Mongabay.co.id

Dinilai Ancaman bagi DAS Latuppa, Aktivis Tolak Tambang Emas Liar di Siguntu Palopo

 

Aktivitas penambangan emas liar di Siguntu, Kelurahan Latuppa, Kecamatan Mungkajang, Kota Palopo, Sulawesi Selatan sedang disorot. Aktivitas penggalian material ini dinilai dapat menjadi ancaman bagi kelestarian hulu Sungai Latuppa, bahkan dapat menjadi pemicu bencana banjir jika hal tersebut terus berlanjut.

Tidak hanya itu, gugusan pegunungan yang ada di barat Kota Palopo merupakan daerah tangkapan air (DTA) dan Hulu daerah aliran sungai (DAS) Latuppa yang menjadi sumber air bersih (PDAM) untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat yang ada di Kota Palopo.

Menurut Basri Andang, Direktur Perkumpulan Wallacea Palopo, aktivitas penambangan ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi.

“Penambangan pernah dilakukan pada tahun 2006 dan mendapat penolakan warga sekitar, mahasiswa dan masyarakat di Kota Palopo sehingga aktivitas tersebut terhenti,” katanya, Minggu (23/8/2020).

Di awal tahun 2020, tepatnya di April 2020 aktivitas pertambangan mulai diketahui berlanjut lagi. Bahkan telah dilakukan penindakan oleh Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Latimojong. Desakan penutupan aktivitas penambangan di Siguntu dan penindakan hukum terhadap pelakunya disampaikan berbagai elemen masyarakat Kota Palopo. Hanya saja, meski telah ada surat peringatan dari KPH, aktivitas tetap berlanjut.

baca : Di Tengah Pandemi, Kasus Tambang Emas Ilegal di TN  Bogani Nani Wartabone Dilimpahkan ke Kejaksaan

 

Lokasi tambang emas liar yang berada di dalam kawasan hutan lindung. Foto: Perkumpulan Wallacea

 

Perkumpulan Wallacea sendiri telah melakukan kajian di lapangan pada 16 Agustus 2020 di mana mereka menemukan beberapa temuan penting.

Menurut hasil kajian tersebut, lokasi penambangan material tersebut memang berada di dalam kawasan hutan negara dengan status Hutan Lindung sesuai SK. No.362/MenLHK/Setjen/PLA.0/5/2019, yang mengatur perubahan fungsi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, dan perubahan fungsi kawasan hutan di Sulawesi Selatan, dengan posisi koordinat lokasi berada LS :03˚ 02’ 04.0” BT:120˚ 06’ 09.8” dan berada di ketinggian 683 Mdpl.

“Kami mensinyalir masih ada beberapa lokasi penggalian material yang belum diidentifikasi. Di lokasi penggalian juga belum dilakukan penindakan secara utuh, seperti pembongkaran tenda, dan penutupan lubang tambang,” jelas Basri.

Wallacea juga menemukan tumpukan material/barang bukti di dekat Pos Kehutanan yang rentan dihilangkan oleh oknum tertentu.

Menurut Basri, sangat penting mempertahankan hutan Siguntu baik sebagai hulu DAS Latuppa maupun fungsinya sebagai pengatur tata air untuk Kota Palopo, dan membebaskan dari aktivitas penambangan sehingga tetap menjadi sumber air, baik untuk keperluan air bersih yang sangat vital bagi PDAM Kota Palopo, serta pengairan lahan pertanian masyarakat.

“Sangat dikawatirkan jika aktivitas tersebut akan menjadi pemicu terjadinya bencana,” tambahnya.

Dengan temuan dan kajian spasial tersebut Wallacea mendesak Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menindaklanjuti dan menangani persoalan tersebut.

“Kami juga mendesak Gakkum mengungkap pelaku di balik penambangan ilegal tersebut dan mendesak KPH Latimojong untuk mengintensifkan pengawasan di kawasan tersebut.”

baca juga : Emas di Kaki Latimojong, Berkah atau Petaka?

 

Keberadaan tambang emas liar di Siguntu dikhawatirkan mengancam DAS Latuppa serta suplai air bersih PDAM Palopo yang bersumbe dari kawasan tersebut. Foto: Perkumpulan Wallacea

 

Aksi penolakan juga dilakukan oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Palopo. Dalam rilisnya kepada media, Senin (17/8/2020) KNPI Palopo menyatakan aktivitas pertambangan emas tersebut ilegal karena belum memiliki izin menurut
peraturan yang berlaku.

Menurut Irham Amin, Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM KNPI Kota Palopo, kasus Siguntu harus segera disikap karena bagian dari tanggung jawab dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan mineral dan batubara secara optimal, efektif, dan efisien serta selaras dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup.

Menurut Irham, penambangan emas liar Siguntu ini adalah bentuk kejahatan serius yang harus segera mendapat perhatian bagi semua pihak, khususnya pihak aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan hukum bagi pihak-pihak yang diduga terlibat dalam aktivitas usaha pertambangan yang diduga tidak memiliki izin di kawasan hutan lindung tersebut.

KNPI Palopo menduga kuat aktivitas tambang emas di Siguntu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Pasal 158 Jo. Pasal 35, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan
Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Aktivitas usaha pertambangan emas tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, sehingga tindakan yang
diduga ilegal tersebut berpotensi melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ungkap Irham.

KNPI Palopo selanjutnya menyatakan sikap dengan mendesak pihak kepolisian untuk segera
melakukan tindakan projustitia atas dugaan aktivitas
usaha pertambangan ilegal tersebut serta menindak tegas pada oknum yang diduga terlibat dengan menerapkan
prinsip-prinsip Imparsial, transparansi, dan akuntabilitas.

“Kami juga meminta pemerintah Kota Palopo untuk melakukan pendekatan dan pembinaan
kepada masyarakat setempat di wilayah pegunungan Siguntu serta terus berupaya
 untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mereka.”

baca juga : Banjir Luwu, Potret Buruk Tata Kelola Lingkungan

 

Keberadaan tambang emas liar di Siguntu dikhawatirkan mengancam DAS Latuppa serta suplai air bersih PDAM Palopo yang bersumbe dari kawasan tersebut. Foto: Perkumpulan Wallacea

 

Menurut Abdul Rahman Nur, akademisi yang juga merupakan anggota Dewan Kehutanan Nasional (DKN), kawasan Siguntu memang sudah lama jadi incaran, baik perusahaan tambang milik negara seperti PT Antam ataupun asing.

“Sekitar tahun 1996 PT Antam pernah mau melakukan eksplorasi tambang di Siguntu tapi dibatalkan oleh warga, kemudian muncul pula beberapa perusahaan asing seperti Avocit Mining dan Seven Energi tahun 2000-an. Setelah itu masuklah penambang ilegal,” katanya.

Meski kaya dengan kandungan emas, kawasan Siguntu ini adalah wilayah hulu DAS Latuppa yang menjadi sumber air bersih, minum dan lahan pertanian masyarakat di Palopo, sehingga keberadaan tambang legal atau ilegal akan sangat membahayakan warga Palopo.

“Kalau melihat kasus tambang ilegal yang ada sekarang ini, pemerintah seharusnya segera melakukan tindakan hukum bagi pelaku penambang ilegal, apalagi ini masuk dalam kawasan hutan lindung. Sebaiknya KPH Latimojong dan Polres Kota Palopo berkoordinasi untuk penanganan masalah ini dengan cepat,” katanya.

KPH Latimojong sendiri, menurut Rahman, sudah pernah melakukan penindakan dengan merusak dan membakar tenda penambang namun justru langkah ini diberitacarakan oleh pihak kepolisian.

“KPH sudah menyurati pihak yang dianggap pelaku penambang ilegal, setelah itu tidak ada lagi informasi dan penambangan tetap berjalan di tempat lain tapi masih dalam kawasan Siguntu pada April 2020 lalu. Setelah ribut-ribut ini belum ada lagi upaya dari KPH. Baru kepolisian yang memasang police line pada lokasi lubang tambang,” tambahnya.

Menanggapi situasi ini Pemkot Palopo telah menggelar rapat bersama membicarakan hal ini pada Senin (24/8/2020).

Menurut Walikota Palopo, Judas Amir, pengelolaan sumber daya alam di Siguntu harus dilakukan dengan bijak sehingga tidak malah berpotensi menghancurkan alam. Sehingga diperlukan kajian yang mendalam dari pakar dan pihak-pihak lain yang memahami potensi tersebut.

“Tentu yang kita inginkan adalah supaya kekayaan alam tersebut berguna bagi masyarakat. Dan yang bisa menjawab ini adalah para tim ahli di bidangnya apakah kawasan Siguntu dapat dikelola dan tidak merugikan masyarakat,” ujar Judas sebagaimana dikutip dari koranseroya.com.

Judas berjanji akan bersurat ke Kementerian ESDM untuk meminta petunjuk sekaligus izin agar memfasilitasi tim ahli melakukan kunjungan ke Siguntu.

Pihak Gakkum LHK wilayah Sulawesi dikonfirmasi terkait hal ini menyatakan belum menerima laporan resmi terkait kasus ini. Namun telah mengetahui kasus ini dari berbagai pemberitaan di media massa.

“Kami masih mengumpulkan informasi, sampai saat ini belum ada laporan resmi yang masuk,” ungkap Dody Kurniawan, Kepala Gakkum LHK Wilayah Sulawesi.

 

Exit mobile version