Mongabay.co.id

Akhirnya Petugas Setop Tambang Ilegal di Hutan Lindung Remu

 

 

 

 

Setelah bertahun-tahun beroperasi, akhirnya petugas gabungan penertiban tambang ilegal menyetop penambangan ilegal galian C di Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, Papua Barat, 24 September lalu. Mereka mengamankan sejumlah alat berat dan alat transportasi serta memeriksa 57 operator di lapangan.

Leonardo Gultom, Kepala Balai Gakkum KLHK Maluku-Papua, yang memimpin operasi penghentian tambang ilegal mengatakan, operasi gabungan ini, merespon pengaduan masyarakat atas penambangan ilegal galian C di Hutan Lindung Remu, Kota Sorong. Aksi pertambangan ini, katanya, mengakibatkan wilayah resapan air hilang hingga meningkatkan risiko bencana. Dampak penambangan ilegal ini, katanya, menyebabkan banjir dan tanah longsor.

Tim operasi gabungan ini terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Maluku-Papua, bersama Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan. Juga, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Papua Barat, Denpom XVII/1 Sorong, Satuan Batalion B Pelopor Sat Brimob Polda Papua Barat, dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) II Sorong.

 

Tim operasi gabungan penertiban tambang ilegal menghentikan penambangan ilegal galian C di dalam kawasan Hutan Llindung Remu, Kota Sorong. Sudah bertahun-tahun kawasan ini dikeruk untuk dijual bahan galiannya. Operasi gabungan ini, merespon pengaduan masyarakat atas penambangan ilegal galian C di Hutan Lindung Remu, Kota Sorong.  Foto: Balai Penegakan Hukum Papua-Maluku, KLHK

 

Runaweri D, Dinas Kehutanan Papua Barat, mengatakan, penambangan ilegal sudah bertahun-tahun hingga merusak tutupan hutan dan merugikan kelestarian alam. Lokasi penambangan ilegal ini, katanya, dalam hutan lindung .

Senada dikatakan abdul Latief Suaeri, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Papua Barat. Dia menyatakan, dampak penambangan ilegal merusak lingkungan Kota Sorong. Banjir dan tanah longsor, katanya, bukti ada kerusakan ekologis di Sorong.

“Penegakan hukum lingkungan mutlak untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat dan sekaligus menjadi alat pemerintah menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup,”katanya dalam keterangan kepada media.

Radio Riho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK, di Jakarta mengatakan, kejahatan penambangan ilegal dan perusakan kawasan hutan harus ditindak tegas. “ Pelakunya dihukum seberat-beratnya.”

Dampak dari kejahatan ini, katanya, jelas sekali merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat, serta merugikan negara. “Harus kita hentikan sekelompok orang yang melakukan kejahatan untuk memperkaya diri mereka dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat serta merugikan negara.”

Para pelaku, kata Roy, biasa disapa, akan ditindak dengan pidana berlapis baik UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) maupun UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Operasi penegakan hukum, katanya, jadi peringatan bagi pelaku kejahatan sumber daya alam. “Kami tidak akan membiarkan kejahatan ataupun kegiatan ilegal bentuk apapun dalam kawasan hutan.”

Pada Juli lalu, Sorong alami banjir dan longsor, tiga orang meninggal dunia. Dalam kejadian itu, galian C di Sorong disebut sebagai penyebab hingga menghabisi wilayah-wilayah resapan air.

Wali Kota Sorong Lambert Jitmau mengatakan, tak pernah mengeluarkan izin pengelolaan tambang galian C. Kondisi lapangan, hampir sebagian besar daerah pegunungan yang merupakan hutan lindung rusak oleh para pengusaha galian C.

Izin galian C itu, katanya, keluar dari Pemerintah Papua Barat. Dia sudah meminta agar studi kelayakan sebelum izin pertambangan keluar.

Nicodemus Wamafma, Juru Kampanye Hutan Papua mengapresiasi langkah tegas atas penambangan galian C di hutan lindung Remu oleh Balai Penegakan Hukum dan tim.

Dia berharap, tindakan ini mampu memberikan efek jera bagi pelaku penambangan ilegal khusus di Kota Sorong dan Papua Barat. Tindakan mereka, katanya, memberikan dampak hilang nyawa manusia dan kerugian harta benda besar, serta kerusakan hutan lindung. Hutan ini, katanya, pelindung dan penyangga kehidupan masyarakat di Kota Sorong.

 

Petugas menyita alat berat dan menyetop tambang galian C di Hutan Lindung di Kota Sorong. Foto: Balai Penegakan Hukum WIlayah Papua-Maluku, KLHK

 

Nicodemus bilang, penambangan ilegal di Sorong ini bukanlah yang pertama. Dia menyarankan, hal terpenting adalah sinkronisasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang terintegrasi dengan perencanaan sektor-sektor lain terkait fungsi dan pola ruang. Dengan begitu, kataya, perencanaan dan beban pembangunan dalam kota tak tumpang tindih dan bisa ada rencana teratur.

Selain itu, katanya, proses perizinan berbasis lahan harus sesuai mekanisme yang baik dan benar, transparan dan akuntabel. Dengan begitu, katanya, bisa bebas dari berbagai kepentingan.

Kemudian, katanya, perlu membangun komunikasi dan koordinasi lintas pemerintah dan lintas sektor hingga permasalahan seperti penambangan ilegal, sampah dan drainase kota maupun masalah pembangunan dan pelayanan publik lain bisa segera selesai.

Pemerintah Sorong, katanya, harus menjamin hak warga Sorong, seperti hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Dia menyatakan, beberapa hal perlu dilakukan oleh Kota Sorong. Pertama, berkoordinasi dengan Pemerintah Papua Barat dan sektor terkait memastikan RTRW Kota Sorong sesuai atau sinkron dengan RTRWP Papua Barat dan sektor terkait. Kedua, kaji ulang izin-izin yang dikeluarkan dan penataan izin bermasalah atau yang akan berdampak terhadap lingkungan dan sosial masyarakat.

Ketiga, penegakan hukum tegas tanpa pandang bulu terhadap Semua bentuk pembangunan dan pertambangan yang tak sesuai RTRW Kota Sorong dan tidak berizin atau ilegal.

Dengan langkah-langkah itu, katanya, pelanggaran terhadap tata ruang ataupun perizinan berbasis lahan yang tak tepat dan permasalahan banjir yang masih terus melanda kota Sorong dapat perlahan-lahan ditangani.

 

Keterangan foto utama: Bertahun-tahun bukit yang masuk hutan lindung di Kota Sorong ini dikeruk. Akhir September lalu petugas gabungan menyetop operasi tambang galian C ini. Foto: Balai Penegakan Hukum Wilayah Papua-Maluku, KLHK

Exit mobile version