Mongabay.co.id

Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mahasiswa Lamongan Minta Nasib Nelayan Diperhatikan

 

Demonstrasi penolakan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia, hingga Kamis (15/10/2020). Tidak terkecuali hal itu juga terjadi di Lamongan, Jawa Timur. Ratusan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan ini kembali turun ke jalan.

Mereka melakukan unjuk rasa di depan kantor Pemkab dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lamongan. Sebelumnya, para mahasiswa ini menggelar long march dari Tugu Adipura Lamongan, hingga menimbulkan kemacetan di jalur yang menghubungkkan antara Kabupaten Tuban-Gresik.

Seolah lagu wajib, sepanjang jalan mereka juga menyanyikan lagu “Darah Juang, “Buruh Tani” dan “Kulihat Ibu Pertiwi”. Berbagai tulisan dalam poster juga menyertai aksi mereka.

Suasana semakin riuh tatkala beberapa dari mahasiswa ini melakukan orasi atas keperpihakannya terhadap rakyat kecil dengan memekikkan kalimat “Hidup Mahasiswa”, “Hidup Buruh”, “Hidup Nelayan”, “Hidup Petani”.

baca : RUU Cipta Kerja Ketok Palu, Lonceng Bahaya bagi Lingkungan Hidup?

 

Warga melintas di depan aksi Mahasiswa Lamongan Melawan. Sebelumnya, para mahasiswa ini menggelar long march dari Tugu Adipura Lamongan, hingga menimbulkan kemacetan di jalur yang menghubungkkan antara Kabupaten Tuban-Gresik. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Masa mahasiswa gabungan dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini menuntut kepada eksekutif dan legeslatif agar menyepakati untuk menolak omnibus law, DPRD setempat membentuk tim advokat dan ikut serta mengawal judicial review di pusat. Selain itu, para mahasiswa meminta DPRD Lamongan mencabut Raperda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Lamongan, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Lamongan.

“Kita akan terus mengawal. Dengan demikian jika nantinya tuntutan kami ini ditolak atau tidak direalisasikan. Selanjutnya kami akan tetap menuntut,” tegas Sa’adah, salah satu koordinator aksi Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan usai berorasi, Kamis (08/10/2020).

baca juga : UU Cipta Kerja Makin Mengancam Petani dan Nelayan

 

Dalam aksinya Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan menuntut kepada eksekutif dan legeslatif agar menyepakati untuk menolak omnibus law. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tuntutan Diterima

Menurut dia, dengan mengesahkan UU Cipta Kerja yang dianggap kontroversial itu pemerintah pusat dan DPR RI telah melakukan pengkhianatan terhadap rakyat. Di lain sisi, UU Cipta Kerja menurutnya juga mendapati banyak penolakan dari berbagai lapisan masyarakat baik itu mahasiswa, pelajar, buruh, petani, dan nelayan.

Alasannya, dalam beberapa poin pada UU itu buruh dan petani dianggap rendah. Sedangkan investor lebih dipermudah. “Dan harapan kami dengan dicabutnya UU Cipta Kerja ini, kita kembali kepada tri sakti Bung Karno yang pertama, yaitu berdikari di bidang ekonomi. Bukan kita mengatasnamakan investor,” terangnya.

Sementara itu, Abdul Ghofur, Ketua DPRD Lamongan bersama beberapa jajarannya menandatangani pernyataan penolakan yang diajukan oleh mahasiswa. Selain itu, pernyataan tersebut juga dibacakan di depan aksi masa.

Adapun surat pernyataan yang ditandatangani itu berisi tentang tuntutan mahasiswa untuk menolak penuh pengesahan Omnibus law UU Cipta Kerja, dan mendesak pemerintah untuk mengeluarkan Perppu mencabut Omnibus law UU Cipta kerja.

Pada poin terakhir, aksi massa juga menuntut DPRD setempat untuk membentuk tim advokasi dalam pengawalan judicial review di MK. “Kita nanti akan mengajak komisi yang membidangi dan Ketua Komisi kita akan ajak rapat untuk menindaklanjuti dari tuntutan adik-adik mahasiswa. Sebagai wakil rakyat harus mengakomodir tuntutan adik-adik pendemo,” ujar politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

perlu dibaca : Banyak Sorotan dari Pemerhati, Menteri KKP Sukacita Sambut UU Cipta Kerja

 

Salah satu mahasiswa terjepit saat aksi menuntut eksekutif dan legeslatif agar menyepakati untuk menolak omnibus law. Selain itu, para mahasiswa meminta DPRD Lamongan mencabut Raperda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Lamongan, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Lamongan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sebelum ke kantor DPRD Lamongan, ratusan mahasiswa tersebut juga meminta Pemkab Lamongan untuk menandatangani penolakan omnibus law UU Cipta Kerja. Di depan kantor Pemkab setempat mereka disambut Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lamongan, Hamdani Azhar.

Dalam pernyataan yang ditandatangani tersebut dirinya juga menyatakan dengan tegas menolak UU yang telah disahkan oleh DPR RI pada Senin, (05/10/2020). Selain menolak, Pemkab Lamongan juga siap mengawal tuntutan dari mahasiswa sampai tuntas di tingkat pusat hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Perhatikan Nasib Nelayan

Menanggapi tuntutan Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan itu, Anas Wijaya, selaku ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Lamongan menjelaskan, UU Cipta Kerja tidak ada kepentingan sama sekali dengan nasib nelayan di Brondong, Lamongan.

Karena menurut dia, profesi nelayan di Brondong tidak menggunakan sistem kontrak kerja dengan perusahaan, “Para nelayan ini sistem bayarannya bagi hasil. Kalau dapat ya dibagi, kalau tidak dapat ya pulang kosong. Tidak dapat upah,” ujar pria 68 tahun ini.

 

Nelayan usai menyandarkan kapalnya usai melaut. Dalam tuntutan Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan tersebut mereka juga memperhatikan nasib para nelayan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Selain itu, terkait tuntutan mahasiswa tentang Raperda RTRW Anas berpendapat tidak jadi masalah jika Raperda RTRW itu disahkan, alasannya agar wilayah Pantura Lamongan juga bisa lebih maju dengan adanya pabrik-pabrik nantinya.

Hanya yang perlu diperhatikan adalah nasib para nelayan, jangan sampai akses keluar masuk kapal nelayan terganggu oleh kapal-kapal barang. Selain itu, pengolahan limbah pabrik juga sangat diperlukan. Agar nantinya masyarakat nelayan tidak merasa terganggu.

“Pengalaman yang sudah pernah terjadi, ada pabrik yang tidak bertanggung jawab terhadap limbahnya. Pada akhirnya banyak warga nelayan yang komplain,” imbuh pria berkumis ini saat dihubungi Mongabay Indonesia, Jum’at (16/10/2020).

Sementara itu, ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan,kembali turun jalan pada Senin malam, (12/10/2020). Dengan tuntutan yang sama mereka menggelar aksi teaterikal dan pentas seni di depan kantor DPRD Kabupaten Lamongan.

 

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan saat melakukan aksi teaterikal di jalan di depan kantor DPRD Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Senin malam (12/10/2020). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version