Mongabay.co.id

Petani Jambi Tersangka Karhutla, Bagaimana Proses Hukum Perusahaan?

Konsesi PT MAS di Desa Sipik, Muarojambi, pasca sebulan terbakar. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Teguh Turasno, masih tak percaya niat membuka ladang untuk menanam sayur justru berakhir penjara. Pria 40 tahun itu digelandang Tim Satreskrim Polres Muaro Jambi pada 23 Agustus 2020 lantaran membakar tumpukan semak di lahan setengah hektar untuk jadi kebun.

Warga Kebumen itu sebetulnya tahu kalau membakar dilarang. Dia pernah mendapatkan sosialisasi dari perangkat desa dan kepolisian tentang larangan membuka lahan dengan cara membakar.

Bagi petani bermodal cekak seperti Teguh cara paling cepat dengan membakar. Dia berpikir dengan menumpuk semak—tradisi merun—api tak akan merembet kemana-mana.

“Karena sedikit maka kami berani bakar, itu juga bertahap,” katanya.

Sebelumya saat rapat terbatas Juni lalu, Presiden Joko Widodo mewanti-wanti agar seluruh pejabat terutama di daerah sigap hadapi anacaman kebakaran hutan dan lahan. Sekecil apapun api muncul harus segera dipadamkan.

Kapolres Muaro Jambi AKBP Ardiyanto mengatakan, Teguh ditangkap atas laporan warga Desa Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, tempatnya menumpang berladang. Polisi ikut membawa korek warna biru dan kayu bekas terbakar sebagai barang bukti.

Mata Teguh tampak merah seperti menahan tangis. Dia menyesal. Nasi kadung jadi bubur. Dia hanya bisa pasrah diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Polisi menjerat dengan Undang-undang No.39/2014 Pasal 108 Jo Pasal 56 ayat (1) tentang Perkebunan atau Pasal 187 atau pasal 188 KUHP.

Teguh bukan petani pertama yang terjerat kasus pembakaran lahan di Muaro Jambi. Minggu awal Agustus lalu Polres Muaro Jambi juga menangkap HK dan HZ, dua petani yang diduga membakar lahan. Polisi turut menyita jerigen yang jadi barang bukti.

Jerigen berisi bahan bakar ini untuk menyiram agar api membesar. “Ketika api sudah membesar dan tak bisa dikendalikan pelaku lari ke rumahnya,” kata Kapolres. Beruntung api bisa segera dipadamkan tim satgas karhutla Muaro Jambi.

HK ditangkap atas kasus kebakaran lahan di Sungai Bertam seluas satu hektar, NZ di Bukit Baling. Dalam jumpa pers di Mapolres Muaro Jambi, NZ mengaku lahan 700 meter yang dibakar untuk kebun sayur. “Rencananya buat tanam cabai, kangkung.”

 

Konsesi PT. Bara Eka Prima di Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi pasca kebakaran 2019. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Ardiyanto mengatakan, penangkapan keduanya sebagai pembelajaran untuk warga lain agar tidak membuka lahan dengan cara membakar.

“Ini tindakan serius kita terhadap orang perorangan maupun korporasi yang masih berani membakar hutan lahan dengan sengaja, akan kita melakukan tindakan tegas,” katanya.

Pada 29 Juli 2020, Suhaimi warga Parit Jawa, Dusun Perdana, Desa Pantai Gading, Kecamatan Bram Itam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, juga ditangkap tim Polres Tanjung Jabung Barat. Wajah dia tutupi sebo saat Kalpolda Jambi Irjen Pol. Firman Shantyabudi mengumumkan sebagai tersangka pembakar lahan.

Penangkapan pria 40 tahun itu bermula saat tim patroni udara menemukan bekas kebakaran lahan di Desa Pantai Gading, Kecamatan Bram Itam. Hasil olah tempat kejadian perkara, lahan terbakar itu milik Sajali, warga Bram Itam Kanan dan Dedek warga Jalan Obat Nyamuk, Kelurahan Tungkal Harapan.

Hasil hitungan polisi sekitar 6.000 meter lahan yang terbakar untuk sawah.

Polisi memanggil delapan saksi termasuk Suhaimi. Hasil penyidikan disimpulkan, Suhaimi jadi tersangka. Suhaimi mengaku awalnya berniat memadamkan api melihat asap tebal nyalinyapun menciut.

“Nampak asap gelamkan besak, jadi timbul pula kita berpikiran tak berani, takutkan.”

Sehari sebelum Kapolda Jambi menggelar jumpa pers 3 Agustus 2020, Ahmadi ditangkap anggota Polres Tanjung Jabung Barat. Pria 38 tahun itu diduga sengaja membakar lahan 4,2 hektar di Desa Sungai Dualap, Kecamatan Kuala Betara, Tanjab Barat.

Pada 8 Agustus 2020, anggota Polres Tanjung Jabung Barat kembali menangkap Sarmauli Saragih Simarmata. Petani itu ditangkap saat berupaya memadamkan api yang membakar kebun sawit milik saudaranya di Desa Persiapan Sungai Ari, Kecamatan Batang Asam.

Dari hasil penyelidikan, ada lahan satu hektar tak jauh dari rumahnya yang diduga sengaja dibakar untuk lahan pertanian.

“Mereka membakar karena pengen praktis,” kata Kapolres Tanjung Jabung Barat, AKBP Guntur Saputro saat dihubungi via telepon.

“Kita sudah sampaikan, budaya membakar warisan nenek moyang yang menurut mereka (masyarakat) benar, karena bisa menyuburkan tanah itu salah, hanya untuk waktu tertentu saja, setelah sisa arang dan abu terkikis air, tanah di bawahnya akan gersang, jadi tandus.”

“Kita sampaikan, mereka rugi kalau membuka lahan dengan cara membakar. Kalau bisa itu (bekas pembersihan lahan) dimanfaatkan jadi pupuk (kompos) malah lebih bagus.”

Dua bulan terakhir banyak titik api muncul di Tanjung Jabung Barat. “Tiga sudah ketemu tersangkanya, tiga masih kita lidik. Hampir rata-rata pelakunya manusia semua,” kata Guntur.

Akhir Agustus 2020, lokasi cetak sawah Kelompok Tani Karya Maju di Desa Muntialo, terbakar. Dua helikopter water bombing dan 60 personel dikerahkan untuk memadamkan api.

Hingga kini, Polres Tanjung Jabung Barat masih penyelidikan penyebab kebakaran. Guntur bilang, Kecamatan Sinyerang, Batang Asam, Bram Itam, Bertara merupakan daerah rawan yang hampir setiap tahun karhutla.

Hasil pendataan Satgas Karhurla Agustus lalu, banyak sarana dan prasarana perusahaan di Tanjab Barat, belum memenuhi syarat Permentan.

“Artinya, kalau itu sudah kita imbau sudah kita peringatkan dan masih terjadi kebaran itu artinya kan ada dugaan kesengajaan dengan sadar.”

 

Kebakaran di konsesi PT BEP di Muarajambi. Foto: Yitno Supriyanto/ Mongabay Indonesia

 

Sejak Januari hingga 22 Agustus luas kebakaran hutan dan lahan di Jambi mencapai 247 hektar. Kasus karhutla di Sadu, Tanjung Jabung Timur masih menjadi yang terluas. “Ada 150 pasukan yang kita tempatkan di sana, sampai sekarang di Sadu tidak ada kebakaran lagi,” kata Bachyuni Deliansyah Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jambi.

Menurut dia, kebakaran relatif tak luas tahun ini karena pemerintah sigap sejak awal kemarau. Pemerintah juga diuntungkan musim kemarau tahun ini tak sekering 2019, beberakali terjadi hujan lebat.

“Kita juga melakukan hujan buatan di perbatasan Medak, dan perbatasan Muaro Jambi. Kalau seminggu gak ada hujan kita buat TMC (teknik modifikasi cuaca-red).”

Program asap digital dengan memasang CCTV di konsesi perusahaan juga dianggap cukup membantu kerja personel Satgas Karhutla untuk mendeteksi kemunculan api lebih cepat.

Rusdiansyah, Direktur Walhi Jambi, menganggap, penggunaan UU Perkebunan untuk menjerat petani yang diduga membakar lahan dianggap tak obyektif.

“Dalam konteks kerusakan lingkungan harusnya UU PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup-red) yang melihat aspek dampak lingkungan. Jadi, jangan dipukul rata kalau kebakaran di wilayah APL (alokasi penggunaan lain-red) itu digunakan UU Perkebunan,” katanya.

Menurut Rudi, penegak hukum seharusnya memerhatikan motif pembakaran lahan, dengan melihat berapa luas, dan mengetahui fungsi lahan sebelum terbakar.

“Saya yakin, di wilayah hilir khusus gambut itu tidak ada lagi masyarakat membuka areal baru karena tanah tidak ada lagi.”

Dia juga menyoal Perda No.2/2016 tentang Pecegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dari Pemerintah Jambi. Perda itu juga menjelaskan pemerintah wajib memfasitasi bantuan teknis dan peralatan pembukaan lahan tanpa bakar bagi masyarakat lokal.

“Itu pernah gak dilakukan? Empat tahun sudah tidak pernah itu dilakukan pemerintah,” kata Rudi.

“Jangan melihat subyektif saja tapi obyektif juga, dalam UU PPLH masih diperbolehkan dua hektar asalkan mereka melapor dan mendapatkan izin pemerintah daerah terdekat.”

 

 

Bagaimana penanganan kasus perusahaan?

Pada 11 Agustus 2020, 10 hektar lahan milik PT Kharisma di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, terbakar. Helikopter waterbombing ikut dikerahkan untuk memadamkan api.

Pemadaman di lahan gambut itu berlangsung hingga malam, namun api belum sepenuhnya bisa padam.

Hingga kini, Polres Muaro Jambi masih terus pendalaman informasi. Kepolisian belum bisa menemukan saksi dan siapa pelaku pembakaran.

Ardiyanto mengatakan, untuk menetapkan tersangka harus dua alat bukti cukup. Dari hasil penyelidikan belum diketahui apakah lahan terbakar di Kharisma itu sengaja atau tidak.

Pertama, kita belum dapat keterangan saksi, kedua, waktu kejadian kita belum dapat memantau dari CCTV, jadi terkait hal ini unsur kesengajaan itu belum dapat dipenuhi, kita kepolisian tetap berkerja secara profesional,” katanya.

Kharisma kabarnya juga dipanggil untuk dimintai keterangan.

Konsesi PT. Mega Anugrah Sawit (MAS) di Desa Sipin Teluk Duren, Kecamatan Kumpeh, Muaro Jambi dan PT. Desa Sawit Sari Persada (DSSP) di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Dendang, Tanjung Jabung Timur, pada 2019 terjadi kebakaran. Hingga kini, proses masih penyelidikan.

“Sampai sekarang masih proses penyelidikan,” kata Kabid Humas Polda Jambi, Komisaris Besar Polisi Kuswahyudi.

Dia enggan memberi keterangan terkait lambatnya proses penyelidikan. “Kita masih penyelidikan.”

Sebelumnya, pada 19 Oktober 2019, Polda Jambi mengumumkan kedua perusahaan itu menjadi tersangka kasus karhutla, termasuk kedua direktur perusahaan.

DSSP diketahui tak memiliki sarana dan prasarana penanganan karhutla dan izin yang tak lengkap. Setidaknya 45 hektar lahan konsesi terbakar pada September 2019. Luas kebakaran MAS mencapai 972 hektar pada Juli 2019.

Direktur dan perusahaan MAS dan DSSP terjerat Pasal 98 atau Pasal 99 Jo Pasal 116 ayat (1) huruf A dan B Undang-undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Juga Pasal 105 Jo 113 ayat (1) UU No.39/2014 tentang Perkebunan.

 

KLHK menyegel konsesi PT BEP, di Jambi, karena karhutla. Foto: Yitno Supraptp/ Mongabay Indonesia

 

Vonis hukum perusahaan

Kemudian ada juga kasus PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (Atga) diganjar membayar ganti rugi materil dan biaya pemulihan lingkungan total lebih dari Rp590 miliar atas kebakaran pada 2015.

Pengadilan Tinggi Jambi menguatkan putusan PN Jambi Nomor : 107/2019 pada perkara banding PT Atga.

“Pengadilan Tinggi Jambi  pada Kamis 6 Agusts 2020… mengadili, memutuskan untuk menguatkan Putusan PN Jambi …,” seperti dikutip dari rilis humas Pengadilan Tinggi Jambi, Hasoloan Sianturi.

Putusan banding itu diputus majelis hakim, yakni hakim ketua Hiras Sihombing, Efran Basuning dan Didik S Handono sebagai hakim anggota.

Pada 2019, PN Jambi menyatakan Atga bersalah dan kena hukum membayar ganti rugi materil dan biaya pemulihan lingkungan total lebih Rp590 miliar atas kebakaran pada 2015.

Frandy Septior Nababan penasehat hukum Atga akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. “Dua minggu lagi (awal September) kita akan masukkan bahannya,” katanya saat dihubungi via telepon.

Menurut dia, Atga belum pernah kena sanksi administratif semestinya tidak harus bertanggungjawab atas kebakaran lahan pada 2015. “Manajer lapangan pernah jadi terpidana tapi bebas. Artinya, secara pidana itu clear dan secara administratif juga clear,” katanya.

 

Lambat

Rudiansyah mengkritik lambatnya proses penyelidikan dan penyidikan pada perusahaan, bahkan yang ditetapkan sebagai tersangka sekalipun. “Untuk korporasi itu bisa gunakan tanggung jawab mutlak, kalau sudah diberikan izin, terjadi kebakaran di konsesinya, itu bisa langsung naik kasus. Tidak perlu lagi pembuktian siapa yang membakar dan api dari mana.”

“Kalau dia (perusahaan) tidak punya dokumen administrasi lengkap, kayak PT MAS itu bisa langsung dieksekusi, perdata, pidana dan administrasi.”

Menurut Rudi, penegakan hukum pada perusahaan terlalu banyak pertimbangan, termasuk menjaga stabilitas investasi hingga biaya operasional untuk pengungkapan fakta, termasuk membayar saksi ahli. Semestinya, kata Rudi, Polda Jambi bisa mengungkap cepat kasus pembakaran lahan yang menyeret keterlibatan perusahaan.

“Kita pertanyakan keseriusan penegakan hukum dalam mengungkap kebakaran 2019 pada perusahaan. Kalau tidak ada kepastian hukum ini sebuah mainan. Kapolri harus evaluasi kinerja Polda Jambi.”

 

 

Keterangan foto utama: Ratusan hektar konsesi PT MAS terbakar pad 2019, hingga kini kasus masih dalam proses penyelidikan. Lambat sekali? Foto; Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version