Mongabay.co.id

Penanganan Sampah Plastik Harus Libatkan Lebih Banyak Pihak Lagi

 

Penanganan sampah plastik memerlukan perhatian lebih lanjut dibandingkan yang sudah dilakukan sebelumnya. Untuk bisa menanganinya, perlu kerja sama yang baik antara Pemerintah Indonesia dengan publik dan swasta yang ada di Indonesia.

Kolaborasi antara publik dan swasta akan menjadi kemitraan yang inklusif dalam upaya penanganan sampah plastik, baik yang ada di darat maupun di laut. Terlebih saat ini perusahaan juga sudah dituntut unuk ikut berperan lebih besar dalam upaya pengurangan produksi sampah plastik.

“Melalui konsep extended producer responsibility (EPR). Itu konsep yang diharapkan dapat menerapkan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah, dengan terbukanya lapangan pekerjaan baru,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, pekan lalu.

Dengan adanya keterlibatan lebih banyak dari pihak swasta, Pemerintah Indonesia ingin menegaskan bahwa penanganan sampah plastik bukan lagi sekedar kerja sama bisnis seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. Lebih dari itu, sampah plastik adalah masalah lingkungan yang harus diselesaikan bersama.

baca : Ini Cara Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut

 

Tumpukan sampah di pantai Muncar, Banyuwangi, Jawa TImur, yang bahkan tidak pernah terselesaikan selama 15 tahun terakhir ini. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Bagi Luhut, Pemerintah berulang kali menegaskan untuk terus berkomitmen dalam penanganan sampah plastik melalui langka-langkah yang tidak biasa. Bersama swasta, penanganan diarahkan dengan menggunakan pendekatan untuk perubahan sistem dan polusi yang timbul dari sampah plastik.

Menurut dia, kerja bersama antara publik, Pemerintah dan swasta dituntut lebih besar lagi dibandingkan sebelumnya. Selain itu, Pemerintah juga sudah memulai program Refuse-Derived Fuel (RDF) di Cilacap, Jawa Tengah dan akan diikuti oleh kota-kota lainnya.

“Diharapkan hal ini pun dapat membuka lapangan kerja lebih dari 120.000 dalam industri daur ulang ini, serta 3,3 juta pekerja informal pendukungnya,” tutur dia.

RDF sendiri adalah teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran/butir kecil (pellet) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran pengganti batubara. Fasilitas ini mengolah sampah menjadi bahan bakar energi alternatif.

Sebagai program percontohan, Luhut menyebutkan bahwa Pemerintah sudah berencana untuk memulai program serupa di 34 kota lainnya. Rencana itu, diungkapkannya, karena RDF memberi banyak keuntungan kepada daerah, di antaranya tidak perlu lagi melakukan pengadaan lahan untuk membuka tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Selain, keuntungan lain juga akan didapat daerah, karena bahan bakar alternatif yang dihasilkan juga bisa dijual dan akan menjadi tambahan untuk kas daerah sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Juga, program RDF akan bisa mengurangi dampak sosial terhadap masyarakat.

baca juga : Pertama di Indonesia, Sampah RDF Jadi Pengganti Batu Bara

 

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan (tiga dari kiri) meresmikan operasionalisasi TPST Tritih Lor dengan teknologi RDF yang menghasilkan energi bersih alternatif batubara di Cilacap, Jateng, Selasa (21/7/2020) . Foto : dokumentasi panitia/Mongabay Indonesia

 

Pengurangan

Teknologi baru tersebut juga diklaim bisa mengurangi sampah plastik sampai kapasitas 28 ribu ton per hari. Itu artinya, jika teknologi RDF sudah berdiri di banyak kota di Indonesia, maka penanganan sampah plastik akan semakin besar dan sampah plastik di laut akan semakin berkurang.

Selain menggunakan teknologi RDF, Luhut menjelaskan kalau penanganan sampah plastik juga dilaksanakan dengan melibatkan packaging recovery organization (PRO), yaitu inisiatif kerja sama penanganan sampah plastik dengan melibatkan pihak swasta.

Di Indonesia, PRO melibatkan enam perusahaan seperti Coca Cola Indonesia, Danone Indonesia, PT Indofood Makmur Tbk, PT Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia, dan PT Unilever Indonesia Tbk. Sementara di luar negeri, PRO ada di negara Eropa, Afrika, dan Amerika Latin.

Untuk Indonesia, program PRO ada di Surabaya (Jawa Timur) dan Bali dan mulai dilaksanakan pada 2020. Dalam melaksanakan program, pemerintah daerah setempat menyiapkan infrastruktur untuk pengumpulan sampah plastik kemasan dan melibatkannya dalam bank sampah yang sudah ada.

Terpisah, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf menjelaskan, sampah yang ada di laut sekarang berasal dari kebocoran dari berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dan jumlahnya mencapai 80 persen.

Dari jumlah tersebut, 20 persen diketahui berasal dari kegiatan laut seperti fishing gear perikanan tangkap, syrofoam dari budi daya perikanan, penggunaan plastik, ekosistem laut yang bermasalah seperti pemutihan karang, degradasi lingkungan laut, dan sampah yang berasal dari laut.

Yusuf mengatakan, berdasarkan laporan International Coastal Cleanup (ICC) yang dirilis pada 2019, jenis sampah di laut di seluruh dunia jumlahnya mencapai 97.457.984 item dengan total berat mencapai sekitar 10.584.041 kilogram.

perlu dibaca : Tekad Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut

 

Petugas memperlihatkan sampah yang diolah dengan teknologi refuse-derived fuel (RDF) menjadi energi bersih di TPST Desa Tritih Lor, Cilacap, Jateng. Foto : dokumentasi panitia/Mongabay Indonesia

 

Adapun, sepuluh jenis sampah yang sering ditemukan di laut adalah: puntung rokok, pembungkus makanan, sedotan dan pengaduk, alat makan plastik, botol minum plastik, tutup botol plastik, kantong plastik kresek, kantong plastik lainnya, tutup minum plastik, piring dan gelas plastik.

Secara umum, Yusuf memaparkan bahwa sampah darat setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan sampah yang masuk TPA rerata 66,39 persen. Kemudian, setiap tahun selalu ada sampah yang tidak dikelola dan jumlahnya mencapai 19,62 persen.

“Dan 13,99 persen sampah yang dikelola. Ini menunjukkan minimnya pengelolan sampah di Indonesia,” ungkap dia.

 

Kebocoran

Yusuf menambahkan, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan penanganan sampah plastik di laut hingga 70 persen pada 2025 mendatang dan bisa terbebas dari kebocoran sampah plastik ke laut pada 2040 mendatang.

Target itu akan coba diwujudkan melalui program pengelolaan sampah secara spesifik berdasarkan sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya, yang memerlukan pengelolaan khusus. Ketentuan pengaturan sampah plastik tersebut ada dalam Peraturan Presiden RI Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Selain melibatkan swasta, teknologi, dan regulasi, penanganan sampah plastik di laut juga melibatkan program kemitraan berskala nasional untuk penanganan sampah plastik atau national plastic action partnership (NPAP). Program tersebut hasil sinergi antara Kemenko Marves dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti menjelaskan, NPAP dilaksanakan dengan menjalin kerja sama bersama beberapa instansi Negara yang ada di berbagai daerah, salah satunya pengelolaan sampah yang ada di kawasan pelabuhan.

“Untuk mengelola sampah di pelabuhan kita tengah mengembangkan fasilitas penerimaan limbah dan menyiapkan kapal untuk mengumpulkan sampah di pesisir pantai,” ucap dia belum lama ini.

 

Warga sedang mencuci di bibir laut dengan kondisi banyak sampah di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan, Jatim. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menurut Nani, peran NPAP dalam penanganan sampah plastik menjadi sangat penting, karena program tersebut bisa menggandeng pemangku kepentigan yang lebih luar. Dengan demikian, NPAP diharapkan akan bisa membantu rencana aksi nasional Indonesia untuk mengurangi sampah plastik di laut hingga 70 persen, mengurangi limbah padat hingga 30 persen, dan mengelola 70 persen limbah padat pada 2025.

Dalam upaya penangangan sampah, Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan langkah strategsi seperti Peraturan Presiden No.97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Selain itu, untuk penanganan sampah yang ada di laut, Jokowi juga sudah menerbitkan Perpres 83/2018. Di dalam peraturan tersebut, terdapat rencana aksi nasional (RAN) penanganan sampah plastik di laut pada 2018-2025.

Di luar regulasi, Indonesia juga bergabung dengan Global Plastic Action Partnership, yakni sebuah wadah kolaborasi publik-swasta baru. Kerja sama tersebut diharapkan bisa ikut mempercepat program penanganan sampah plastik yang ada di laut.

 

 

Exit mobile version