Mongabay.co.id

Begini Warga Kampung Sanegi Kelola Lahan Gambut

 

 

 

 

Pertengahan Agustus lalu, saya mengunjungi Kampung Sanegi, Distrik Animba, Merauke, Papua. Ini sebuah kampung di sekitar Kali Kumb, sebagian wilayah lahan gambut. Badan Restorasi Gambut (BRG) masuk mendampingi warga mengelola lahan gambut seluas 15 hektar dengan tanam sagu dan beragam tanaman lain.

Natalis Basikbasik, Kepala Kampung Sanegi, bilang, mereka mendapatkan bantuan BRG. Dalam menanam, katanya, setiap lubang ditandai dengan bikin ajir (alat penyangga tanaman) dengan bagian atas berlilit kain putih. Di bawah ajir dibuat lubang buat anakan sagu.

Basikbasik bilang, ajir itu untuk penopang tanaman sagu agar tak roboh. Ada sekitar 26 ribuan bibit sagu yang akan mereka tanam. Saat penanaman, perdana beberapa waktu lalu, bersama Dinas Pertanian, Hotikultra dan Perkebunan.

“Kami pilih lokasi dekat lapangan bola agar gampang warga sekitar memantau hasil tanaman sagu,” katanya.

Basikbasik menyebut, lokasi ini tepat karena ada padang rumput agak tebal, kemudian dibersihkan dan ditanami sagu. Dia bilang, areal ini dalam bahasa asli disebut hom (rawa). Kala musim panas membuat ilalang mudah terbakar.

Lahan di Sanegi, begitu subur. Warga banyak bertani, ada juga berburu binatang seperti, babi, rusa, kanguru dan tangkap ikan di kali.

Potensi alam lain di Sanegi, katanya, ada kelapa, sukun, karet, nenas, sagu, pisang, dan tanaman lain.

Basikbasik bilang, BRG mulai mendorong warga menanam petatas, ubi, ketela pohon, kacang panjang, daun ubi serta sayuran lain pada setiap lahan mereka.

Hutan Sanegi kebanyakan jenis kayu asli dengan nama lokal pira atau jenis kayu kadara atau tifa. Jensi kayu ini, sangat cocok berdampingan dengan sagu yang tumbuh di sekitar Sanegi.

 

Situasi Kampung Sanegi, Distrik Animha, Merauke, saat warganya menanam ratusan sagu. Foto. Agapitus Batbual/Mongabay Indonesia

 

Amandus Gebze, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kampung Sanegi senang banyak tanam sagu.

Dia bilang, umumnya daratan Sanegi cocok ditanami sagu. Dalam totem marga Mahuze, mereka sangat mensakralkan dan menghormati tanaman dengan sari bisa bertahan beberapa bulan ini.

Di bawah sagu bisa ditanami tanaman lain, seperi kacang panjang, sawi, terung, kol dan ketela pohon. Ada juga

keladi, kombili.

Di halaman rumah masing-masing warga juga ada beragam tanaman, seperti nangka, kelapa, dan karet serta sagu.

Monika Kuwok, Kepala Distrik Animha bilang, semua kampung di sepanjang Kali Kumb, kaya potensi perikanan seperti ikan kakap, dan mujair.

Banyak orang luar datang dengan kendaraan berisi kotak pendingin untuk beli ikan warga. Mereka menjadi pengepul ikan tangkapan warga lalu jual di Pasar Wamanggu dan Mopah.

Beberapa kampung dialiri Kali Kumb seperti Kampung Wayau, Wapeko, Wayau, Baad, Kaiza dan Sanegi.

Kuwok bilang, penanaman sagu di Sanegi terbilang baru sekaligus program merestorasi gambut. ”Demi anak cucu ke depan dan jadi makanan pokok.”

Pemilihan lokasi tanam sagu itu, katanya, selain mudah pemantauan juga kalau terjadi kebakaran tak jauh dari waduk, sebagai sumber air pemadaman.

Kowok bilang, Sanegi bagus ada tanam sagu karena sering terjadi kebakaran dan banyak lahan tak produktif. Bila panas terik, gampang saja lahan di Merauke terbakar karena tumbuh rumput rawa (hom).

Kondisi lahan, katanya, perlu diperbaiki dengan menanam sagu sesuai adat orang Marind.

Kuwok berharap, warga Sanegi tekun merawat tanaman. Tanaman ini, katanya, tingkat kesakralan tinggi hingga warga tak sembarang memperlakukan sagu.

 

Lahan sagu di Kampung Sanegi Foto: Agapitus Batbual/Mongabay Indonesia

 

Bagi orang Marind, merawat sagu sama dengan merawat diri mereka sendiri. Tanaman ini tergolong sakral karena berhubungan dengan leluhur dan Tuhan.

Pemerintah Merauke, katanya, akan memberi bantuan seperti mesin parut sagu . “Asal rajin merawat sagu.”

Dia menaruh harapan, Sanegi bisa mencontoh Kampung Tambat, setelah mendapat bantuan satu mesin parut mereka bisa menjual hasil ke berbagai daerah.

Kuwok melihat segala potensi alam ada di Sanegi, misal, beragam sayuran bergizi dan sumber protein dari daging dan ikan di kali.

Ratna Laoce, Kepala Dinas Tanaman Pangan Holitikultra dan Perkebunan Merauke, mengatakan, pengolahan lahan gambut sudah mulai di beberapa kampung di Merauke, seperti 40 hektar di Kampung Harapan Makmur, Kampung Jaya Makmur untuk padi sawah seluas 30 hektar. Kampung Kaliki dengan sagu seluas 10 hektar.

Dia bilang, kegiatan ini penting untuk memelihara lahan gambut, merestorasi gambut jangan sampai terbakar lagi. Ia juga bermanfaat bagi warga sekitar gambut. Restorasi lahan gambut, katanya, atas kesepakatan warga Sanegi.

HBL Tobing, Asisten II Pemerintah Merauke, bilang, kondisi lahan Sanegi cocok untuk menanam sagu. Posisi Sanegi juga strategis karenaa ada di tengah aliran Kumb.

Tanaman sagu, katanya, juga bahan makanan adat bagi warga. Jadi, bagus sekali pakai sistem per marga. Setiap orang harus menjaga tanaman sampai bisa diambil sarinya.

Tobing bilang, lahan gambut di Merauke masih luas sekitar 11.570 hektar. “Sangat bagus bila didampingi beberapa orang dari BRG. Mereka sangat menolong warga Sanegi.”

Dinas Tanaman Pangan Holtikura dan Perkebunan, katanya, pasti akan membantu. Terpenting, katanya, lahan jangan sampai terlantar atau tak produktif. Dia mengajak warga Sanegi memanfaatkan lahan tidur agar berguna.

Selain tanam sagu, katanya, warga bisa tumpang sari dengan tanaman lain seperti ubi, petatas , jagung. keladi, dan kombili.

“Jangan kita hanya bisa mengkonsumsi beras saja, tanaman lain perlu, Ubi kayu, jagung, keladi mesti jadi perhatian masyarakat lokal. Peran kepala kampung, tokoh masyarakat, tokoj perempuan penting.”

Di Merauke, katanya, sudah ada usaha sagu terkenal di Kampung Tambat. “Silakan melihat cara mengolahnya, hingga pengemasan.”

 

 

Keterangan foto utama: HBL Tobing, Asisten II Setda Merauke mewakili Pemda Merauke (paling kiri) bersama Kepala Dinas Pertanian Holtikultura dan dan Perkebunan Merauke usai menanam sagu. Foto: Agapitus Batbual/Mongabay Indonesia

Warga Kampung Sanegi Foto. Agapitus Batbual/Mongabay Indonesia
Ajir, sebagai penyangga tanaman sagu Foto: Agapitus Batbual/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version