Mongabay.co.id

Burung Gosong, Si Penimbun Ulung dari Saobi

Gosong maluku atau momoa, burung endemik kerabat maleo. Foto: Paulo Alves/Burung Indonesia

 

 

 

 

Burung gosong, salah satu satwa penghuni Cagar Alam Pulau Saobi, Kepulauan Kangayan, Sumenep, Jawa Timur. Dengan tubuh lebih kecil dari ayam kampung, fauna ini memiliki sarang tanah bisa setinggi orang dewasa.

Siti Ali, warga Desa Saobi bilang, terkadang burung itu berbaur dengan ayam-ayam di halaman. Rumah Siti tepat berada di pinggiran Cagar Alam Saobi, Desa Saobi, Kecamatan Kangayan, Sumenep.

Siti cerita, ukuran gosong lebih kecil dari ayam kampung, tetapi telur lebih besar. Dia bilang, telur gosong sebesar telur angsa.

Sayangnya, kata Siti, telur burung itu kerap dicuri orang-orang tidak bertanggung jawab dan dijual Rp10.000.

Dia bilang, sarang gosong mudah dikenali karena berbentuk gundukan tanah. Telur burung berada dalam gundukan tanah yang bisa setinggi orang dewasa.

Sarang gosong dibuat untuk bertahun-tahun. Kadang, beberapa pasangan pakai sarang sama, saling membantu mengais dan mengumpulkan daun baru, ranting, dan kayu kering dengan kaki.

Telur diinkubasi pada sarang atau gundukan tanah kokoh yang terbuat dari vegetasi kering yang membusuk.

Betina membuat terowongan ke puncak gundukan dan meletakkan telur yang berwarna merah jambu dalam gundukan yang sekaligus sarangnya itu.

Sesudah 70 hari, burung muda lengkap dengan bulu akan menetas dan langsung dapat terbang.

 

Sarang burung gosong. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Burung bernama latin Megapodius reinwardtii ini berukuran tubuh sekitar 35 cm, berwana coklat keabu-abuan dengan muka kemerahan. Ada sedikit jambul pendek di kepala. Warna tubuh bagian atas coklat tersamar, tubuh bagian bawah keabu-abuan, bagian leher dan kepala berwarna gelap.

Kalau masih muda, bulu belang-belang dan bergaris coklat gelap. Paruh berwarna kuning dengan bagian atas gelap. Kaki berwarna jingga.

Dalam buku berjudul “Beberapa Jenis Satwa Liar Dilindungi Undang-undang di Indonesia” terbitan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur menerangkan, soal sifat burung ini. Gosong hidup soliter atau berpasangan, berjalan cepat di tanah, semak-semak, dan hutan mangrove.

Ia mengais-ngais permukaan tanah untuk mendapatkan serangga. Bila terganggu, ia akan lari atau terbang rendah di atas tanah. Burung ini bertengger di pohon-pohon pada malam hari. Pada malam hari mengeluarkan ratapan aneh dan kadang cegukan rendah.

Taufik, penjaga Cagar Alam Saobi, bilang, setiap hari patroli untuk dalam cagar alam. Namun dia tak tahu berapa banyak populasi gosong di Saobi. Meskipun begitu, dia perkirakan sekitar 74 sarang berhasil teridentifikasi.

Selama ini, katanya, ada beberapa pencuri telur. Kalau yang mencuri telur hanya satu-dua kali, dia beri teguran dan selesaikan secara kekeluargaan. Kalau nanti pencuri ini berulang kali beraksi, dia akan gunakan langkah hukum.

Gosong tidak bertelur setiap hari. Taufiqurrahman bilang, gosong, hanya bertelur dua minggu sekali, biasa setiap air laut surut. Biasa bertelur di musim penghujan, sejak Desember sampai Mei.

Dia bilang, gosong akan pingsan usai bertelur, salah satu penyebab, telur besar padahal badan kecil. Ia tidak mengerami telur, tetapi dibiarkan dalam gundukan tanah.

“Setiap saat mau bertelur, ia sarang ditimbun terus menerus, maka lama kelamaan makin tinggi,” katanya, di Posko Cagar Alam Saobi, Dusun Bacenassem, Desa Saobi, Kangayan, Agustus lalu.

Di cagar alam, setiap hari, gosong biasa terlihat kala sore hari.

Untuk mengetahui jenis kelamin gosong adalah ukurannya. Gosong betina ukuran relatif lebih kecil. Ciri-ciri fisik lainkatanya, semua nyaris sama.

Sayangnya, di Cagar Alam Saobi tak dapat penangkaran untuk burung ini. Taufiq bilang, seandainya di sana ada penangkaran atau tentu bagus, bisa lebih menjaga keberlangsungan kelestarian gosong.

Didik Sutrisno, penyuluh Kehutanan Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) IV Pamekasan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, mengatakan, sejatinya tahun ini ada semacam program pengadaan tempat penetasan unggas (hatchery) di Cagar Alam Saobi, Hanya saja karena ada wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) anggaran dialihkan. Kemungkinan, katanya, dianggarkan pada 2021.

Hatchery adalah rumah penetasan telur unggas. BKSDA SKW IV Pamekasan akan membuat hatchery dalam Cagar Alam Saobi.

“Nanti, telur-telur gosong yang terancam kita pindah ke rumah itu biar menetas secara alami. Harusnya seperti itu, tapi tidak bisa direalissasikan karena ada perubahan anggaran karena COVID,” katanya.

Didik bilang, saat ini fokus masalah pengamanan. Di Saobi, ada lima penjaga cagar, satu PNS, selebihnya mitra Polhut. Menurut dia, Cagar Alam Saobi akan jadi repsentasi habitat gosong di alam, dan jadi satwa prioritas.

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Ini gosong Maluku atau momoa, burung endemik kerabat maleo. Burung gosong dari Saobi juga satu kerabat dengan momoa.  Foto: Paulo Alves/Burung Indonesia

 

Burung gosong di Pulau Saobi. Sayangnya, tak terlihat jelas karena foto diambil dari kejauhan. Foto: BKSDA SKW IV Pamekasan

 

 

Exit mobile version