Mongabay.co.id

Ekspedisi Susur Sungai, Perjuangan Kaum Perempuan Bebaskan Sungai Surabaya dari Pencemaran

 

 

Sejumlah perahu memenuhi Sungai Surabaya di kawasan Wringinanom, Gresik. Tampak belasan perempuan di perahu itu memegang Bendera Merah Putih. Mereka tengah memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di Sungai Surabaya, tepat pada tanggal 17 Agustus 2020. Momen ini juga sebagai tanda dimulainya ekspedisi susur sungai Perempuan Pejuang Kali Surabaya [PPKS].

Kelompok PPKS dideklarasikan pada 15 Agustus 2020 di Wringinanom, Gresik, sebagai reaksi atas kondisi Sungai Surabaya yang semakin tercemar sampah, khususnya plastik dan popok. Mereka bertekad melindungi dan membebaskan sungai ini dari pencemaran.

Keberadaan Sungai Surabaya, menurut juru bicara PPKS, Nely Agustina, sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Tidak hanya untuk perekonomian, sungai ini juga sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sejumlah daerah.

“Peningkatan aktivitas pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga menjadi faktor utama pencemaran Sungai Surabaya. Upaya pengendalian harus dilakukan, dan ini tidak hanya tanggung jawab masyarakat luas dan industri, tapi juga pemerintah untuk bekerja sama menjaga lingkungan dan mengawasinya,” terang Nely.

Baca: Ecoton: Pencemaran Sungai Surabaya Meningkat Selama Pandemi

 

Ekspedisi susur sungai di kawasan Surabaya ini dilakukan oleh Perempuan Pejuang Kali Surabaya. Foto: Ecoton

 

Mulai 17 hingga 22 Agustus, PPKS melakukan ekspedisi susur Sungai Surabaya, mulai Wringianom di Kabupaten Gresik hingga Jagir Wonokromo di Kota Surabaya. Rute ini melewati 30 desa dan kelurahan di 10 kecamatan, mulai Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya.

Program ini untuk melihat tumpukan sampah, jumlah bangunan ilegal di bantaran sungai, dan membuat laporan terkait kegiatan yang telah dilakukan. Hasil yang diperoleh, nantinya akan digunakan sebagai dasar gugatan untuk pemulihan kondisi sungai yang tercemar kepada pemerintah serta pihak terkait.

“Keprihatinan kami muncul karena sebelumnya ada temuan kontaminasi klorin dari mikroplastik di Sungai Surabaya, bahkan plastik itu ada di perut ikan,” ujar Nely.

Baca: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar

 

Tumpukan sampah tampak jelas di bantaran sungai, dekat bangunan liar di Sungai Surabaya. Foto: Ecoton

 

Tidak hanya mahasiswi, kegiatan ini juga diikuti sejumlah ibu yang tinggal di sekitar aliran sungai, serta pelajar SMA yang semuanya adalah perempuan. Nely mengungkapkan, aksi ini didasari rasa tanggung jawab perempuan dan generasi muda terhadap kondisi lingkungan yang tercemar.

“Perempuan itu pelaku, membuang sampah atau popok bayi sebagaimana dilakukan ibu-ibu rumah tangga. Tapi, kami juga korban, korban dari pemakaian produk-produk yang tidak sehat untuk diri kami dan lingkungan. Untuk itu kami tergerak mengembalikan air sungai ini sehat lagi,” ujar Nely, mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Maarif, Sepanjang, Sidoarjo.

Baca: Tidak Hanya Ganggu Kesehatan, Sampah Juga Merusak Lingkungan

 

Kaum Perempuan Pejuang Kali Surabaya tampak membersihkan sampah plastik yang menumpuk di bantaran Sungai Surabaya, wilayah Gresik. Foto: Ecoton

 

Menurut dia, kegiatan yang dilakukan para perempuan ini akan menyasar kaum perempuan juga, agar memiliki pemahaman bagaimana menjaga dan melestarikan lingkungan dengan tidak membuang sampah apapun ke sungai. Perempuan juga dapat menjadi agen perubahan bagi perempuan yang lain, terutama perubahan perilaku di rumah.

“Kami punya program edukasi kepada perempuan khususnya ibu-ibu mengenai pembalut yang sehat. Juga agar tidak ada lagi yang membuang sampah ke sungai. Sebenarnya masyarakat itu mengerti, tapi kurang memahami,” lanjutnya.

Edukasi yang dilakukan juga mengenai penanganan sampah efektif, mulai dari rumah tangga hingga pola konsumsi masyarakat terhadap produk yang kemasannya berpotensi menimbulkan sampah. Selain itu, pemerintah juga diminta serius menangani pencemaran sungai, salah satunya dengan memperbanyak penyediaan tempat penampungan atau drop box serta pengangkutan sampah rutin.

“Kondisi ini yang mengakibatkan masyarakat masih membuang sampah sembarangan. Semoga kedepannya tidak lagi,” harapnya.

Baca juga: Sampah Popok Bertebaran di Sungai Surabaya, Sampai Kapan Pencemaran Air Dibiarkan?

 

Sampah plastik dan popok bayi merupakan sumber utama pencemaran Sungai Surabaya selain limbah industri. Foto: Ecoton

 

Pemulihan sungai

Aksi ini juga diikuti penyerahan surat kepada Perum Jasa Tirta 1 di Surabaya, yang diminta ikut serta memulihkan, mengatasi pencemaran, serta mengingatkan dan menertibkan industri di sekitar Sungai Surabaya.

“Surat kami tujukan kepada Jasa Tirta agar mereka ikut bertanggung jawab,” kata Sofi Azilan Aini, Ketua PPKS.

 

Berbagai jenis sampah dari Sungai Surabaya, wilayah Gunungsari menumpuk di bantaran sungai. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Peneliti Ecoton, Daru Setyorini, mengapresiasi keterlibatan perempuan mulai pelajar, mahasiswa hingga ibu-ibu, yang ikut menjaga kelestarian sungai. Selama ini, kata dia, masyarakat banyak yang belum menyadari bahwa kondisi sungai mereka sudah tercemar berat.

“Aktivitas manusia menjadi sumber kerusakan sungai kita, selain juga pihak industri dan pemerintah yang cenderung membiarkan masalah ini tidak terkendali,” katanya.

 

Perwakilan Perempuan Pejuang Kali Surabaya menyerahkan surat kepada Jasa Tirta di Surabaya. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Peran kaum perempuan sangat penting, karena perempuan berperan besar dalam mengelola kegiatan rumah tangga, termasuk mengendalikan pola konsumsi barang-barang yang bisa menghasilkan sampah. Penanganan sampah di rumah sangat bergantung pemahaman ibu dan anak-anak perempuan, yang biasanya bertugas mengelola kebersihan rumah dan keperluan keluarga.

“Sebagian besar perempuan memang sangat dominan, termasuk juga pada kaum pria. Jadi, pada kondisi tertentu perempuan mempunyai pengaruh sangat besar di keluarganya.”

 

Para perempuan dari komunitas Perempuan Pejuang Kali Surabaya menggelar upacara bendera Hari Kemerdekaan RI di Sungai Surabaya, wilayah Wringinanom, Gresik. Foto: Ecoton

 

Dengan pemahaman yang cukup tentang kondisi sungai dan lingkungan, kita dapat mencegah atau mengamankan sungai dari kerusakan. “Melalui gerakan perempuan ini, diharapkan akan mempengaruhi perempuan lain untuk bergabung. Dengan begitu, sungai sebagai sumber kehidupan kita bersama, akan terjaga kualitas airnya,” tandas Daru.

 

 

Exit mobile version