Mongabay.co.id

Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan

 

Ikan Sidat (Anguilla spp.) adalah salah satu komoditas yang disukai banyak negara di dunia. Pemanfaataannya dari tahun ke tahun selalu berkembang dengan cepat, dan diambil langsung dari alam dengan cara ditangkap. Indonesia tercatat menjadi salah satu produsen ikan bercita rasa lezat itu.

Untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan Sidat di masa mendatang, Pemerintah Indonesia berupaya melaksanakan pengelolaan perikanan Sidat dengan cara yang sistematis dan dilakukan dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan di Tanah Air.

Setidaknya, itu yang sudah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini dengan mematangkan kajian dan pembentukan tim untuk membuat payung hukum untuk rancangan Keputusan Menteria Kelautan dan Perikanan tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Sidat (RPP Sidat).

Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) Dwi Atminarso saat kegiatan uji petik RPP Sidat yang digelar pekan lalu di Jakarta, mengatakan bahwa penurunan populasi perikanan darat di dunia disebabkan oleh berbagai faktor.

Beberapa faktor yang dimaksud itu, adalah karena peningkatan jumlah penduduk, degradasi habitat, perubahan hidrologi, penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing), pencemaran air, tekananan invasive species, dan faktor perubahan iklim.

Faktor-faktor yang disebutkan di atas, ikut memengaruhi penurunan populasi perikanan darat, termasuk Sidat. Agar penurunan tidak semakin cepat, maka diperlukan pembangunan infrastruktur yang bisa membantu ikan berenang dengan aman dan nyaman.

baca : Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia

 

Ikan Sidat (Anguilla spp.) adalah salah satu komoditas yang disukai banyak negara di dunia. Foto : KKP

 

Salah satu infrastruktur yang penting untuk dibangun dalam pengelolaan perikanan Sidat, adalah tangga ikan (fishway). Dalam penelitian yang dilakukan Dwi Atminarso, dijelaskan bagaimana tahapan untuk mendesain fishway dengan tepat dan berhasil.

“Dari 3.530 dam dan bendung yang dibangun di Indonesia, hanya terdapat empat bendung yang sudah difasilitasi dengan tangga ikan,” jelas dia.

Menurut Dwi, pembangunan infrastuktur air terhadap perikanan darat akan membawa dampak yang baik, karena itu akan mengurangi tingkat konektivitas hulu dan hilir. Kemudian, juga akan mengurangi sedimentasi di sekitar bendung, dan penurunan kualitas air karena penggunaan pestisida.

Selain itu, infrastruktur air juga akan mengubah habitat air dari mengalir menjadi tergenang, dan membuat ikan seperti tersedot ke turbin atau pelimpah air (spillway). Cara tersebut mirip seperti dilakukan Australia dan kebanyakan negara maju lain di dunia.

“Tangga ikan merupakan bangunan yang wajib disediakan bersamaan dengan pembangunan bendung atau bendungan,” ungkap dia.

baca juga : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia

 

ikan Sidat (Anguilla spp.) yang tidak begitu populer di Indonesia, tapi diminati dan jadi kuliner lokal favorit di Jepang bernama Unagi. Foto : foodtribute/Mongabay Indonesia

 

Desain Tepat

Mengingat manfaat yang banyak untuk pengelolaan perikanan Sidat, Dwi menjelaskan bagaimana harus menentukan desain bangunan tangga ikan yang tepat agar bisa menjadi area yang nyaman bagi ikan saat melaksanakan migrasi.

Cara yang tepat, adalah dengan melaksanakan desain percobaan (experimental design) tangga ikan lebih dulu di laboratorium, percobaan melaksanakan pelestarian Sidat (insitu) di bendungan, penelitian kemampuan renang ikan, dan fase awal (stadia) ikan yang bermigrasi.

“Serta pelibatan orang teknik pengairan dan orang perikanan untuk bisa mendesain sesuai dengan kebutuhan kemampuan renang ikan lokal,” tutur dia.

Terpisah, Kepala BRPPUPP Arif Wibowo menyebutkan bahwa BRPPUPP sudah melaksanakan riset tentang Sidat sejak 2014 atau semenjak dibentuknya Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD)/ South East Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC).

Dengan fakta tersebut, BRPPUPP memainkan peran penting dalam pembahasan rencana pengelolaan perikanan Sidat yang dilakukan KKP. Terlebih, karena lembaga yang dipimpinnya mendapatkan dana khusus untuk riset Sidat setiap tahun yang dilakukan IFRDMD/SEAFDEC.

Di luar itu, Arif Wibowo mengatakan bahwa lembaganya bekerja sama dengan Pemerintah Australia untuk melaksanakan inisiasi kerja sama antara sektor perikanan darat dengan sektor irigasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VIII.

“Kerja sama ini untuk menginisiasi tentang pentingnya memahami konektivitas sungai dan migrasi ikan,” jelas dia.

Dengan tujuan seperti itu, BRPPUPP memiliki keyakinan bahwa pengelolaan perikanan Sidat harus melibatkan pembangunan infrastruktur air di Indonesia. Terutama, untuk membangun tangga ikan yang diyakini menjadi solusi teknik terbaik yang tersedia sejauh ini.

“Itu sebagai salah satu alat untuk mengurangi dampak bangunan melintang sungai terhadap migrasi ikan,” tambah dia.

perlu dibaca : Sinyal Pemanfaatan Berlebih pada Komoditas Sidat, Kerapu, dan Kakap

 

Penangkapan benih ikan sidat oleh nelayan di perairan Sukabumi, Jawa Barat, pada Mei 2018. Foto : WWF-Indonsia/Faridz Fachri/Mongabay Indonesia

 

Diketahui, kegiatan uji petik RPP Sidat yang digelar Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan (SDI) KKP, adalah kegiatan dari seri konsultasi publik yang merupakan bagian dari proses untuk menetapkan dokumen dari naskah akademik menjadi peraturan hukum.

Agar bisa ditetapkan dengan mengakomodir semua masukan, konsultasi publik dilaksanakan dengan mengundang para pakar, dan pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan perikanan Sidat. Termasuk, instansi terkait, nelayan, dan juga pengusaha di Indonesia.

 

Terancam Punah

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan bahwa penyusunan dokumen RPP Sidat adalah bagian dari pelaksanaan amanat dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Menurut dia, perlunya RPP disusun, karena Sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, yaitu jenis ikan yang biasa memijah di laut, namun kemudian bermigrasi ke air tawar sebagai juvenile (anakan ikan) dan tumbuh berkembang menjadi dewasa.

“Sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk memijah,” jelas dia.

Dengan karakteristik seperti itu, Zaini menjelaskan bahwa siklus kehidupan Sidat ada di dua perairan, yakni perairan laut dan perairan darat. Fakta tersebut menjadikan Sidat sebagai ikan yang rentan dan berpotensi untuk punah jika tidak dikelola dengan baik.

Fakta lainnya, Sidat juga selama ini menjadi salah satu komoditas perikanan yang mengalami peningkatan permintaan pasar dengan sangat tinggi dari tahun ke tahun. Permintaan tinggi membuat kondisi stok Sidat di seluruh dunia cenderung terus mengalami penurunan.

“Itu berdampak pada stok Sidat yang ada di Indonesia. Itu kenapa dokumen RPP Sidat dibuat,” sebut dia.

Dengan kata lain, Zaini mengatakan bahwa Sidat di perairan Indonesia saat ini sedang mengalami gejala penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing). Kondisi tersebut dikhawatirkan akan membuat Sidat Indonesia mengalami nasib yang sama seperti di Eropa.

baca juga : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi

 

Benih ikan sidat yang diambil dari maura Sungai Cumandiri, Sukabumi, Jabar. Foto : WWF-Indonesia/Faridz Fachri/Mongabay Indonesia

 

Di benua biru tersebut, Sidat sudah masuk dalam daftar Appendix II konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam (CITES). Kode tersebut menjelaskan bahwa Sidat di Eropa adalah dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan, kecuali sudah dibudidayakan.

Tanpa dilakukan pengelolaan yang baik, Zaini meyakini bahwa kondisi Sidat di Indonesia mengekor di Eropa dan di masa mendatang akan menjadi kenangan saja karena mengalami kepunahan. Agar itu tidak sampai terjadi, maka pengelolaan perikanan Sidat harus segera diwujudkan.

Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda menjelaskan, terdapat tujuh strategi pengelolan dalam RPP Sidat. Ketujuhnya adalah adalah sumber daya perikanan Sidat, lingkungan sumber daya Sidat, teknologi penangkapan Sidat, sosial, ekonomi, tata kelola, dan pemangku kepentingan.

Setelah RPP ditetapkan, nantinya diharapkan bisa menjadi acuan operasionalisasi lembaga pengelola perikanan yang ada di 11 wilayah pengelolaan Negara Republik Indonesia (WPP NRI). Diharapkan itu menjadi kebijakan yang tepat dan optimal pemanfaatannya untuk sumber daya ikan, sosial ekonomi dan lingkungan.

“Serta memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan,” pungkasnya.

 

Exit mobile version