Mongabay.co.id

Bahaya Mikroplastik di Pesisir Lamongan Diperlukan Solusi Penanganan

 

Bau sampah tidak menyurutkan semangat Oetari Kintan Prahasti melakukan kegiatan brand audit timbulan sampah di bibir pantai di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu (16/09/2020).

Bersama Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) dan komunitas pemuda peduli lingkungan Rumah Kreatif Mencorek, perempuan yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Cakrawala Surya Universitas Muhammadiyah Lamongan ini tekun memilah satu per satu bungkus plastik yang dihasilkan berbagai perusahaan ternama yang sering digunakan oleh warga sekitar.

“Ini baru pertama kali ikut kegiatan seperti ini, rasannya prihatin melihat sampah yang begitu menumpuk. Mirisnya lagi ini tidak jauh dari rumah saya,” ujar perempuan 19 tahun yang juga warga sekitar.

baca : Foto: Hari Laut Sedunia, Sampah Masih Penuhi Pesisir Utara Lamongan

 

Aktivis lingkungan melakukan pengambilan sampel untuk melihat kualitas air laut di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Rabu (16/09/2020). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Timbulan sampah yang mencemari bibir pantai utara laut Jawa itu juga membuatnya merasa sedih, sebab pemerintah setempat dirasa kurang memperhatikan permasalahan cukup lama yang terjadi di wilayahnya. Kata dia, di kawasan itu Tempat Pembuangan Sampah (TPS) memang ada. Tetapi itu pun tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomer 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Akibatnya, warga masih banyak yang membuang sampah sembarangan. “Laut jadi tercemar. Sekarang saja begini, jika tidak ditangani untuk anak cucu nanti bagaimana?,” katannya.

 

Timbunan Sampah Memprihatinkan

Untuk itu, lanjut dia, berikutnya komunitasnya akan melakukan kegiatan bersih-bersih pantai dan memberi edukasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai dan pantai. Karena timbunan sampah di pantai dan kegiatan pembakaran sampah di tepi sungai itu sangat memprihatinkan. Selain mengancam kelestarian ekosistem pesisir akibat kontaminasi mikroplastik, kata dia, buruknya pengelolaan sampah juga akan mengancam kesehatan manusia.

baca juga : Jejak Sampah di Destinasi Wisata Sembalun

 

Bersama komunitas pemuda peduli lingkungan, Ecoton melakukan brand audit timbulan sampah yang terjadi di Pantura Lamongan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sementara itu, peneliti mikroplastik Ecoton, Eka Clara Budiarti menjelaskan, hasil dari brand audit yang dilakukan tersebut didapatkan ada top tiga perusahaan yang menjadi penyumbang sampah plastik, yaitu Wings Group, Unilever dan Gamble Company.

Selain di kawasan PPN Brondong dan pantai Paciran, mereka juga melakukan kegiatan penyusuran timbulan sampah disekitar sungai sodetan Bengawan Solo, dimulai dari bendungan karet Sedayulawas hingga muara.

Hasil dari penyusuran selama tiga hari antara 15-17 September 2020, ditemukan 9 timbulan sampah kecil berukuran 1-2 m, hingga besar >5 m. Timbulan Sampah tersebut, kata Clara, didominasi jenis sampah plastik dan sachet. Sampah plastik yang 80 persen berasal dari sampah daratan atau sungai ini kemudian hanyut kedalam perairan menuju laut.

Timbulan sampah yang didominasi plastik yang terpapar matahari, terendam air dan mengalami perlakuan fisik secara alami berupa naik-turunnya air laut, katanya, bisa menyebabkan sampah plastik terurai menjadi serpihan-serpihan atau remah plastik berukuran mikro, yang biasa disebut dengan mikroplastik.

baca juga : Cerita Bank Sampah dari Pamekasan, Warga dan Lingkungan Terbantu

 

Peneliti Ecoton melakukan uji kualitas air laut di Pantura Lamongan. Kondisi Pantai Utara (Pantura) Lamongan sudah darurat karena terkontaminasi mikroplastik. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Direktur Ecoton, Prigi Arisandi menegaskan bahwa kondisi Pantai Utara (Pantura) Lamongan sudah darurat karena terkontaminasi mikroplastik. Dia menjelaskan, mikroplastik merupakan remah atau serpihan plastik berukuran <5 mm.

Sementara itu di alam, katannya, ada dua jenis mikroplastik, diantaranya yaitu mikroplastik primer yang dibuat dalam ukuran kecil oleh perusahaan, salah satunya adalah microbeads yang dicampurkan dalam pasta gigi, scrub, sabun cuci muka dan bahan kosmetik.

Jenis kedua yaitu mikroplastik sekunder yang berasal dari remahan plastik berukuran besar. Contohnya kesek, sedotan, sachet, botol sekali pakai, dan styrofoam.

 

Hasil dari brand audit yang dilakukan aktivis lingkungan ini mendapatkan ada top tiga perusahaan yang menjadi penyumbang sampah plastik, yaitu Wings Group, Unilever dan Gamble Company. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Prinsip Pikul Bareng

Fenomena ini terjadi, menurut Prigi, akibat pengelolaan sampah yang kurang tepat dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan. Buruknya manajemen pengelolaan sampah berupa pembuangan sampah di Bantaran sungai, pesisir dan perairan menjadi penyebab utama kontaminasi mikroplastik di perairan dan perikanan.

Sampah plastik yang ditimbun di tepi sungai, pantai dan di perairan pesisir tersebut menjadi sumber pencemaran mikroplastik di ekosistem perairan Pantura Lamongan. Jika tidak dikendalikan maka kedepan, katanya, akan menjadi ancaman serius potensi perikanan Pantura Jawa.

Untuk itu Pemkab Lamongan perlu mengupayakan untuk menyediakan sarana kontainer sampah residu yang tidak bisa di daur ulang seperti sachet dan tas kresek. Dia juga mendorong pemerintah untuk membangun tempat pembuatan sementara 3R (Reduce, Reuse dan Receycle).

 

Warga membuang sampah di tepi sungai sodetan Bengawan Solo. Timbunan sampah di pantai dan kegiatan pembakaran sampah di tepi sungai tersebut memprihatinkan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Selain itu, Ecoton, Rumah Kreatif Mencorek dan Cakrawala Surya, juga mendesak Pemkab Lamongan untuk menerapkan Zero Waste, sebuah pendekatan pengelolaan sampah partisipatif dengan prinsip “PIKUL BARENG” (PIlah sampah dari rumah, KUrangi sampah plastik sekali pakai, -ayani pengangkutan dan pengolahan sampah , Batasi timbulan sampah residu, Anggaran memadai untuk edukasi dan sarana pengelolaan sampah berkelanjutan, REkayasa desain kemasan ramah lingkungan).

Sementara, Wais Al Qorni Koordinator riset dan pengembangan kreatifitas Rumah Kreatif Mencorek mengatakan, akan melaporkan temuan ini kepada pemerintah untuk mendapatkan solusi. “Kami akan mengadukan temuan ini kepada Bupati Lamongan, Gubernur Jawa Timur dan Menteri Perikanan dan Kelautan agar segera membersihkan pantai Lamongan dari timbulan sampah,” katannya.

Selain itu, mendorong pemerintah untuk menyediakan sarana penunjang pengelolaan sampah agar masyarakat tidak membuang sampah ke sungai dan ke pantai.

 

Aktivis Lingkungan membentangkan poster sebagai bentuk keprihatinannya melihat tumpukan sampah yang terjadi di Pantura Lamongan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version