Mongabay.co.id

Jerat Pemburu Kembali Lukai Harimau Sumatera

 

 

Jerat pemburu kembali melukai satu individu harimau sumatera di hutan wilayah Desa Malelang Jaya, Kecamatan Terangun, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Beruntung, nyawa harimau muda itu bisa diselamatkan.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Irianto mengatakan, pihaknya bersama bersama Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL], Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Wilayah V Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, dibantu tim Forum Konservasi Leuser [FKL] dan WCS, beserta Polsek Terangun, Kabupaten Gayo Lues, menyelamatkan harimau itu pada 18 Oktober 2020.

“Kami mendapatkan informasi 17 Oktober sore. Posisi harimau di areal penggunaan lain, berdekatan Hutan Lindung Terangun,” terangnya, Senin [19/10/2020].

Agus mengatakan, saat ditemukan, harimau betina tersebut tergeletak lemah. Jerat berupa kumparan kawat telah menggulung leher, dada, dan punggungnya.

“Tim medis BKSDA Aceh dan FKL memperkirakan, umurnya 2-3 tahun dengan berat sekitar 45-50 kg. Perlu observasi lanjutan, karena harimau itu belum dapat menggerakkan kaki belakang dengan baik. Jerat telah mengganggu sistem sirkulasi dan motorik sarafnya.”

Baca: 3 Tahun Penjara, Hukuman untuk Penjual Kulit Harimau Sumatera di Aceh Timur

 

Begini kondisi harimau yang kena jerat di Desa Malelang Jaya, Kecamatan Terangun, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Foto: Forum Konservasi Leuser

 

Agus menuturkan, untuk sementara harimau itu dipindahkan ke kantor BBTNGL di Blangkejeren, Gayo Lues, guna pemeriksaan intensif. Jika dalam beberapa hari kedepan kondisinya membaik, akan direncanakan pelepasliaran ke habitat alaminya. Namun, bila kesehatannya tidak berubah, akan dirawat di Banda Aceh.

BKSDA Aceh mengapresiasi semua pihak, terutama masyarakat Desa Malelang Jaya, yang membantu evakuasi dan mendukung harimau itu dilepaskan di hutan Terangun. “Masyarakat juga mengusulkan harimau itu diberi nama Jaya,” katanya.

Data BKSDA Aceh memperkirakan, populasi harimau sumatera di provinsi ini berkisar antara 150-200 individu yang tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] dan Ulu Masen.

“Kami mengimbau semua pihak agar tidak menangkap, melukai, membunuh, serta memperjualbelikan satwa dilindungi dalam keadaan hidup atau mati. Tidak pula memasang jerat, racun, dan pagar listrik tegangan tinggi yang dapat melukai atau membunuh satwa dilindungi. Aktivitas tersebut, selain melukai juga dapat menyebabkan terjadinya konflik satwa dengan masyarakat,” papar Agus.

Baca: Harimau Sumatera Mati di Aceh Selatan, BKSDA: Keracunan Setelah Mangsa Kambing

 

Harimau korban jerat ini diperkirakan berumur 2-3 tahun dengan berat 45-50 kg. Foto: Forum Konservasi Leuser

 

Munawarsyah, masyarakat Terangun, Gayo Lues menyatakan, jerat yang dipasang itu hanya berjarak 100 meter dari jalan yang menghubungkan Blangkejeren, Gayo Lues, ke Kabupaten Aceh Barat Daya. Jalan tersebut dilakukan peningkatan dan masuk dalam proyek tahun jamak yang direncanakan Pemerintah Aceh selesai tahun 2022.

“Saya melihat jerat yang dipasang, sehingga harimau itu terluka. Banyak jerat dipasang pemburu terbuat dari kawat berdiameter besar, bukan hanya untuk menjerat babi.”

Dia mengatakan, sejak pembangunan jalan tembus Kabupaten Gayo Lues – Aceh Barat Daya dikerjakan, masyarakat sering menemukan jerat di hutan itu. “Pemburu sangat mudah masuk ke hutan Terangun dan hutan lindung serta hutan konservasi, karena jalan mudah dilalui, bahkan dengan mobil biasa,” ujarnya.

Baca: Perburuan Harimau Sumatera di Aceh Tidak Pernah Berhenti

 

Penampakan jerat yang melukai harimau sumatera di Gayo Lues, pada 18 Oktober 2020. Foto: Forum Konservasi Leuser

 

Jerat selalu ada

Rudi Putra, Pembina Forum Konservasi Leuser [FKL] dalam diskusi online tentang badak sumatera mengatakan, jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, temuan jerat yang dipasang pemburu sat ini mulai berkurang. Tapi, tim patroli FKL bersama lembaga pemerintah masih tetap menemukan perangkap mematikan itu.

“Jerat belum sepenuhnya hilang.”

Rudi juga menjelaskan, dampak pembangunan jalan di kawasan hutan adalah memudahkan pemburu keluar masuk untuk menangkap satwa, termasuk memasang jerat.

“Biasanya setelah jalan terbuka, pemburu akan masuk, diikuti pembalakan, perambahan untuk lahan pertanian atau perkebunan, selanjutnya muncul permukiman baru. Jika sudah begini, mengembalikan fungsi kawasan hutan akan sangat sulit,” terangnya, Minggu [27/9/2020].

Salah satu yang bisa dilihat sebagai contoh adalah Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues. Setelah pembangunan jalan Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues – Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara selesai, perambahanhutan TNGL mulai terjadi yang disusul hadirnya permukiman.

“Dari 13 desa yang berada di Kecamatan Putri Betung, lima desa berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser,” ujarnya.

Baca: Lagi, BKSDA Aceh Evakuasi Harimau yang Berkonflik dengan Masyarakat

 

Sebelumnya, seekor harimau betina ditemukan mati dengan dugaan keracunan usai memangsa kambing di Desa Kapa Sesak, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, pada 29 Juni 2020. Foto: Forum Konservasi Leuser

 

Dwi Adhiasto, Regional Wildlife Trade Specialist, Wildlife Crime Unit [WCU], beberapa waktu lalu mengatakan, perburuan harimau sumatera masih terjadi di Aceh dan daerah lain di Sumatera.

“Di Aceh biasanya hanya pemburu, penampung dan pembuat awetan. Pemesan, umumnya dari luar Aceh, baik itu di Pulau Sumatera maupun Jawa. “Pembeli atau pemesan biasanya tidak membeli sendiri, tapi memanfaatkan orang lain sehingga mereka tidak tertangkap.”

Dia menambahkan, saat ini juga mulai terjadi modus baru untuk mengelabui penegak hukum dengan cara saat ada pembeli, yang diperlihatkan adalah kulit atau kerangka palsu.

“Ketika ditangkap, mereka tidak bisa dijerat hukum karena barang buktinya bukan kulit harimau asli. Setelah pembeli atau pemesan komplain, baru penjual memperlihatkan kulit atau kerangka asli.”

Menurut Dwi, kulit atau kerangka harimau tersebut hanya untuk pajangan saja. “Para pembeli itu orang yang mengalami gangguan jiwa, karena sudah tahu harimau satwa dilindungi dan terancam punah, masih saja dijadikan koleksi,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version