Mongabay.co.id

Lampung “Jalur Sutra” Penyelundupan Burung Kicau dari Sumatera ke Jawa

 

 

 Lampung menjadi “jalur sutra” penyelundupan satwa liar dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa. Dari pengungkapan sejumlah kasus, sebagian besar satwa liar yang diselundupkan adalah burung kicau.

Postur tubuh Iin Muthmainnah [43] berubah. Suaranya menjadi berat. Tubuhnya menegak dengan tangan berkacak pinggang. Menampilkan wibawa seorang raja di hadapan pengawalnya.

“Pengawal! Cepat tangkap burung-burung itu, lalu masukkan ke sangkar emas yang telah aku sediakan!”

Iin berganti peran menjadi pengawal kerajaan. Tubuhnya agak membungkuk, telapak tangan bertangkup di depan dada dengan suara terbata.

“I… i… i… iya, ham…ba… Paduka Raja.”

Begitu adegan pembuka dongeng berjudul “Sangkar Emas” yang dibawakan Iin dan Komunitas Dongeng Dakocan saat melakukan dongeng keliling ke sejumlah taman kanak-kanak dan PAUD di Bandar Lampung.

“Dongeng ini asli cerita rakyat Lampung, tapi saya modifikasi karena muatan nilai pada dongeng aslinya tidak sesuai untuk anak-anak,” kata Iin, Kamis [13/8/2020].

 

Petugas Balai Karantina Pertanian Lampung memeriksa jenis burung digagalkan dalam penyelundupan di Pelabuhan Bakauheni, Senin [20/7/2020] dini hari. Lebih dari 700 burung berusaha diselundupkan dengan cara dijejalkan ke dalam 33 kotak. Foto: Dok. Flight

 

Versi asli dongeng “Sangkar Emas” ini adalah sekawanan burung mencuri sangkar emas milik kerajaan dan dibawa ke dalam hutan.

Namun, dalam dongeng “Sangkar Emas’ gubahan Iin, naskah dirombak agar lebih masuk akal sekaligus menanamkan nilai kecintaan pada ekosistem, alam, dan lingkungan.

“Garis besarnya, pada naskah versi saya, adalah untuk memberikan pemahaman dan pembelajaran moral bagi anak-anak untuk mencintai lingkungan dan alam sekitar.”

Ada sebuah kerajaan di tepi hutan. Sang raja itu sangat senang, setiap hari bisa mendengar kicauan burung. Saking senangnya, dia berpikir untuk menangkapi burung-burung itu dan meletakkannya di kerajaan.

Pemahaman nilai dalam narasi dongeng “Sangkar Emas” itu masuk di adegan ketika para pengawal menangkapi burung-burung liar di kawasan hutan untuk memenuhi hasrat raja mereka.

Burung-burung lalu dimasukkan ke sangkar kerajaan. Namun sejak itu, burung-burung tersebut tiada satupun yang berkicau. Hingga akhirnya sang raja melepaskan kembali ke hutan.

“Secara tidak langsung, dongeng ini mengajarkan bahwa burung itu hidupnya di alam bebas, bukan dalam sangkar. Kicauan burung paling merdu ya burung di alam bebas, bukan pula di sangkar,” kata Iin.

Dongeng “Sangkar Emas” memberikan gambaran bagaimana manusia ‘melihat’ burung, khususnya burung kicau liar sebagai sarana ‘pemuasan’ ego.

 

Anjing jenis Pointer mengendus sejumlah paket yang diduga berisi satwa liar di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan beberapa waktu lalu. Unit anjing pelacak [K9] disiagakan untuk mendeteksi penyelundupan satwa liar dari Sumatera ke Jawa. Foto: Dok. JAAN

 

Penyelundupan burung kicau marak

Kepala Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan [KSKP] Bakauheni, AKP Ferdiansyah mengonfirmasi, penyelundupan burung kicau dari Sumatera ke Jawa melalui Pelabuhan Bakauheni, makin marak belakangan ini.

“Sekali kirim, jumlahnya ratusan sampai ribuan. Kebanyakan adalah burung kicau tanpa dokumen resmi,” kata Ferdiansyah.

Usaha penyelundupan itu menggunakan sejumlah moda transportasi, mulai bus, kendaraan pribadi, hingga truk atau mobil pengangkut logistik.

“Prosedur biasa, pemeriksaan rutin. Begitu kami dapati ada usaha penyelundupan burung atau satwa, kami koordinasi dengan Balai Karantina,” katanya.

Ferdiansyah mencatat, para penyelundup biasanya masuk Bakauheni menjelang malam.

Kepala Balai Karantina Pertanian Lampung, Muh Jumadh mengatakan hal senada. Usaha penyelundupan burung di Pelabuhan Bakauheni memang sering.

Dalam catatan Balai Karantina Pertanian Lampung, dalam dua bulan terakhir sudah delapan kali usaha penyelundupan yang digagalkan. “Burung yang diselamatkan lebih dari 10.000 ekor dari berbagai spesies,” kata Jumadh.

Kasus terkini yang berhasil diungkap adalah pada 13 Agustus 2020. Sebanyak 1.700 ekor burung kicau berbagai jenis berusaha diselundupkan menggunakan kendaraan pribadi. Ribuan burung itu dijejal dalam 64 kotak.

Data mengejutkan diungkapkan organisasi nonpemerintah, Flight Protecting Indonesia’s Birds [Flight]. Kurun waktu dua tahun, 2019 hingga Juli 2020, setidaknya 80.000 ribu ekor burung terdeteksi hendak diselundupkan.

“Hampir sebagian besar adalah burung kicau,” kata Direktur Eksekutif Flight, Marison Guciano, ditemui saat pemantauan burung di Taman Hutan Rakyat Wan Abdul Rachman [Tahura WAR], Pesawaran, Lampung.

Marison mengungkapkan, usaha penyelundupan burung kicau dari Sumatera ke Jawa, meningkat setiap tahun.

Berdasarkan data Flight, pada 2019 sebanyak 39.742 ekor burung kicau berhasil diselamatkan. Sementara, jumlah burung yang diselundupkan meningkat lebih 100 persen pada 2020 ini, meski baru satu semester, yakni 49.034 ekor pada Januari – Juli.

Jenis burung kicau yang banyak ditemukan adalah poksai hitam [Garnulax lugubris], ekek layongan [Cissa chinensis], poksai mantel [Garrulax palliatus], sikatan melayu [Cyornis turcosus], manyar tempua [Ploceus philippinus], hingga kacer.

Sedangkan jenis burung dilindungi yang berhasil diselamatkan adalah cica daun sayap-biru [Chloropsis cochinchinensis], tangkar ongklet [Platylophus galericulatus], dan serindit melayu [Loriculus galgulus].

 

Iin Muthmainnah, pendongeng dari Komunitas Dongeng Dakocan Lampung saat pentas dongeng keliling di Utikini 2, Mimika, Papua, beberapa waktu lalu. Komunitas ini memberikan pemahaman nilai universal bagi anak-anak, termasuk menjaga kelestarian alam dan ekosistem. Foto: Dok. Komunitas Dongeng Dakocan

 

‘Jalur Sutra’

Pelabuhan Bakauheni di Lampung Selatan diakui menjadi jalur ‘terseksi’ atau bisa dikatakan ‘jalur sutra’ untuk penyelundupan burung liar dari Sumatera ke Jawa.

“Lampung yang paling dekat dengan pasar burung terbesar, yakni Jawa. Dalam perhitungan kami, paling tidak, sekitar 14 juta ekor burung per tahun diambil dari alam liar untuk memenuhi kebutuhan pasar burung,” lanjut Marison.

Jalur penyelundupan membentang dari Aceh hingga Lampung dengan beberapa lokasi yang menjadi tempat transit seperti di Medan, Pekan Baru, Jambi, Lubuk Linggau, dan Bandar Lampung.

“Biasanya transit dulu, agar burung yang diselundupkan segar lagi.”

Marison menyebutkan, ada tiga jalur keluar dari Sumatera bagi para penyelundup burung.

Jalan Lintas Sumatera [Jalinsum] dengan pintu keluar Pelabuhan Bakauheni, menjadi jalur paling banyak ditemukan usaha penyelundupan. Modusnya menggunakan bus, kendaraan pribadi, mobil travel, hingga truk barang.

“Ada juga ditemukan truk yang membawa buah atau sayuran di dalamnya diselipin kardus-kardus berisi burung,” katanya.

Dua jalur keluar lainnya adalah Bangka Belitung dan Bandara Kuala Namu, untuk penyelundupan burung kicau dari Aceh, Sumatera Utara, dan Riau.

 

Staf BKSDA Bengkulu – Lampung memantau sejumlah burung di kawasan konservasi Tahura Wan Abdul Rachman, Pesawaran, Lampung, Kamis [13/8/2020] pagi. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat kembali burung-burung selundupan yang telah dilepasliarkan di kawasan tersebut. Foto: KOMPAS.com/Tri Purna Jaya

 

Potong suplai burung kicau

Marison mengatakan, penggagalan penyelundupan di sejumlah titik, termasuk di Pelabuhan Bakauheni adalah cara terbaik yang bisa dilakukan.

Hal tersebut untuk memotong suplai atas permintaan pasar di Jawa. Distribusi dari pedagang atau pengepul burung liar ilegal dari Sumatera diintervensi di tengah-tengah, yakni di Pelabuhan Bakauheni.

“Jika sudah sampai pasar, tidak akan bisa disita.”

Selain itu, burung-burung yang berhasil diselamatkan di Pelabuhan Bakauheni masih liar, karena baru sekitar 2 -3 hari diambil dari alam.

“Jadi, bisa dilepaskan langsung. Tapi jika sudah sampai di pasar, biasanya sudah lama, harus direhabilitasi dahulu,” terangnya.

Pemotongan suplai dengan menggagalkan penyelundupan juga didukung dengan disiapkannya enam ekor anjing pelacak [K9]. Tugasnya, mengendus burung dan satwa liar lain di Pelabuhan Bakauheni.

Anjing pelacak ini milik Wildlife Kalianda, instalasi K9 yang dikembangkan Sumatera Wildlife Conservation [SWC], Jakarta Animal Aid Network [JAAN], dan Wildlife Conservation Society [WCS] di Lampung Selatan.

Pendiri JAAN, Femke Den Haas mengatakan, saat ini anjing pelacak adalah ‘alat’ tercanggih yang mampu mendeteksi burung maupun satwa liar yang hendak diselundupkan. “Bisa dibilang terdepan, khusus mendeteksi satwa liar.”

Total, ada enam anjing pelacak yang didatangkan langsung dari Belanda, yakni Hungarian Pointer, Belgian Labrador, dan Cockerspringer spaniel, masing-masing jenis dua ekor.

Femke mengatakan, tingkat akurasi pendeteksian K9 hampir 100 persen. Misalnya, dari sepuluh sampel yang diendus, sembilan terbukti.

Hidung K9 sedikit banyak telah memberikan kontribusi di Pelabuhan Bakauheni. Mulai bayi beruang, bayi orangutan, bayi owa, kukang, reptil, burung dan banyak spesies satwa liar lainnya berhasil digagalkan.

“Tingkat kejahatan penyelundupan satwa liar ini hampir sama dengan narkotika atau lainnya. Jadi, K9 sangat penting perannya.”

 

Elang gunung [Nisaetus alboniger) terpantau di kawasan konservasi Tahura Wan Abdul Rachman, Pesawaran, Kamis [13/8/2020] pagi. Burung dilindungi ini ‘penghuni’ kawasan konservasi tersebut. Foto: KOMPAS.com/Tri Purna Jaya

 

Masih dianggap kejahatan kecil

Meski perburuan dan penyelundupan burung kicau liar marak, Flight menilai hal tersebut masih belum menjadi perhatian sejumlah pihak. Hal ini tidak lepas dari tradisi dan gaya hidup yang tren sekarang, yakni memelihara burung di dalam sangkar.

“Trennya meningkat. Jika dulu memelihara burung dalam sangkar adalah penunjuk status sosial, sekarang sudah bergeser ke arah kompetisi. Ada hadiahnya,” lanjut Marison.

Dia menyebut, nilai ekonomi bisnis burung kicau mencapai triliunan Rupiah per tahun. Namun, nilai itu jauh lebih kecil dibanding kerugian ekologi yang akan berdampak pada alam dan lingkungan.

“Punahnya satu jenis burung, misalnya, bisa menyebabkan punahnya tumbuhan yang penyebarannya bergantung pada burung tersebut. Hama tanaman dan padi, kehilangan predator alaminya.”

Akademisi Universitas Lampung [Unila], Bainah Sari Dewi mengatakan, kerusakan ekosistem akibat perburuan burung liar saling berkaitan dalam ekosistem lingkungan.

Bainah yang rutin meneliti burung liar di Lampung mengatakan, burung membutuhkan habitat untuk hidup, tumbuh berkembang. Perburuan biasanya dilakukan dengan menangkap, menjaring, hingga memasang jebakan.

Hasil penelitian terkini, Februari – Maret 2020, yang dilakukan Bainah bersama M. Iza Fayogi dan Prof. Sugeng P Harianto di desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Way Kambas [TNWK] yaitu Desa Braja Harjosari, Lampung Timur, menunjukkan ada 14 jenis burung di wilayah ini. Total, 2.144 individu dari tujuh famili dengan indeks keanekaragaman 2,39 yang artinya sedang.

“Dampak langsung akibat penangkapan satwa terhadap ekosistem adalah apabila dilakukan dengan membakar habitat, maka habitat akan rusak. Akibatnya, satwa liar, tidak terkecuali burung, dapat mati atau punah,” tegasnya.

 

* Tri Purna Jayajurnalis KOMPAS.com [Kontributor Lampung]. Artikel ini didukung Mongabay Indonesia.

 

 

Exit mobile version