Mongabay.co.id

Pembangunan PLTA Jambo Aye di Hutan Leuser Masih Bermasalah

 

 

Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga air [PLTA] di Provinsi Aceh terus menggema.

Satu bendungan yang tengah dipersiapkan pembangunannya adalah PLTA Jambo Aye berkapasitas 106 megawatt [MW]. Lokasinya, di Desa Sarah Raja, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur.

Hasil overlay menunjukkan, bendungan ini berada di koordinat 4°45’23.19” Lintang Utara dan 97°24’10.12” Bentang Timur. Tepatnya jauh di dalam hutan produksi yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser [KEL], hutan yang merupakan habitat gajah, harimau, orangutan, dan badak sumatera.

Pemerintah Indonesia masih mencari investor untuk pembangunan PLTA Jambo Aye, yang pada 2018, tercatat telah ditawarkan kepada investor dari Korea Selatan dan China.

Baca: Cerita Masyarakat Lesten, Tidak Rela Desanya Ditenggelamkan Proyek PLTA Tampur

 

Hutan Leuser yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan merupakan habitat satwa liar seperti gajah, orangutan, harimau, dan badak sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Bermasalah

Dalam rencana pembangunannya, terjadi permasalahan karena Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Aceh mengeluarkan Surat Nomor 671.23/DPMPTSP/3571/REK/2019, tanggal 22 November 2019. Isinya, rekomendasi pembangunan PLTA Jambo Aye di Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur untuk PT. Aceh Power Energy Abadi. Sementara, di lain pihak PT. Daya Prima Mega Utama telah mengantongi izin prinsip sejak 2014 dan beberapa kali diperpanjang.

Sebelumnya, PT. Daya Prima Mega Utama telah mendapatkan izin prinsip pembangunan PLTA Jambo Aye dari Gubernur Aceh, dengan surat Nomor: 671/9990 tertanggal 20 Maret 2014 dan telah diperpanjang.

Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Banda Aceh memutuskan perkara tersebut dimenangkan PT. Daya Prima Mega Utama. Majelis Hakim PTUN membacakan putusannya pada 2 Juli 2020, dengan mengharuskan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu mencabut surat rekomendasinya.

Baca: Alasan Listrik, PLTA akan Dibangun di Sungai Alas-Singkil 

 

Orangutan sumatera merupakan satwa yang hidup di hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah Aceh yang diwakili penasehat hukum dari Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh, dalam pembelaannya mengatakan, PT. Daya Prima Mega Utama mendapatkan perpanjangan rekomendasi ke tiga dari Gubernur Aceh pada tanggal 15 Juli 2016. Masa berlakunya, hanya satu tahun atau hingga 15 Juli 2017.

“PT. Daya Prima Mega Utara pada 22 Mei 2017 kembali mengajukan permohonan perpanjangan rekomendasi ke empat. Namun, permohonan itu tidak bisa diproses karena tidak melampirkan rekomendasi Bupati Aceh Utara, Bupati Aceh Timur, dan Bupati Bener Meriah sebagai syarat perpanjangan rekomendasi,” ujar Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh, Amrizal J Prang, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [17/10/2020].

Amrizal mengatakan, PT. Daya Prima Utama baru mendapatkan rekomendasi Bupati Aceh Utara tanggal 7 Januari 2019, dari Bupati Aceh Timur [22 Juli 2019], dan Bupati Bener Meriah Nomor: 750/72, tanggal 6 Juni 2017.

Baca: Pembangunan PLTA di Aceh, Kajian Potensi Gempa dan Analisis Lingkungan Prioritas Utama

 

Desa Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, wilayah yang sebelumnya direncanakan akan ditenggelamkan untuk kepentingan proyek PLTA Tampur. Namun, rencana tersebut tidak terwujud karena dibatalkan pengadilan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan informasi dari berkas gugatan ke PTUN Banda Aceh, PT. Daya Prima Mega Utama selain melengkapi persyaratan perizinan dan perpanjangan izin prinsip, pekerjaan PLTA Jambo Aye juga telah sampai tahap penyusunan kerangka acuan [KA] perencanaan. Juga, penyusunan dokumen analisis dampak lingkungan [Amdal]

Pada 13 September 2019, Komisi Penilai Amdal Aceh dengan Surat Nomor 109/IX/KPA/2019 tertanggal 13 September 2019, telah melakukan rapat tim teknis. Komisi ini membahas membahas dokumen kerangka acuan Rencana Pembangunan PLTA Jambo Aye di Desa Sarah Raja, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara.

PT. Daya Prima Mega Utama pada 23 September 2019, telah menyurati Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh melalui Surat Nomor 522.64/DPMPTSP/2741/2019 mengenai permohonan rekomendasi izin pinjam pakai kawasan hutan [IPPKH] untuk pembangunan PLTA Jambo Aye tersebut.

Baca juga: Komitmen Menjaga Leuser Sebagai Situs Warisan Dunia Harus Dibuktikan

 

Air bersih merupakan potensi alam yang melimpah di hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Belum ada informasi utuh

Masyarakat Kecamatan Tanah Jambo Aye mengaku belum mendapatkan informasi utuh terkait rencana pembangunan PLTA yang akan membendung sungai di wilayah mereka.

“Bila bendungan tersebut langsung merendam permukiman dan masyarakat harus dipindahkan, itu sangat sulit diterima masyarakat,” sebut Khairul Abdi, warga Tanah Jambo Aye, baru-baru ini.

Khairul mengatakan, tidak seharusnya pembangunan itu mengganggu kehidupan masyarakat. Jika masyarakat direlokasi, mereka harus memulai hidup dari awal itu bukan persoalan mudah.

“Jangan hanya karena investasi masyarakat tergusur dari tanah nenek moyangnya, meskipun nantinya ada ganti rugi,” ujarnya.

Khairul mencontohkan, saat pembangunan proyek minyak dan gas di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, oleh Exxon Mobil pada 1980-an, masyarakat di beberapa desa dipindahkan. Namun, yang menjadi masalah adalah sebagian masyarakat terpuruk kehidupannya karena harus membangun kembali kehidupannya.

“Malah ada masyarakat yang tidak menerima ganti rugi hingga saat ini. Hidup mereka terlunta dari rumah sewa ke rumah sewa lain dan harus mencari mata pencaharian baru guna memebuhi kebutuhan harian,” ujarnya.

 

Lokasi pembangunan PLTA Jambo Aye. Sumber: Google Earth

 

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh, Muhammad Nur mengatakan, rencana pembangunan PLTA Jambo Aye masih pada proses administrasi dan hukum. Ini tekait perusahaan mana yang akan membangun proyek itu.

“Ada dua rekomendasi yang dikeluarkan Pemerintah Aceh, sehingga ada perusahaan yang menggugat dan kita masih menungg siapa yang akan diputuskan pengadilan mengerjakannya,” terangnya, Kamis [15/10/2020].

Muhammad Nur mengatakan, hingga saat ini izin lingkungan dan izin pinjam pakai kawasan hutan juga belum dikeluarkan pemerintah. Termasuk Amdal yang juga belum dibahas.

“Secara umum, pembangunan PLTA akan berdampak pada berkurangya luas tutupan hutan karena berubah menjadi daerah genangan. Tentunya, akan mengurangi habitat satwa dan berdampak pada kehidupan masyarakat.”

Selain itu, sebelum izin diberikan, pemerintah harus memastikan bahwa daerah tersebut bukan wilayah rawan bencana. Khususnya bencana gempa, karena akan sangat berpengaruh pada bendungan.

“Dampak-dampak seperti ini harus diperhatikan oleh pemerintah,” tutupnya.

 

 

Exit mobile version