Mongabay.co.id

Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia

 

Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) untuk pemanfaatan ikan Sidat (Anguilla Spp.) akhirnya disusun oleh Pemerintah Indonesia. Penyusunan dokumen tersebut dipimpin langsung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan mempertimbangkan ancaman kepunahan yang sedang dihadapi ikan tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini mengatakan, Sidat termasuk salah satu produk perikanan yang memiliki nilai tinggi, baik di pasar domestik maupun pasar ekspor. Popularitas yang terus meningkat itu, menyebabkan permintaan terus naik dari waktu ke waktu.

Akibatnya, kondisi perikanan Sidat secara global saat ini mulai memperlihatkan tren penurunan. Terutama, Sidat yang berasal dari jenis Eropa (Anguilla Anguilla) dan Sidat jenis Jepang (Anguilla Japonica).

“Penurunan tersebut mendorong konsumen untuk mencari sumber baru Sidat di kawasan tropis, terutama Indonesia,” jelas dia akhir pekan lalu di Jakarta.

Peran besar yang mulai dipegang Indonesia sekarang, harus diwaspadai dengan baik oleh para pemegang kebijakan dan pemangku kepentingan. Pasalnya, permintaan ekspor Sidat yang tinggi menyebabkan penangkapan berlebih komoditas Sidat di Indonesia.

Padahal, dengan status yang dipegang Indonesia saat ini sebagai negara eksportir Sidat kesepuluh dunia dengan kualitas terbaik, permintaan dipastikan akan lebih besar lagi di kemudian hari. Jika tidak diantisipasi, maka Sidat dari Indonesia akan terancam mengalami kepunahan.

baca : Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia

 

ikan Sidat (Anguilla spp.) yang tidak begitu populer di Indonesia, tapi diminati dan jadi kuliner lokal favorit di Jepang bernama Unagi. Foto : foodtribute/Mongabay Indonesia

 

Kondisi tersebut sudah lebih dulu dirasakan oleh Sidat dari jenis Eropa yang sudah masuk dalam kelompok daftar Apendiks II konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam (CITES).

“Pemanfaatan Sidat di Indonesia terbagi atas penangkapan benih untuk kebutuhan budi daya dan penangkapan dewasa untuk konsumsi,” jelas dia.

Dengan fakta tersebut, maka RPP mutlak diperlukan untuk mengawal pemanfaatan Sidat secara benar dan berkelanjutan. Terlebih, Sidat adalah ikan yang masuk spesies katadromus, yaitu jenis ikan yang melakukan pemijahan di laut dan pembesaran di perairan darat.

Zaini mengatakan, RPP Sidat yang sedang disusun oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP tersebut akan ditetapkan sebagai pedoman bagi seluruh pihak terkait dalam melaksanakan pengelolaan Sidat di seluruh wilayah Indonesia.

 

Berkelanjutan

Tentang RPP Sidat, dia menyebut bahwa penyusunannya menjadi amanat dari Undang-Undang Dasar 1945, terutama berkaitan dengan komoditas yang memiliki nilai ekonomi penting. Berdasarkan landasan tersebut, sumber daya ikan diharapkan bisa dikelola dengan baik dan bermanfaat banyak.

“Tujuannya agar bisa dikelola dengan sebaik-baiknya dan memberikan manfaat sebesar-besarnya dengan tetap mengedepankan kelestarian sumber daya ikan itu sendiri,” tutur dia.

Dalam menyusun RPP, Pemerintah menjaring banyak informasi dari pemangku kepentingan ataupun pemegang kebijakan di seluruh Indonesia. Dalam penjaringan informasi yang dilakukan secara daring, Pemerintah mendapatkan masukan dari banyak daerah di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan.

Namun, dari semua daerah tersebut, DI Yogyakarta mengajukan usulan untuk tidak melaksanakan penangkapan Sidat pada hari tertentu merujuk pada penanggalan kalender Hijriah, bukan Masehi. Hari yang dilarang tersebut, secara spesifik adalah setiap 27 dan 28 Hijriah.

Selain itu, nelayan di Pantai Baron, Kabupaten Gunung Kidul juga bersedia untuk tidak menangkap ikan Sidat jenis Anguilla Marmorata dengan ukuran lebih dari 5 kilogram dan Anguilla Bicolor color lebih dari 2 kg. Dengan demikian, nelayan setempat sudah menyepakati isi dari RPP Sidat yang sedang disusun.

baca juga : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia

 

Benih ikan sidat yang diambil dari maura Sungai Cumandiri, Sukabumi, Jabar. Foto : WWF-Indonesia/Faridz Fachri/Mongabay Indonesia

 

Menurut Zaini, kegiatan penjaringan informasi atau uji petik RPP yang dilakukan secara daring bertujuan untuk mendapatkan masukan atau informasi terkini yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan Sidat di seluruh wilayah Indonesia.

“Kegiatan ini juga melibatkan para pakar perikanan Sidat, maupun juga pemangku kebijakan,” tegas dia.

Khusus untuk RPP Sidat, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda menjelaskan bahwa terdapat tujuh strategi pengelolan yang akan dituangkan dalam RPP. Ketujuhnya adalah adalah sumber daya perikanan Sidat, lingkungan sumber daya Sidat, teknologi penangkapan Sidat, sosial, ekonomi, tata kelola, dan pemangku kepentingan.

Menurut Trian, setelah RPP ditetapkan nantinya diharapkan bisa menjadi acuan operasionalisasi lembaga pengelola perikanan yang ada di wilayah pengelolaan perikanan Negara RI (WPP-NRI). Adapun, saat ini terdapat 11 WPP NRI yang diharapkan bisa bersinergi dengan RPP Sidat.

“Saya harap RPP bisa menjadi kebijakan yang tepat dan optimal pemanfaatannya dari segi sumber daya ikan, sosial ekonomi dan lingkungan, serta memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan,” pungkas dia.

perlu dibaca : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi

 

Penangkapan benih ikan sidat oleh nelayan di perairan Sukabumi, Jawa Barat, pada Mei 2018. Foto : WWF-Indonsia/Faridz Fachri/Mongabay Indonesia

 

Pedoman

Sebelumnya, National Project Manager iFish FAO Toufik Alansar menjelaskan, penyusunan RPP untuk Sidat memang mendesak untuk dilaksanakan, karena akan mendorong pengelolaan Sidat berjalan lebih baik lagi dan berkelanjutan. Selain itu, juga supaya perikanan Sidat bisa terus bermanfaat secara ekonomi dan lestari untuk masyarakat.

Menurut Toufik, di dalam dokumen perencanaan pengelolaan ikan dengan tinggi tersebut, berisi arahan dalam pengelolaan perikanan Sidat yang bertanggung jawab. Adapun, penyusunan RPP memperhatikan prinsip-prinsip ekologi, biologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan yang mengedepankan kearifan lokal. Untuk perencanaan pengelolaan, disusun bersama dengan seluruh pemangku kepentingan.

Kepala Seksi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Perairan Darat KKP Dony Armanto menambahkan, RPP adalah kesepakatan yang dibuat antara Pemerintah Pusat maupun daerah, pelaku usaha, nelayan, pembudi daya, peneliti, akademisi, dan pemerhati lingkungan. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk membangun pengelolaan perikanan Sidat Indonesia bertanggung jawab dan lestari.

Adapun, RPP akan berlaku secara nasional jika dokumennya sudah final untuk kemudian disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, dengan maksud agar dokumen tersebut bisa menjadi acuan dalam mengelola perikanan Sidat secara bertanggung jawab. Mengingat akan menjadi acuan, maka RPP harus bisa mewakili seluruh elemen dan kepentingan dalam pengelolaan perikanan Sidat.

Dony menjelaskan, sebelumnya sudah ada RPP perikanan Sidat di Indonesia, namun wilayah pemantauannya hanya fokus di sepanjang pantai Selatan Jawa. Padahal, potensi Sidat sudah ada di berbagai provinsi, seperti Poso (Sulawesi Tengah), Bengkulu, Aceh, Lampung, dan Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara).

 

ikan sidat panggang (kabayaki). Foto : PT Iroha Sidat Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Salah satu contoh penerapan RPP Sidat di masa mendatang, kata dia, adalah dengan membangun sistem pemantauan dan pendataan hasil tangkapan perikanan Sidat Indonesia, membangun kawasan perlindungan, serta penerapan hukum terkait aturan dalam penangkapan dan perdagangan Sidat. Penerapan tersebut, akan memperkuat posisi Indonesia di pasar Sidat internasional.

Hal itu, karena saat ini Indonesia menjadi salah satu negara penghasil Sidat terbesar di dunia, khususnya jenis Anguilla bicolor dan Anguilla marmorata. Status tersebut bisa didapat, karena selama ini Indonesia menjadi salah satu eksportir utama Sidat ke Jepang, dan selalu berhasil memenuhi permintaan dari negara tersebut.

Diketahui, ikan Sidat (Anguilla spp.) hingga saat ini masih terdengar asing di Indonesia. Ikan yang menyerupai belut sawah (Monopterus albus) itu bisa hidup di perairan air tawar dan asin itu, masih kalah populer dibandingkan jenis ikan lainnya di perairan Indonesia.

Di negeri Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan Taiwan, popularitas Sidat sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, khusus di Jepang, Sidat menjadi santapan favorit warganya dan dikenal dengan sebutan Unagi. Maka itu, tak heran jika orang Indonesia lebih mengenal sebutan Unagi ketimbang Sidat.

 

Exit mobile version