Mongabay.co.id

Cinta Mati Herawati pada Kupu-kupu di Taman Gita Persada

 

 

Troides helena dengan rentang sayap sekitar empat belas sentimeter, terbang bebas di Taman Kupu-Kupu Gita Persada [TKGP], di Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Taman ini letaknya sekitar 30 menit dari pusat Kota Bandar Lampung.

Kupu-kupu hitam dengan sayap bawah kuning tersebut merupakan satwa dilindungi yang masuk dalam Famili Papilionidae. Hidup kupu-kupu raja helena dijamin berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Herawati Soekardi [69] pengelola TKGP mengungkapkan, Troides helena dapat dengan mudah ditemui di taman kupu-kupu yang dikelolanya. Serangga bersayap ini hanya meletakkan telurnya di tumbuhan Aristodea tagala.

Aristodea tagala adalah tanaman merambat. Sering juga disebut sirih hutan karena bentuknya yang menyerupai daun sirih. Di TKGP, Aristodea tagala ditanam dalam jumlah besar, pembibitannya pun khusus.

“Kalau tanamannya masih kecil ditutup jaring, jika tidak, si induk kupu-kupu bertelur begitu saja. Jika ada ulatnya [di tanaman kecil tadi], akan segera dipindahkan agar tanaman tidak habis dimakan,” terangnya.

 

Kupu-kupu Troides helena jantan. Foto: Agustinus Wijayanto/Mongabay Indonesia

 

Sebanyak 189 spesies kupu-kupu khas Sumatera hidup nyaman di lahan seluas 4,8 hektar tersebut. Menurut Herawati, perlu usaha serius menjalankannya karena konservasi itu menyangkut pelestarian, pengelolaan, dan pemanfaatan.

“Taman ini diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.”

Larva dan kupu-kupu dewasa, memiliki makanan masing-masing. Tidak saling berkompetisi. “Ini istimewanya. Kupu-kupu tidak bersaing dengan ulatnya. Ulat makan daun, kupu-kupu makan nektar bunga dan juga buah-buahan,” jelasnya.

Dia menambahkan, umumnya kupu-kupu memiliki makanan spesifik. Atau bersifat monofagus saat menjadi larva [hanya memakan satu jenis tumbuhan]. Induknya tidak akan salah meletakkan telur, biasanya di ujung daun paling muda pada tanaman Aristodea tagala.

Meski begitu, ada juga kupu-kupu yang doyan pada beberapa jenis tanaman seperti spesies Graphium agamemnon. “Konsep konservasinya, kita harus mengenali apa yang dimakan kupu-kupu dan ulatnya. Semua yang dibutuhkan ada di situ,” ungkap mantan dosen biologi Unila [Universitas Lampung].

Banyak jenisnya kupu-kupu di TKGP sebanding dengan keragaman tumbuh inangnya. Tiap larva memerlukan tumbuhan inang berbeda. Selain itu, panjang probosis [alat pengisap nektar] pada setiap spesies kupu-kupu tidak sama.

“Kami tanam asoka, juga kembang kertas yang kira-kira ada nektarnya.”

 

Kupu-kupu raja helena dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018. Foto: Agustinus Wijayanto/Mongabay Indonesia

 

Konservasi kupu-kupu

Sejak tahun 1997, Herawati menekuni perihal kupu-kupu di TKGP. Ketertarikannya berawal ketika ingin membuat layang-layang berbentuk kupu-kupu. Penasaran dengan wujud sesungguhnya, dia dan suaminya berkeliling mencari kupu-kupu dan memotretnya.

Berbagai informasi dia kumpulkan, termasuk bertanya pada ahli kupu-kupu di Indonesia. Saat itu, pencariannya tidak membuahkan hasil. “Ya sudah, karena tidak ditemukan, saya menjalakan saja kegiatan ini,” ungkap ibu anak empat, ditemui di kediamannya, Sabtu [18/8/2020].

Awalnya, di taman tersebut hanya terdapat 7 spesies kupu-kupu. “Kami survei ke Gunung Betung bersama anak-anak Unila, dari lima arah. Kami perhatikan daun-daun yang bolong, kalau ada ulatnya dibawa ke Gita Persada. Kami juga survei ke TNBBS, TNWK, hingga rawa-rawa di Tulang Bawang,” tutur Ketua Yayasan Sahabat Alam ini.

Herawati mengungkapkan, TKGP dikelola oleh tim yang merupakan keluarganya sendiri. “Gaji, saya sumbangkan untuk karyawan. Sementara penghasilan suami, Anshori Djausal, digunakan untuk kebutuhan rumah.”

Hadirnya TKGP, banyak dimanfaatkan mahasiswa untuk kegiatan penelitian. Bahkan, gelar doktor yang didapat Herawati, dari riset di tempat yang dia kelola itu. “Saya membimbing mahasiswa Unila mulai 2005 hingga pensiun 2018. Kalau satu tahun 10 mahasiswa berarti ada sekitar 120 mahasiswa,” ujar alumni Biologi ITB.

 

Trogonoptera brookiana atau kupu-kupu raja brooke statusnya juga dilindungi di Indonesia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Indikator kesehatan lingkungan

Peggie Djunianti, peneliti kupu-kupu di Laboratorium Entomologi Museum Zoologicum Bogoriense [MZB], Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], mengungkapkan, kupu-kupu memiliki nilai penting bagi lingkungan. Hadirnya beragam jenis makhluk ini mengindikasikan wilayah yang didatanginya masih alami.

Kupu-kupu membantu penyerbukan bunga serta sebagai indikator perubahan lingkungan. “Fungsi habitat akan memengaruhi penyebaran kupu-kupu di suatu area. Kupu-kupu pun dapat digunakan untuk mengamati perubahan habitat sekaligus tingkat kerusakannya,” terangnya Minggu, [23/82020].

 

Koleksi kupu-kupu dalam bentuk bentuk awetan juga dapat dilihat di Taman Kupu-Kupu Gita Persada. Foto: Chairul Rahman Arif/UKPM Teknokra

 

Peggie menambahkan isu penurunan populasi serangga secara umum sudah terlihat nyata. Penyebab utamanya karena alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida, dan pupuk sintetis. Ditambah lagi adanya faktor biologis seperti sifat patogen dan spesies invasif.

“Ini dapat dirasakan dari sulitnya menemukan kupu-kupu di sekitar lingkungan kita.”

Dalam ekosistem, kupu-kupu berperan sebagai konsumen tingkat pertama sekaligus menjadi makanan bagi konsumen tingkat selanjutnya. “Kupu-kupu juga bagian mata rantai makanan dan makanan hewan lain.”

Peggie menegaskan, diversitas spesies kupu-kupu yang rendah menandakan area itu rendah juga kualitas lingkungannya. Menjaga alam dengan mengubah perilaku kita untuk lebih ramah lingkungan harus dilakukan. “Usahanya adalah dengan menekan tingkat polusi dan hidup berdampingan dengan serangga,” ujarnya.

 

Penangkaran kepompong yang dilakukan di Taman Kupu-Kupu Gita Persada, Lampung. Foto: Chairul Rahman Arif/UKPM Teknokra

 

Bermanfaat untuk masyarakat

Sutiah [38], pedagang es tebu merasakan manfaat positif hadirnya TKGP sebagai wisata edukasi. Sudah dua tahun ini dia berjualan di warungnya. Beberapa lapak juga berjajar di jalan menuju taman kupu-kupu itu.

“Biasanya saya pulang sore. Namun, Sabtu atau Minggu jam 11 WIB, dagangan sudah habis dan saya bisa balik ke rumah,” ujarnya.

Kehadiran TKGP juga dirasakan nilainya oleh pengunjung. Agta [21], yang baru pertama kali datang mengatakan, udara yang segar membuatnya merasa nyaman di tempat tersebut. “Suasananya menyenangkan dan tidak sekadar wisata, ada ilmu yang didapat,” ujar mahasiswa Unila ini.

Senada, Rangga Bima Zunata [22] mengungkapkan kesannya saat berkunjung. “Sangat baik, mungkin perlu ditingkatkan lagi misalnya ada pemandu yang bisa menjelaskan kupu-kupu yang ada.”

 

Herawati Soekardi mengenakan pakaian bermotif kupu-kupu saat ditemui di Taman Kupu-Kupu Gita Persada, pada 18 Agustus 2020. Foto: Chairul Rahman Arif/UKPM Teknokra

 

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas [UPTD] Tahura Wan Abdul Rachman [WAR], Eny Puspasari menuturkan, TKGP berada di kawasan Register 19. Tepatnya di kaki Gunung Betung, Tahura WAR, Bandar Lampung.

Upaya yang dilakukan Dinas Kehutanan adalah dengan melakukan perjanjian kerja sama di 2009 dalam rangka penguatan fungsi Tahura WAR. “Tahura ini fungsinya sebagai koleksi keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan masyarakat.”

Ariyadi Agustiono, Kasi Perencanaan Tahura WAR mengatakan, TKGP berandil besar terhadap bertambahnya keanekaragaman satwa dan tumbuhan. “Di satu sisi kegiatan konservasi berjalan dan di sisi lain keragaman hayatinya meningkat,”ujarnya.

Menurut Ariyadi, Dinas Kehutanan melalui UPTD Tahura WAR selalu berkoordinasi dengan pihak TKGP. “Berbagi pengetahuan. Hal yang positif bagi kami untuk belajar lingkungan secara luas,” paparnya.

 

* Chairul Rahman Arif, jurnalis Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa Teknokra [UKPM Teknokra], Universitas Lampung. Artikel ini didukung Mongabay Indonesia.

 

 

Exit mobile version