Mongabay.co.id

Begini Kondisi Pangkalan Pendaratan Ikan Hamadi di Jayapura

Area docking di PPI hamadi. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Perahu-perahu terlihat sudah tambat di pinggiran. Para pengepul dan buruh sibuk memasukkan ikan-ikan ke dalam kotak-kotak pendingin. Para pedagang riuh menjajakan ikan. Ada ikan ukuran besar, dan kecil. Semua ada.

Begitu suasana di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Hamadi, pagi itu. PPI ini terletak di Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura, Papua. Ia merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kelautan dan Perikanan (DKP) Papua.

Di tempat parkiran, Caraka, sopir asal Nimbokrang, sedang merapikan kotak-kotak ikan. Ada sembilan kotak siap dia angkut. Seorang pengepul telah memesan ikan-ikan itu untuk jual di kampung-kampung dan area buruh sawit di wilayah itu.

Caraka tidak sendiri. Di bagian lain tampak tiga buruh angkut menyusun ember-ember ikan di mobil bak terbuka. Ikan-ikan itu hendak dibawa ke Pasar Youtefa, pasar terbesar di Kota Jayapura.

Es jadi kebutuhan penting di tempat ini. Tampak orang-orang menurunkan es dari mobil, masuk ke gerobak-gerobak dan mereka bagi-bagikan ke tempat yang membutuhkan.

Es-es berbungkus plastik itu lalu dipecah-pecah, masuk wadah peyimpanan ikan. Tak ayal, plastik berserakan di mana-mana.

Di PPI ini juga ada penjual bumbu, sayuran, pisau hingga alat-alat kebutuhan nelayan seperti kotak pendingin, jaring, dan kail. Penjual makanan dan minuman juga ada.

PPI Hamadi, satu dari delapan fasilitas serupa yang ada di Papua. Terletak di utara pulau Papua, wilayah ini masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 717. Jenis tangkapan di wilayah ini antara lain pelagis, lobster, rajungan dan cumi-cumi. Jenis pelagis yang paling banyak adalah cakalang, tuna, dan tongkol.

 

Sampah plastik berebaran di area PPI Hamadi. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Hermanus Rumayomi, Kepala PPI Hamadi mengatakan, produksi ikan di PPI tidak tercatat tiap hari. Dalam sebulan, petugas mencatat hanya seminggu. Meski ada kelemahan dalam pencatatan, dia perkirakan produksi ikan tiap hari minimal lima ton.

“Kalau cakalang, tuna, tongkol yang muncul bisa banyak sekali. Kalau saat musim bisa 20 sampai 30 ton. Kalau paceklik bisa lima ton.”

Ikan dari tempat ini terdistribusi ke Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura, bahkan Pegunungan Tengah Papua. Ikan tuna berat lebih 20 kg jadi komoditi ekspor juga jual ke Makassar dan Bali.

 

20 tahun beroperasi

PPI Hamadi mulai dibangun pada 1993 di areal seluas 9.282 meter persegi yang merupakan lahan reklamasi. Kawasan ini masuk wilayah adat marga Ireuuw.

Tahun 2000, PPI mulai beroperasi. Pada 2002, DKP Papua menempatkan seorang petugas di tempat ini sebatas koordinator. Baru pada 2006, secara defenitif, PPI jadi UPTD DKP Papua lengkap dengan strukturnya.

Sebagai PPI, tempat ini berfungsi sebagai pelabuhan perikanan tangkap dan tempat pelelangan ikan. Ada sekitar 200 nelayan gunakan kapal jenis viber dan sekitar 20 jenis bago-bago beraktivitas di PPI Hamadi ini.

Nelayan dengan kapal jenis viber biasa melaut dalam sehari lalu kembali. Nelayan kapal jenis bago-bago bisa melaut hingga seminggu. Selama melaut itu, mereka membawa kebutuhan utama seperti bahan bakar dan es.

Di PPI ini punya sejumlah fasilitas. Ada tempat pelelangan ikan (TPI), gudang berpendingin sedang dibangun, pabrik es, gedung pertemuan nelayan, toilet, koperasi, dan galangan kapal. Juga ada, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), depot minyak tanah, dermaga, dermaga tambat perahu nelayan, hingga rumah kepala dan staf PPI.

Saat ini,  PPI juga berfungsi sebagai pasar ikan. Ada sekitar 103 pedagang pengecer ikan di sini. Belum termasuk pedagang bumbu dan sayuran. Para pedagang ramai di sini gara-gara kebakaran banguan Pasar Hamadi pada 2006.

Walikota Jayapura kala itu mengeluarkan kebijakan agar pedagang sementara pindah ke PPI. Mereka hendak kembali ke pasar lama namun tempat tersedia jauh di bawah jumlah pedagang.

“Setelah ditampung di sini, sekarang susah memindahkan. Sebenarnya tugas saya untuk mengembalikan fungsi PPI, tetapi memindahkan itu sulit. Mereka sudah merasa nyaman dengan ini. Kami sudah bicara dengan Pemerintah Kota Jayapura untuk menyelesaikan ini ”

 

Ikan dijemur di area PPI Hamadi. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Belum untungkan nelayan?

PPI ini belum sepenuhnya menguntungkan nelayan dan menambah devisa negara. Salah satu fungsinya sebagai tempat pelelangan ikan, namun tidak proses lelang.

Dia bilang, ada dua persoalan utama. Pertama, sistem pendukung pelelangan seperti juru lelang, sarana prasarana pendukung dan lain-lain belum tersedia. Kedua, ada tiga pengepul atau biasa disebut juragan, yang lama menguasai jalur bisnis perikanan di PPI ini.

Ikan tangkapan nelayan langsung dibeli ketiganya sebelum jual kembali. Nelayan yang kesulitan biaya untuk melaut mengambil uang dari juragan dengan syarat ikan tangkapan mereka dijual ke sana. Ada juga nelayan tidak menjual melalui tiga pengepul ini, namun jumlah sangat sedikit. Sistem ini sudah berlangsung lama.

“Kalau lelang bisa berjalan, menguntungkan nelayan sebenarnya. Cuma sistem sudah terbentuk. Intervensi bisa, tapi kedekatan emosioal masalahnya. Selama ini, kan sudah terbangun bertahun-tahun.”

DKP Papua juga belum bisa menarik satupun retribusi dari pengelolaan PPI ini. Lahan PPI ini masih dikuasai pemilik ulayat. Para pengguna jasa PPI membayar langsung ke pemilik ulayat.

Dia bilang, ruangan pendingin masih dibangun hingga para pengepul pakai jasa box-box pendingin sendiri yang sebagian sudah tak layak pakai. Sedang pabrik es lama rusak dan baru usul untuk pembangunan.

Saat ini, katanya, para nelayan, pengepul dan penjual ikan pakai es bungkus plastik. Dia bilang, perlu eibuan bungkus es tiap hari. Selain kehilangan potensi pendapatan, sampah plastik juga bertebaran di areal PPI dan laut sekitar.

“Satu jurgan membutuhkan sekitar 4.000 es tiap hari. Kalau di sini ada pabrik kan pakai es balok. Bawa ke sana 100 karung. Kita mau bilang apapun kalau orang tidak kebiasaan. Plastik lebih banyak. Belum pedagang ecer yang beli lagi masing-masing.”

 

 

Kebutuhan mendesak

PPI Hamadi perlu penataan, dan kembali ke fungsi semula. Pedagang pengecer ikan, sayuran dan lain-lain pindah. PPI hanya untuk pedagang skala besar, area perbaikan peralatan nelayan, penjemuran dan lain-lain. Juga ada terbangun unit pengolahan ikan.

Masalah distribusi ikan kurang menguntungkan nelayan, katanya, karena tak ada pelelangan. DKP Kota Jayapura yang bisa selesaikan persoalan ini karena para nelayan berada dalam pengawasan mereka. DKP Kota Jayapura, katanya, juga bisa mengelola tempat pelelangan ikan di PPI ini.

DKP Papua, sudah mengusulkan pembangunan kembali pabrik es dengan kapasitas produksi 15 ton. Selain mendatangkan PAD, katanya, keberadaan pabrik bisa mengurangi sampah yang kini mengotori PPI. Dia perkirakan, biaya pembangunan pabrik es mudah kembali karena kebutuhan es di sini besar.

Pembanguan ruang pendingin, katanya, juga penting. Banyak kotak pendingin sudah tidak layak pakai dan kurang tertata.

 

 

Keterangan foto utama: Area docking di PPI hamadi. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Penjualan bumbu dan sayur mayur di PPI Hamadi. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version