Mongabay.co.id

Di Sawah Kering, Remaja Gelar Seremoni Kemerdekaan Merefleksikan Masalah Petani

 

Banyak cara dilakukan oleh warga untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satunya seperti yang tunjukkan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Mencorek, Desa Sendangharjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Memakai kostum petani, para remaja ini melakukan upacara di tengah sawah yang kondisinya mengering. Selain karena musim kemarau, tanah pertanian tersebut memang sengaja tidak dimanfaatkan oleh petani setempat karena sebelumnya beberapa kali mengalami gagal panen. Sehingga, petani tidak menggarap lahannya. Hal itu yang mendasari para remaja ini untuk melakukan upacara pengibaran bendera merah putih di lahan pertanian yang tidak dipakai.

Bagus Prabowo, selaku ketua pelaksana mengatakan, selain menggunakan kostum tani para peserta upacara juga membawa beberapa tanaman milik petani yang gagal panen, seperti tanaman padi (Oryza sativa), singkong (Manihot esculenta), dan cabai (Capsicum frutescens).

“Seremoni ini mengusung tema refleksi kemerdekaan ditengah masalah petani, utamanya di kampung kami. Banyak petani yang gagal panen karena tanamannya habis dimakan tikus,” kata remaja 18 ini kepada Mongabay Indonesia, Senin (17/08/2020). Salah satu contonya menurut dia seperti tanaman jagung, hampir 80 persen dari satu lahan petani tidak bisa dipanen karena ulah hama ini.

Tidak hanya petani jagung, serangan hama tikus juga membuat menderita para petani padi. Bahkan, ratusan hektare tanaman padi di Lamongan mengalami gagal panen akibat serangan hewan dengan nama latin Muridae tersebut.

baca : Pengibaran Bendera Merah Putih di Lokasi Patahan Tsunami Teluk Maumere. Bagaimana Pelaksanaannya?

 

Sejumlah pelajar sedang teatrikal membawa aneka hasil tani yang gagal panen karena serangan hama tikus di Mencorek, Brondong, Lamongan, Jawa Timur, Senin (17/08/2020). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indoenesia

 

Panggung Orasi

Selain hama, lanjut Bagus, persoalan lain yang dihadapi petani adalah terkait dengan fasilitas saluran irigasi pertanian yang masih belum memadai. Terlebih saat musim kemarau. Banyak petani harus mengairi pertaniannya dengan pipa dari sungai yang jaraknya kurang lebih 500 meter. Melihat fenomena ini, kata dia, hanya petani yang mempunyai modal cukup yang bisa meneruskan mengolah pertaniannya, belum lagi persoalan pupuk. Permasalahan lainnya seperti minimnya generasi remaja untuk bertani. “Banyak remaja atau pemuda yang tidak ingin melanjutkan profesi ini,” tuturnya usai melakukan upacara pengibaran bendera.

Untuk itu, dalam kegiatan seremoni memperingati HUT ke 75 RI di sawah tersebut, kirannya pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib para petani saat ini, seperti ketersediaan pupuk, membeli harga panen dengan harga yang semestinya, dan juga pengendalian hama. Dengan begitu, seluruh petani, termasuk petani Lamongan bisa dikatakan merdeka.

Penting pula, kata Bagus, diselenggarakan upacara pengibaran bendera di sawah ini untuk menggugah semangat generasi muda khususnya pelajar agar tidak melupakan jasa para pahlawan, begitu juga jasa para petani.

Selain upacara pengibaran bendera, acara tersebut juga dimeriahkan dengan panggung orasi, pembacaan puisi, teaterikal, di atas bukit Menjuluk dengan ketinggian sekitar 200 Mdpl. “Kalau di lapangan atau kantor pemerintahan kan sudah biasa, makannya kami ingin memberikan nuansa yang berbeda,” ujarnya.

baca juga : 75 Tahun Indonesia Merdeka, Masyarakat Adat Menanti Perlindungan Hak

 

Upacara pengibaran bendera ini dilakukan di tengah sawah yang kondisinya kering. Sehingga tidak bisa dimanfaatkan petani setempat. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indoenesia

 

Gagal Panen

Hama tikus masih menjadi ancaman bagi petani di Kabupaten dengan jumlah 27 Kecamatan ini. Anif Miftahudin, salah satu petani mengatakan, tidak hanya tanaman miliknya saja yang diserang, hama tikus juga menyerang hampir seluruh tanaman jagung yang ada di daerah lain di Lamongan, dari masa tanam sampai masa panen.

Akibatnya yang tersisa hanya bonggolnya saja. Kondisi itu membuat dia mengalami gagal panen. Awalnya, kata dia, di lahan 1,5 hektar dalam semusim bisa panen 8 ton, untuk tahun ini turun hingga 70 persen. Alhasil dia mengalami kerugian hingga puluhan juta.

Menurut pria dua anak ini tikus sebelumnya juga menganggu tanaman jagung miliknya. Akan tetapi, intensitas serangan tidak separah musim ini. Untuk itu, dia berharap ada perhatian dari pemerintah setempat untuk mencarikan solusi bagaimana mengatasi hama tikus yang sudah mewabah.

“Jika hanya mengandalkan inisiatif dari petani saya rasa tidak cukup. Karena berbagai upaya sudah kami lakukan, misalnya memberi racun tikus setiap hari, tapi itu tidak mempan,” keluhnya.

baca juga : Pengibaran Bendera 75 Meter oleh 45 Penyelam di Tulamben

 

Upacara pengibaran bendera dengan mengusung tema “refleksi kemerdekaan ditengah masalah petani” ini juga dimeriahkan dengan panggung orasi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indoenesia

 

Ali Fauzi, petani padi juga merasakan hal yang sama. Dia mengatakan sudah dua tahun ini tanaman padi miliknya mengalami gagal panen. Di lahan 300 meter persegi itu tiga tahun lalu masih bisa mendapatkan hasil 40 karung, atau kurang lebih 1 ton. Untuk tahun ini menurun drastis, hanya menghasilkan 10 karung.

“Tidak sebanding dengan biaya operasional. Jadi sementara lahan nganggur, masih belum berani menanam. Kuatir nanti diserang tikus lagi,” kata pria 65 tahun ini.

Sementara itu, Bupati Lamongan dilansir dari bangsaonline.com mengatakan, terkait dengan masih banyaknya keluhan petani karena serangan hama tikus, meminta Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan (DTPHP) untuk pro aktif turun ke masyarakat mengatasi hama.

Hal ini disampaikan saat memimpin gerakan pengendalian hama tikus di Desa Kebet, Lamongan, pada awal bulan lalu. Menurut dia, untuk hama tikus ini sebenarnya sudah dicarikan solusi. Pemkab Lamongan melalui Dinas TPHP sudah menyediakan bantuan obat untuk hama tikus. Hanya dia beranggapan bahwa masyarakat banyak yang masih belum tahu cara membasmi hama tikus dengan tepat.

Di Lamongan, berdasarkan data Dinas TPHP lahan padi yang mengalami puso mencapai 426 hekatre. Lahan tanaman yang mengalami puso tersebut berada di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Maduran dan Kecamatan Tikung. Akibatnya, petani mengalami kerugian mencapai Rp3,836 miliar lebih.

 

Beberapa petak sawah tampak nganggur, selain karena musim kemarau juga karena hama tikus. Akibatnya untuk sementara waktu lahan tidak digunakan bercocok tanam. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indoenesia

 

Exit mobile version