Mongabay.co.id

Program Lumbung Ikan Malut, Pemerintah Diminta Prioritaskan Nelayan Kecil

 

 

 

 

Potensi perikanan di Maluku Utara, begitu besar dengan persediaan ikan (standing stock) 1,035 juta ton per tahun, dan potensi lestari 517.000 ton per tahun. Provinsi ini terdiri dari 805 pulau, dengan luas wilayah 145.819 kilometer persegi atau sekitar 70% berupa laut.

Pemerintah Maluku Utara pun menggulirkan proyek mercusuar perikanan dengan jadikan provinsi ini sebagai lumbung ikan nasional (LIN) dengan mengusung konsep perikanan berkelanjutan.

“LIN Maluku Utara berbasis tiga komoditas unggulan, yaitu, tuna cakalang dan tongkol, udang vaname dan rumput Laut,” kata Buyung Radjiloen, kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, pertengahan September lalu.

Setelah enam tahun ini, pemerintah pusat akan biayai kegiatan ini. Untuk alokasi anggaran, katanya, Pemerintah Malut masih menunggu arahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Untuk rencana program LIN di Maluku Utara sudah pernah kita usulkan dalam bentuk pengembangan kawasan dari hulu sampai hilir.”

Konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan dalam program ini, mengacu RPJMD 2020-2024 dan Perda Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-plau Kecil (RZWP3K) Malut.

Menurut dia, pengembangan kawasan sentra LIN tersusun berdasarkan pembagian kluster. Setiap klaster, katanya, akan dibangun sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT).

Di Malut, kata Buyung, akan dibangun empat SKPT. Pusat LIN, katanya, SKPT Morotai yang dibangun KKP dan sudah beroperasi. Tiga usulan lain, katanya, SKPT Sofifi, Bacan dan Sula.

Pengembangan SKPT ini, katanya, akan didorong melalui koneksitas antar wilayah dengan dukungan beberapa sentra usaha perikanan, seperti pelabuhan dan balai-balai budidaya ikan di kabupaten maupun kota di Malut.

“Program LIN ini juga akan kita dorong untuk peningkatan kapasitas sarana dan prasarana.”

Selain itu, kata Buyung, program ini juga mendorong penguatan sumber daya manusia bidang perikanan, antara lain, dengan pembangunan politeknik perikanan.

Untuk mendorong pengelolaan perikanan berkelanjutan, katanya, akan ada program konservasi dan peningkatan pengawasan sebagai pendukung program LIN Malut.

Saat ini, mereka menyusun target sebagai indikator sasaran pelaksanaan LIN, seperti target kontribusi ekonomi (PDRB), produksi, ekspor, nilai tukar nelayan (NTN) dan nilai tukar pembudidaya ikan (NTPI).

SKPT MOrotai. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Prioritaskan nelayan kecil

Thamrin Ismail, Direktur Lembaga Pesisir dan Lautan Kie Raha Malut meminta Pemerintah Malut, fokus pada pemberdayaan nelayan kecil.

Langkah pertama harus dilakukan, katanya, prioritas penguatan masyarakat wilayah pesisir hingga LIN tak jadi bencana di kemudian hari. Penyiapan itu, katanya, mulai dari armada, bongkar muat dan tata niaga.

“Kalau bicara SKPT, itu rujukan untuk membangun ke industrialnya. SKPT itu kepentingan membiayai industri. Kalau saya,   yang harus dipikirkan itu desa nelayan, mana yang harus dikuatkan dalam hal industri perikanan.”

“Misal, desa industri komoditas cakalang, julung dan lain-lain. Yang harus dipikirkan bagaimana membangun penguatan desa- desa berbasis komoditas perikanan tertentu,” katanya.

Selama ini, kata Thamrin, Malut belum punya daerah berbasis komoditas wilayah perikanan. Juga, kondisi nelayan kecil dengan daerah jelajah terbatas.

“Yang nyata di depan mata itu nelayan yang bekerja dengan fasilitas di bawah 30 GT. Itu masalah faktual di lapangan yang harus diperhatikan betul.”

Mereka ini, kata Thamrin, berada di ring paling bawah dengan daya jelajah terbatas. LIN itu, katanya, harus membahas serius persoalan ini. “Jangan SKPT saja.”

Dari alokasi anggaran LIN ini, katanya, mesti ada program pemberdayaan nelayan. “Buat apa ada LIN kalau nelayan kecil tidak sejahetera?”

Senada dengan Thamrin, Ketua Kelompok Nelayan Jaga Laha, Kelurahan Tafaga Pulau Moti, Kota Ternate meminta, pemerintah selalu memperhatikan nelayan kecil, seperti soal bantuan.

Dia berharap, dalam program ini pemerintah mengalokasikan bantuan alat tangkap dengan tepat sasaran. “Banyak bukti bantuan seharusnya kepada nelayan tetapi diberikan kepada kolega mereka meskipun bukan nelayan.”

 

***

Dalam rapat Komisi IV DPR mendukung penuh KKP untuk alokasi dana LIN. Rilis resmi KKP menyebutkan, DPR menyetujui usulan tambahan pagu alokasi anggaran 2021 sebesar Rp3,4 triliun. Dana ini untuk LIN Rp3,2 triliun, sisanya sarana-prasana program desa wisata bahari (Dewi Bahari) dan pengangkatan barang muatan kapal tenggelam (BMKT) pada 100 kawasan.

Saat kunjungan ke Maluku akhir Agustus lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menegaskan komitmen, mewujudkan Maluku dan Malut sebagai lumbung ikan nasional.

“Maluku gudangnya ikan. Saya memulai lumbung ikan nasional dengan gerakan langsung. Membangun tidak sekadar jargon tetapi membuktikan terjun langsung dengan kegiatan.”

 

 

Pasar Ikan Rum, Tidore Kepulauan. Maluku Utara, wilayah sentra perikanan di Indonesia. Pemerintah Malut punya program LIN. Berbagai kalangan meminta, agar program ini memprioritaskan nelayan kecil. Foto: Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia
Pedagang ikan di Malut. Malut, salah satu daerah sentra perikanan di Indonesia. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version