Mongabay.co.id

Menggali Potensi Ekonomi di Kepulauan Makassar dan Pangkep Saat Pandemi

 

 

Kota Makassar dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta jiwa, sebagian diantaranya berada 11 pulau yang ada di wilayah ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan itu. Dari 11 pulau tersebut, Pulau Kodingareng merupakan pulau terbesar dan terpadat penduduknya.

Untuk sampai ke pulau ini, cukup naik perahu kayu yang disebut ‘jolloro‘ melalui dermaga Kayu Bangkoa yang berada di sela pertokoan dan hotel di kawasan Pantai Losari dan kawasan pecinan Somba Opu.

Hanya sekitar sejam perjalanan melalui laut dengan biaya Rp15 ribu per orang, pengunjung akan tiba di dermaga Pulau Kodingareng yang berhadapan langsung dengan masjid dan sekolah dasar.

Dengan jumlah penduduk sebanyak 4.526 jiwa dengan 1.081 Kepala Keluarga (KK) yang mayoritas bekerja sebagai nelayan, warga Pulau Kodingareng terdampak kehidupan dan perekonomiannya oleh pandemi COVID-19.

Pembatasan aktivitas melaut bagi nelayan dan terutama turun drastisnya harga ikan selama masa pandemi membuat ekonomi nelayan Pulau Kodingareng terasa terpuruk. Untungnya mereka cukup terbantu dengan turunnya dana dari program bantuan terdampak COVID-19 seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Keluarga Harapan (PKH) dan sembako dari Pemkot Makassar.

baca : Terdampak COVID-19, Nelayan Harus Diberi Perhatian Khusus

 

Pulau Kodingareng, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Foto : Suriani Mappong/Mongabay Indonesia

 

Tetapi di sisi lain, warga Pulau Kodingareng juga bisa menjadi potensi untuk mengembangkan pulau itu sebagai objek wisata bahari yang sarat dengan kuliner khas pulau.

Salah satunya adalah kuliner abon ikan yang sudah dikembangkan warga setempat sebagai sumber pendapatan tambahan bagi keluarga nelayan. Begitu pula dengan kuliner yang dijadikan sambal yang dikenal dengan istilah ”cao”.

Cao adalah sambal yang terbuat dari ikan mentah, biasanya ikan teri atau udang yang difermentasi dengan nasi ditambah cuka dan garam. Sambal khas ini ditempatkan di dalam botol kaca ataupun plastik, kemudian dijual ataupun dijadikan buah tangan.

”Alhamdulillah, ibu-ibu kini sudah ada tambahan penghasilan dengan mengolah hasil tangkapan para suami yang melaut. Sebagian hasil melaut itu dijual ke pedagang pengumpul atau ke pelelangan, dan sebagian lagi dijadikan produk industri rumah tangga,” kata Ketua Kelompok Industri Rumah Tangga yang memproduksi abon ikan, Hayati yang ditemui akhir Agustus 2020.

Dari hasil produksi industri rumah tangga itu, lanjutnya, dapat membantu biaya sekolah anak dan kebutuhan konsumsi sehari-hari. Sebagian lagi disisihkan untuk dana kelompok yang akan digunakan jika ada anggota kelompok yang sakit atau mengadakan hajatan.

baca juga : Menakar Ketahanan Pangan di Pulau Kodingareng dan Pajjenekang di Masa Pandemi Corona

 

Kelompok istri nelayan Pulau Kodingareng, Makassar, Sulsel memperlihatkan produk abon ikan buatan mereka. Foto : Suriani Mappong/Mongabay Indonesia

 

Pasir Putih Gusung

Selain potensi ekonomi dari pengolahan hasil laut, jika menelusuri pulau itu ke arah selatan, maka akan ditemukan hamparan pasir putih yang terpisah dari pemukiman penduduk.

Lokasi ini yang disebut ‘gusung’ menjadi tempat bersantai bagi warga Pulau Kodingareng maupun pendatang pada sore hari. Di tempat ini, dapat menyaksikan matahari tenggelam perlahan dengan cahaya keemasannya.

Juga dapat menjadi lokasi pemandian di bibir pantai yang landai dengan hamparan pasir putihnya yang tak kalah dengan Pantai Kuta di Bali dan Pantai Bira di Bulukumba, Sulsel.

Hanya saja, ketika musim timur ombak akan membawa sampah-sampah dari Kota Makassar yang terbawa sampai di bibir pantai Pulau Kodingareng, termasuk di gusung. Hal ini yang sedikit mengganggu pemandangan yang kerap menjadi latar untuk berswafoto bagi pengunjung.

Sementara di dermaga baik di sisi timur maupun sisi lainnya, dapat menjadi lokasi strategis untuk jadi objek wisata mancing bagi yang hobi berburu jenis ikan karang seperti ikan kakap, ikan sori hingga cumi-cumi.

Dan tak jauh dari lokasi itu, terdapat pulau tak berpenghuni dengan hamparan pasir putihnya yakni Pulau Kodingareng Keke. Cukup dengan sampan kecil dapat menjangkau pulau itu yang terlihat dari dermaga Pulau Kodingareng.

Ini hanya sebagian kecil dari potensi salah satu pulau yang ada di Wilayah Kota Makassar yang diakui Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel Denny Irawan yang sudah memetakan potensi wisata bahari di wilayah Kepulauan Spermonde yang tersebar di Kota Makassar dan daerah tetangganya yakni Kabupaten Pangkep dan Maros.

menarik dibaca : Kodingareng Keke Ditarget jadi Laboratorium Terumbu Karang Sulawesi

 

Seorang pengunjung berfoto di hamparan pasir putih Gusung di Pulau Kodingareng, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Foto : Suriani Mappong/Mongabay Indonesia.

 

Tradisi Bernilai Ekonomis

Kabupaten Pangkep yang memiliki 117 pulau dan 80 pulau diantaranya berpenghuni, tak kalah dengan pulau yang ada di Kota Makassar. Salah satu pulau di Pangkep diantaranya adalah Pulau Pajjenekang yang berada di Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang Tupa’biring, Kabupaten Pangkep, Sulsel.

Pulau Pajjenekang dapat dicapai dengan menempuh perjalanan laut melalui kanal Paotere kota Makassar dan Dermaga Maccini Baji Kota Pangkajene. Waktu tempuh dari kota Makassar kurang lebih sejam. Sedangkan waktu tempuh dari ibukota Kabupaten Pangkajene (Pangkep) kurang lebih 2 jam 20 menit. Sementara waktu tempuh dari ibukota kecamatan Balang Lompo kurang lebih 20 menit menggunakan perahu jolloro berkekuatan 35 PK.

Pulau yang dihuni sekitar 3.000 jiwa ini, dengan 400 KK dan 250 unit rumah ini warganya memiliki keterampilan membuat dodol yang terbuat dari beras ketan, kelapa dan gula aren.

Aktivitas membuat dodol ini akan terlihat pada waktu tertentu, khususnya pada bulan Muharram. Setiap rumah, sedikitnya membuat 10 liter beras ketan untuk dijadikan dodol. Selain itu, warga pulau juga membuat kue kering sero’-sero’ yang akan dibagikan pada para tamu yang hadir di pulau itu saat puncak acara tradisional ”Tammu Taung”.

baca juga : Menumbuhkan Karang dan Memberdayakan Masyarakat di Kapoposang

 

Istri nelayan di Pulau Pajjenekang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan membuat dodol khas setempat untuk membantu ketahanan pangan selama pandemi COVID-19. Foto : Suriani Mappong/Mongabay Indonesia

 

Menurut H Madu, salah seorang warga Pulau Pajjenekang, acara tradisi Muharram dengan membuat dodol ini bagi semua warga pulau, memiliki filosofi untuk berbagi dengan orang lain.

Sedang makna dari dodol itu sendiri dengan bahan kelapa untuk menggurihkan, gula aren untuk memaniskan dan beras ketan untuk meliatkan, diibaratkan dengan harapan kehidupan yang baik, manis dan erat atau liat.

Pontensi membuat dodol, abon ikan dan sambal cao, menurut Camat Liukang Tupa’biring Wahyuddin akan dikembangkan menjadi industri rumah tangga yang lebih tertata dan profesional.

”Sehingga ke depan, potensi itu dapat menjadi sumber pendapatan yang tetap, bukan hanya tentatif atau dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja,” katanya.

Hal senada dikemukakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep Hj. Andi Faridah.

Dia mengatakan, warga kepulauan selain diberi bantuan alat tangkap dan perahu, juga diberi keterampilan untuk mengolah hasil tangkapan. Hal itu dimaksudkan agar kesejahteraan warga yang berada di wilayah kepulauan dapat meningkat.

Dengan mengangkat potensi wilayah kepulauan, segala keterbatasan yang masih membelit warga di pulau, diharapkan secara bertahap dapat terkikis, sehingga kelak warga pulau dan warga yang ada di daratan mendapatkan kesempatan yang sama mengakses dan menerima layanan dasar serta layanan publik.

 

Dermaga Pulau Pajjenekang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Foto : Suriani Mappong/Mongabay Indonesia

***

 

*Suriani Mappong , jurnalis Kantor Berita ANTARA. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version