Mongabay.co.id

Tenaga Bayu, Upaya Membirukan Langit Sidrap [Bagian-1]

 

Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi ramah lingkungan kini telah banyak dikembangkan berbagai negara, termasuk Indonesia yang menargetkan bauran EBT mencapai 23 persen pada 2025.

Ada dua pembangkit listrik EBT bertenaga angin di Indonesia ada di Sulawesi Selatan (Sulsel), yakni Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan PLTB Tolo di Kabupaten Jeneponto.

Selain memasok listrik kepada masyarakat, kehadiran dua PLTB itu menciptakan lingkungan bersih tanpa polusi karena tanpa emisi BBM.

“Namanya energi ramah lingkungan, itu kita harus dukung, karena ke depan kita ingin ciptakan langit biru,” ungkap Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada pertengahan Agustus 2020.

Selain PLTB, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel sendiri mendukung pengembangan EBT dengan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) di Kabupaten Wajo, PLTA di Bakaru dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di beberapa wilayah Sulsel.

Pemprov Sulsel komitmen membuka peluang dan terus mendorong para investor mengembangkan EBT karena tanpa polusi sehingga udara lebih sehat. 

“Saya sangat mengapresiasi jika energi terbarukan ini bisa kita kembangkan. Kita berharap bisa memanfaatkan energi terbarukan, supaya tidak menambah kerumitan lingkungan kita. Meski beberapa smelter telah bersifat electrical, artinya tingkat pencemaran itu sangat rendah, apalagi didukung dengan energi terbarukan,” urai Gubernur Sulsel. 

Pulau Sulawesi dinilai memiliki kekayaan energi yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai EBT, seperti wilayah Sulawesi Selatan kaya energi angin dan wilayah Manado Sulawesi Utara kaya energi surya.

Senior Manager Operasi Sistem Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran Perusahaan Listrik Negara (PLN), Nurdin Pabi mengemukakan ada beberapa titik wilayah Indonesia yang sangat kaya dengan energi angin, yakni di bagian Selatan Sulawesi, bagian timur Indonesia (Tual) dan beberapa wilayah di Pulau Jawa.

“Tahun 2038, rencananya posisi energi terbarukan akan meningkat menjadi 28 persen dan energi batu bara akan diturunkan. Porsi dari energi terbarukan di Sulawesi khususnya di Sulsel akan semakin meningkat,” sebutnya.

Berkah angin yang diberikan Tuhan di tanah tandus Kabupaten Jeneponto mampu menghasilkan angin konstan dengan kecepatan angin di atas 10 m/s. Sementara daerah lain seperti Barru, Sidrap dan Parepare potensi anginnya mendekati 7,8 m/s. Sistem kelistrikan Sulawesi Selatan melalui PLTB di dua lokasi yakni Sidrap dan Jeneponto memiliki daya mampu sebesar 130 MW, terdiri dari PLTB Sidrap 70 MW dan PLTB Tolo 60 MW.

Daya sebesar itu mampu menerangi 130.000 pelanggan rumah tangga dengan asumsi produksi PLTB Sidrap 70 MW menerangi 70.000 rumah dan PLTB Tolo untuk 60.000 rumah, hanya saja listrik dari PLTB sangat ditentukan oleh kondisi angin. 

Kehadiran PLTB Sidrap sebagai pembangkit listrik tenaga angin pertama di Indonesia dengan 30 turbin kincirnya turut memberi sumbangsih besar terhadap bauran energi terbarukan di Sulawesi Selatan.

Baca juga: Melihat Pembangkit Listrik Angin di Sidrap, Berikut Foto-Fotonya

 

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap I. Dok: Kementerian ESDM

 

Capai Target Nasional

PT UPC Sidrap Bayu Energi yang merupakan perusahaan SPV bentukan konsorsium UPC Renewables sebagai pengembang PLTB Sidrap telah memproduksi listrik dengan total 554.689 GW sejak beroperasi pada Agustus 2018 hingga 11 Agustus 2020.

“Tahun 2019 itu bahkan terjadi surplus yang hanya menargetkan produksi listrik sebanyak 240.000 GW sedangkan capaiannya hingga 250.002 GW,” ungkap Kepala Cabang UPC Sidrap Bayu Energi, Hamiruddin.

Pada rinciannya, produksi listrik PLTB Sidrap di tiga tahun ini yaitu tahun 2018 menghasilkan 187.981 GW, tahun 2019 sebanyak 250,002 GW dan tahun 2020 hingga 11 Agustus 2020 telah diproduksi 116.706 GW dari target produksi 231.141 GW.

Berdasarkan produksi listrik yang dihasilkan tahun 2020, tampak tren produksi listrik mengalami sedikit penurunan sehingga target yang ditetapkan juga menurun yakni 231.141 GW.

“Karena soal angin itu bukan kita yang pastikan, kita sekarang sudah di angka 116 GW dan target kita 231 GW, jadi tersisa 115 GW lagi untuk mencapai target produksi listrik PLTB Sidrap tahun 2020 ini,” katanya.

Mengenai pemenuhan listrik di Sulsel, PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Sulawesi Selatan mencatat rasio elektrifikasi mencapai 99,99 persen termasuk untuk listrik yang disediakan oleh non PLN. Sementara rasio elektrifikasi khusus pada listrik yang disediakan PLN mencapai 97,6 persen.

 

Presiden Joko Widodo saat meresmikan PLTB Sidrap 2 Juli 2018. Dok: Wantannas RI

 

Ditentukan Angin

Hasil produksi listrik PLTB tentu bergantung pada angin, termasuk pada pola dua musim di Indonesia ikut menentukan produksi PLTB di Sidrap.

Musim di Kabupaten Sidrap secara umum terlihat nyata dengan kategori musim angin kecil dan musim angin besar. Musim angin kecil itu terjadi pada saat musim penghujan. 

Meski kondisi angin tampak kencang tetapi diketahui tidak datang dari arah yang konsisten, sehingga sangat jarang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di PLTB Sidrap. Kondisi itu berada pada akhir bulan November hingga awal Maret.

Kepala Cabang PT Bayu Energi, Hamiruddin mengatakan ada masa-masa produksi yang menurun, seperti pada 2018 terjadi di bulan November dan Desember. Selanjutnya di tahun 2019 berlangsung hingga April.

“Tahun 2019, terendah itu di bulan Februari, Maret serta akhir tahun yakni November dan Desember. Sedangkan tahun 2020 itu di bulan Februari hingga April. Jadi mungkin diprediksi November dan Desember juga terendah,” ujarnya.

Sedangkan kategori angin besar yang menjanjikan produksi listrik hingga kerap kali mencapai surplus terjadi di musim kemarau yakni antara akhir Mei hingga Oktober dan November.

Seperti yang terjadi di bulan Mei 2020 hingga sekarang berada pada kondisi angin besar yang diprediksi akan berlangsung hingga Oktober. Tahun 2020 ini, PLTB Sidrap tercatat telah berhasil memproduksi 116.706 GW per 11 Agustus dari total target 231 GW. 

“Ada peralihan antara musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya, itu biasanya angin sedikit terjadi. Bahkan pada peralihan dua musim tersebut terjadi masa transisi yang sering tidak ada angin,” tambah Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables, Niko Priyambada.

Kapasitas pembangkit tenaga angin yang fluktuatif dan pembangkitannya bergantung pada angin, sehingga pada musim kemarau mampu memproduksi 75 MW hampir setiap hari dan pada musim hujan hanya mampu berproduksi sebagian dari kapasitas tersebut.

“Naik turunnya produksi ini tidak berdampak kepada masyarakat, sebab penyaluran listrik melalui PLTB Sidrap melalui PLN dan tentu sebelum digunakan masyarakat, hasil EBT PLTB Sidrap masuk dalam satu sistem kelistrikan bersama sumber energi listrik lainnya di Sulsel,” katanya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pihak UPC Renewables, produksi yang dihasilkan tersebut tidak jauh berbeda dari hasil penelitian terhadap pola angin musiman, sehingga hasil produksi PLTB Sidrap pada dua tahun terakhir dijadikan sebagai referensi untuk 28 tahun mendatang sesuai kontrak operasi selama 30 tahun.

Baca juga: Maksimalkan Angin, Jeneponto Terang dengan Listrik Tenaga Bayu

 

Seorang pekerja, berjalan di bawah baling-baling turbin saat konstruksi berlangsung.Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Potensi PLTB 

Keberadaan angin yang melimpah menjadi ‘angin segar’ bagi para pengembang untuk melakukan ekspansi hingga pembangunan PLTB baru di beberapa wilayah Sulawesi Selatan. Salah satunya, PT UPC Renewables sebagai pihak swasta yang mengkoordinir PLTB di Kabupaten Sidrap telah melirik beberapa tempat dengan potensi pengembangan PLTB di Sulawesi Selatan.

Riset yang telah dilakukan PT UPC Renewables sejak 2013 dalam mengukur kondisi angin pada sejumlah daerah di Sulsel menemukan beberapa daerah dengan kondisi angin konstan dan sangat bagus untuk pengembangan PLTB.

Seperti di selatan Sidrap yang berbatasan dengan Kabupaten Soppeng, meski ada PLTB Tolo di kabupaten Jeneponto, namun dinilai masih memungkinkan untuk pengembangan PLTB di kawasan tersebut. 

Termasuk Kabupaten Takalar yang berbatasan dengan Jeneponto dan Kabupaten Kepulauan Selayar dinilai punya potensi besar dalam menghasilkan kapasitas listrik.

“Tantangan kami untuk menambahkan kapasitas yang boleh dikembangkan atau dibangun itu dari PLN dan pemerintah,” kata Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables, Niko Priyambada.

Dia mengemukakan meski potensi angin di Kabupaten Takalar sangat bagus, namun pihak PT UPC Renewables dipastikan akan sulit memperoleh izin pengembangan PLTB karena wilayah itu menjadi kawasan latihan terbang TNI AU. Sehingga bangunan dengan ketinggian tertentu dibatasi.

Pada peraturannya, ketinggian 75 meter tidak memungkinkan untuk pembangunan di Kabupaten Takalar, sementara tinggi tiang turbin beserta baling-baling pada posisi di atas mencapai 130 meter.

Potensi lainnya yakni di Kabupaten Kepulauan Selayar dengan kapasitas yang sangat besar, digadang-gadang mampu menghasilkan kapasitas listrik sebanyak 100-200 MW. 

Pengembangan PLTB Selayar dipikirkan untuk perencanaan jangka panjang sesuai kondisi demografis sebagai wilayah kepulauan. Pada perencanaannya, sambungan kabel bawah laut untuk disambungkan ke wilayah darat yakni Kabupaten Bulukumba. Selanjutnya pembangkit listrik di Selayar akan memasok listrik ke Sulawesi. 

“Ini kami usulkan ke PLN, kita harapkan program raksasa ini bisa terlaksana karena kapasitas listrik 100-200 MW itu ada. Namun distribusinya juga harus jelas, apakah PLN siap membeli listrik dari hasil PLTB Selayar nantinya,” ujar Niko

Kapasitas listrik yang besar dari potensi PLTB di Selayar juga menjadi ‘bumerang’, sebab tidak sesuai dengan kebutuhan daya yang dihasilkan.  Ini karena Selayar diperkirakan hanya butuh pasokan listrik maksimum 6 MW dan akan mengalami kesulitan untuk memasok listrik ke wilayah lain sebagai kabupaten kepulauan.

Selain itu, juga akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di Pulau Sulawesi untuk menambah pasokan listrik sebesar itu. 

Meski demikian, peluang pengembangan PLTB di Sulawesi cukup besar. PLN diketahui telah membangun jaringan yang menghubungkan tiga provinsi di Pulau Sulawesi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat hingga Sulawesi Tenggara pada 2019 lalu. Sehingga dipastikan memungkinkan peningkatan industri dengan penggunaan listrik yang lebih besar.

Terkait potensi ini, PT PLN harus lebih dulu menyusun proyeksi jumlah kebutuhan listrik ke depan, sebab hanya sebagian atau tidak semuanya kebutuhan listrik masyarakat bisa dipasok dari energi listrik terbarukan. Khususnya pada PLTB, karena kapasitas listrik yang dihasilkan sangat tergantung dengan kondisi angin.

“Sebagian kebutuhan listrik masyarakat harus diisi oleh pembangkit listrik yang sifatnya based load artinya pembangkit yang beroperasi 24 jam tanpa berhenti seperti penggunaan batubara, minyak diesel, air dan panas bumi,” katanya.

 

Salah seorang petani sedang memanen jagung, dengan latar belakang kincir angin PLTB. Foto: Nur S Wardyah

 

Tambah Satu PLTB

PLN UIKL Sulawesi merilis pengembangan PLTB di Sulawesi telah disebutkan pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2024, bahwa terdapat penambahan satu slot lokasi untuk pengembangan PLTB di Pulau Sulawesi.

Mengenai rencana ini, pengembang PLTB Sidrap maupun PLTB Tolo Jeneponto telah sama-sama menyiapkan izin dan lahan untuk pengembangan energi terbarukan dari sumber angin yang telah terbukti bagus.

Pihak pemerintah bersama PLN terbilang sangat ketat pada penentuan RUPTL tersebut. PLN menginginkan prediksi produksi pasti serta jumlah deviasi yang dihasilkan masing-masing PLTB. 

Hingga saat ini, PLN belum memastikan penambahan satu slot PLTB di Pulau Sulawesi terkait tempat dan pengembang yang akan ditunjuk untuk pembangunan mega proyek tersebut.

“Dalam RUPTL 2019-2024 memang terdapat satu slot PLTB di Sulawesi, tetapi kita belum tahu siapa, bisa jadi Sidrap, bisa jadi Tolo atau malah bisa jadi perusahaan lain,” kata Humas PLN UIKL Sulawesi, Indri Yanto.

Rencana pembangunannya masih belum bisa dipastikan karena dampak wabah pandemi COVID-19 yang mengakibatkan efek domino pada seluruh aspek kehidupan.

 

Tulisan berikutnya: Kejar Target Bauran EBT, Apa yang Ditunggu dari Ekspansi PLTB Sidrap Tahap II?

 

 

* Nur Suhra Wardyah, penulis adalah jurnalis di  Kantor Berita ANTARA Sulsel. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version