Mongabay.co.id

Meninjau Aturan dan Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Era COVID-19

Salah satu persoalan di tengah pandemi adalah limbah infeksius (A337-1) dan sampah rumah tangga dari penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Limbah infeksius ini merupakan limbah medis yang tergolong sampah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Adapun limbah infeksius tersebut berupa masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan minuman. Alat suntik bekas, set infus bekas, bekas alat pelindung diri (APD), hingga sisa makanan pasien. Berbagai limbah tersebut juga terdapat dari orang dalam pemantauan (ODP) yang menjalani karantina mandiri di rumah.

Dilansir dari Tempo.co, 24 Juni 2020, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyebutkan, volume limbah medis infeksius di seluruh Indonesia hingga 8 Juni 2020 mencapai lebih dari 1.100 ton. Begitu yang dinyatakan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Rabu, 24 Juni 2020.

Baca juga: Buruknya Penanganan Sampah Medis Bisa Perparah Pandemi

 

Ilustrasi. Seorang aktivis OceansAsia memperlihatkan limbah masker medis di pesisir Hongkong. Foto: Facebook Oceans Asia

 

Angka itu belum bisa disebut total karena [saat itu] masih ada empat provinsi yang belum menyerahkan data total limbah medis yang terutama muncul selama pandemi COVID-19.

“Tapi terus kita kejar, sampai kemarin Lampung belum masuk akhirnya malam masuk. Kita akan kontrol lagi dan tindak lanjuti itu,” ujar Siti Nurbaya.

Dari angka sementara yang dilaporkan pemerintah daerah itu, tercatat limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 dari penanganan COVID-19 terbanyak berasal dari Region II yang berada di Pulau Jawa dengan sebanyak 478,18 ton.

Adapun pemerintah provinsi yang termasuk dalam Region II adalah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah melapor.

Sementara limbah B3 COVID-19 terbanyak kedua berasal dari Region III Bali Nusa Tenggara sebesar 200,36 ton dan disusul oleh Region IV yakni Kalimantan sebesar 168,76 ton.

Berikutnya adalah Region I Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung yang sudah melapor), jumlah limbahnya mencapai 147,62 ton.

Untuk Region V Sulawesi (semua sudah melapor) menghasilkan limbah B3 COVID-19 sebanyak 94,89 ton dan limbah B3 dari Region VI Maluku Papua (Maluku, Papua, Papua Barat yang sudah melapor) mencapai 18,73 ton.

Dari kajian yang sudah dilakukan, pemerintah menilai kapasitas pengelolaan limbah B3 secara termal dalam fasilitas pelayanan kelihatannya sudah bisa dipetakan. Yang masih tidak memiliki pengolahan limbah B3 berizin yaitu Sumatera Barat, Bengkulu, Kalimantan Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.

Sedangkan yang sudah ada jasa pengolahan limbah medis yaitu di Kepulauan Riau, Kalimantan Tim, Banten, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Limbah infeksius terkontaminasi organisme patogen dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.

Baca juga: Bagaimana Pengelolaan Limbah Penanganan Corona? Ini Aturannya

 

Limbah rumah tangga yang bercampur dengan limbah medis. Sampah dan limbah potensial sebagai pembawa infeksi mematikan. Foto: Adi Renaldi

 

Jika tidak dikelola dengan baik, limbah medis dari penanganan pasien dengan penyakit menular dikhawatirkan menjadi sumber penularan penyakit bagi orang-orang sekitar.

Dikarenakan limbah infeksius sangat berbahaya bagi setiap orang, pemusnahan limbah infeksius secara tepat dan benar sangat penting untuk memutus mata rantai penularan virus.

Untuk mengatasi itu, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah merilis Surat Edaran No. SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19.

Surat Edaran ini merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam melakukan penanganan tiga hal. Pertama, limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan Kesehatan. Kedua, limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga yang terdapat ODP. Ketiga, sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

Dalam penanganan limbah infeksius dan pengelolaan sampah rumah tangga dari penanganan COVID-19, dilakukan langkah-langkah penanganan sebagai berikut:

Pertama, untuk limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan Kesehatan. Yang perlu dilakukan ialah menyimpan limbah infeksius dalam kemasan yang tertutup paling lama 2 (dua) hari sejak dihasilkan.

Kemudian mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan Limbah B3. Untuk hal ini dibutuhkan fasilitas insinerator dengan suhu pembakaran minimal 800°C. Atau bisa juga autoclave yang dilengkapi dengan pencacah (shredder).

Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave lalu dikemas dan dilekati simbol “Beracun” dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 dan kemudian diserahkan kepada pengelola Limbah B3.

Kedua, limbah infeksius dari ODP yang berasal dari rumah tangga. Tahap penangannya dimulai dari mengumpulkan limbah infeksius berupa limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan dan baju pelindung diri. Lalu mengemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup.

Setelah itu mengangkut dan memusnahkan pada pengolahan Limbah B3; menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan limbah infeksius yang bersumber dari masyarakat, seperti limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan, baju pelindung diri, dikemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup yang bertuliskan “Limbah Infeksius”.

Kemudian petugas dari dinas yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup, kebersihan dan kesehatan melakukan pengambilan dari setiap sumber untuk diangkut ke lokasi pengumpulan yang telah ditentukan sebelum diserahkan ke pengolah Limbah B3.

 

 

 

 

Ketiga, pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Untuk hal ini yang paling mendasar ialah seluruh petugas kebersihan atau pengangkut sampah wajib dilengkapi dengan APD khususnya masker, sarung tangan dan safety shoes yang setiap hari harus disucihamakan.

Selain adanya arahan yang disampaikan baik dalam bentuk kebijakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun arahan teknis, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) juga telah diminta untuk membuat master plan serta rencana pengolahan sampah tersistem untuk limbah medis.

Dalam upaya mengurangi timbulan sampah masker, maka kepada masyarakat yang sehat dihimbau untuk menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari.

Kepada masyarakat yang sehat dan menggunakan masker sekali pakai (disposable mask) diharuskan untuk merobek, memotong atau menggunting masker tersebut dan dikemas rapi sebelum dibuang ke tempat sampah untuk menghindari penyalahgunaan. Dan pemerintah daerah menyiapkan tempat sampah/dropbox khusus masker di ruang publik.

Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal PSLB3 Nomor S-194/PSLB3/PLB.2/4/2020 tanggal 20 April 2020 perihal Pelaksanaan Pengelolaan Limbah B3 Medis dari Kegiatan Penanganan Covid-19 ditegaskan kembali kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi seluruh Indonesia, KLHK memerintahkan untuk terus memproses pelaporan dan pemutakhiran data timbulan (volume) dan pengelolaan limbah Covid-19 untuk tiap propinsi.

Dengan sedikit tambahan dalam petunjuk teknis, limbah medis rumah tangga dapat dikelola di fasilitas pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

 

Referensi:

[1] SE Menteri LHK No. SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19.

[2] SE Direktur Jenderal PSLB3 Nomor S-194/PSLB3/PLB.2/4/2020 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Limbah B3 Medis dari Kegiatan Penanganan Covid-19 kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi seluruh Indonesia.

[3] Siti Nurbaya: Limbah Medis Infeksius Covid-19 Capai 1.100 Ton, Tempo.co, 24 Juni 2020.

[4] Pengelolaan Limbah Infeksius COVID-19 jadi Persoalan Penting, Indonesia Baik, 19 Juli 2020

 

* Marlis Kwan,  penulis adalah Analist Fair Business for Environment. 

 

 

***

Jarum suntik, limbah medis yang terselip di dalam limbah rumah tangga di TPA. Foto: Adi Renaldi

 

 

Exit mobile version