatan KPMM. “Kami bersyukur, mayoritas sudah mengetahui. Kami juga selalu berkolaborasi dan bekerja sama dengan pemerintah juga stakeholder yang ada. Meskipun ini belum bisa optimal.”

 

Sampah plastik penuhi tepian pohon mangrove di Madura. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Tahun ini, KPMM mencoba pembibitan di dua lokasi, Padelegan (Pademawu) dan Tlanakan (Pamekasan). Nantinya, dibentuk Madura Mangrove Center (MMC) sebagai tempat edukasi mangrove.

Endang mengajak masyarakat terlebih di pesisir Madura memperhatikan mangrove. Dia berharap, ada aturan perlindungan, seperti peraturan desa (perdes) tentang mangrove. “Hingga nanti lebih tertata dan lebih baik lagi.”

Pemerintah, katanya, juga dapat membantu secara teknis, seperti bimbingan teknis dengan melibatkan ahli. Bimbingan itu bisa langsung kepada masyarakat, atau kerjasama dengan instansi yang konsern lingkungan.

Fattah Jassin, Koordinator Wilayah Madura Pemerintah Jawa Timur, bilang, upaya penyelamatan garis pantai jadi hutan mangrove tak hanya kewajiban pemerintah, masyarakat harus berperan.

Pemerintah, katanya, harus selektif dalam memberikan perizinan, maupun pemanfaatan di kawasan mangrove harus sesuai rencana tata ruang berlaku.

Untuk peran masyarakat, katanya, jadikan hutan mangrove sebagai rujukan untuk kegiatan masyarakat, salah satu, tempat wisata.

Dia bilang, kalau ada perusak mangrove harus berhadapan dengan law enforcement (penegak hukum).

“Kalau rusak, berarti manusia itu merusak kehidupannya sendiri,” kata mantan Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur ini.

Dia bilang, mangrove pelindung, antara lain, dari abrasi pantai. Fattah contohkan, daerah pesisir Sampang dan sekitar, kalau tidak ada mangrove akan terjadi abrasi.

“Mangrove ini kan ditanam untuk melindungi kita.”

 

 

Keterangan foto utama: Sampah berserakan di tepian laut di Madura, Ekosistem laut termasuk mangrove, terancam. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version