Mongabay.co.id

Tolak Hutan Alam jadi Akasia, Ada Perusahaan di Balik HKm Koto Intuok?

 

 

 

 

Camat Singingi Delfides Gusni mendadak panggil Kepala Desa Pulau Padang Arrindo, usai membahas kebakaran hutan dan lahan di Aula Kantor Camat Singingi, Jumat, 25 September 2020. Di ruangannya, sudah menunggu enam 0rang juru warta. Mereka berbincang perihal izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) Koperasi Koto Intuok.

Delfides Gusni membenarkan pertemuan itu, ketika dihubungi, Senin, 5 Oktober lalu. Dia minta Arrindo menjelaskan alasan penolakan izin HKm yang sudah dua tahun lebih diterbitkan menteri.

“Memang ada masalah. Di situlah peran kita menyelesaikan, fasilitasi, mediasi dan lain-lain,” katanya.

Arrindo kaget dengan pertemuan tak terencana itu. Sehari sebelumya, dia sempat komunikasi dengan seorang di antara tamu, namun belum menentukan waktu bertemu. “Saya juga heran, mereka tahu saya di kantor camat,” kata Arrindo saat dihubungi, sehari setelah pertemuan dadakan itu.

Seorang juru warta perempuan yang mengaku dekat dengan Presiden Joko Widodo, bertanya pada Arrindo perihal, izin HKm dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang belum berjalan dan rekomendasi yang tak kunjung Arrindo keluarkan.

Dia bilang, masyarakat Pulau Padang menolak Koto Intuok yang akan merusak hutan alam. Keputusan itu disepakati dalam musyawarah besar bersama Badan Permusyawaratan Desa, kades, tokoh masyarakat, ninik mamak, Babinsa, Babhinkamtibmas, Dinas Koperasi, serta utusan Camat Singingi, 3 Juli 2020.

Juru warta itu justru membantah daftar hadir musyawarah yang ditunjukkan Arrindo, padahal disertai berita acara. Delfides Gusni juga mengungkapkan keraguan terhadap tanda tangan sekitar 200-an warga Pulau Padang dalam rapat besar itu.

“Apakah seluruhnya menolak atau sekadar rapat,” katanya, lewat sambungan telepon.

Arrindo merasa ada tekanan supaya mengeluarkan rekomendasi. Karena hendak Jumatan, dia meninggalkan ruangan. Sekitar pukul 17.00, Gusni kembali menghubunginya. Rombongan juru warta tadi kembali ke sana, hendak meminta salinan berita acara yang disinggung Arrindo sebelumnya.

Arrindo lagi-lagi merasa ditekan supaya menandatangani rekomendasi. Juru warta itu juga menuding Kades Pulau Padang tak menjalankan amanat pemerintah. Tak terima dengan kalimat yang memojokkan, Arrindo balik bertanya mengenai tujuan dan aturan perhutanan sosial terkhusus skema HKm.

Mereka tak dapat jawab dan berdalih, bukan bagian dari tugas mereka.

Sebelum berpisah, Arrindo menawarkan, akan fasilitasi ke desa dan berunding dengan masyarakat Pulau Padang. Arrindo hendak buktikan pernyataan para juru warta itu yang mengatakan, masyarakat setuju dengan kegiatan Koto Intuak.

Paginya, Arrindo menerima berita dari wartasidik.co.id berjudul, “Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Tidak Berlaku Bagi Kepala Desa Pulo Padang.”

Arrindo kaget ketika baru baca judul. Katanya, penulisan nama desa saja sudah salah. Selain judul, beritanya juga berisi sejumlah tudingan pada Arrindo. Kepala Desa Pulau Padang itu disebut jadi penghalang, tidak mau memberikan rekomendasi, tidak mengakui keputusan MenLHK serta tidak mengakui tanah ulayat.

Karena tak ada sepatah pun kalimatnya dalam berita itu, esok harinya, Arrindo bikin klarifikasi. Setidaknya, ada tujuh poin yang disanggah. Intinya, penolakan terhadap Koto Intuak yang hendak menebang hutan alam dan mengganti dengan akasia, adalah hasil keputusan bersama masyarakat Pulau Padang yang diketahui sejumlah ninik mamak, instansi pemerintah maupun instansi keamanan setempat.

Sejak dilantik jadi Kepala Desa Pulau Padang, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, 18 Januari 2018, Arrindo pertama kali berurusan dengan Koperasi Koto Intuok setelah empat atau lima bulan menjabat.

Kala itu, Ketua Koperasi Jon Herman mengundang dia ke rumah seorang warga di Kelurahan Muara Lembu, sebelahan dengan desanya.

 

Kebun akasia di konsesi pemasok RAPP, yang berbatasan langsung dengan hutan alam yang masuk pengajuan HKm. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Dua tim verifikasi teknis dari KLHK hendak mengajak meninjau lokasi usulan HKm Koto Intuok. Arrindo keberatan, karena Kades Pulau Padang tidak pernah beri izin dan dibahas di masyarakatnya. Arrindo mempersoalkan keterbukaan informasi koperasi sejak berdiri. Tim verifikasi enggan menjawab pertanyaan Arrindo, sebab akan mengulang pembahasan ke belakang. Pasalnya, proses usulan HKm dari Koto Intuok saat itu sudah separuh jalan.

Seorang tokoh masyarakat menahan Arrindo, supaya tidak terlalu keras protes karena akan ada jatah. Arrindo tetap menolak dan meninggalkan tim itu. Sejak itu, Arrindo tidak pernah mengetahui kegiatan Koto Intuok lagi.

Memasuki 2019, keadaan makin pelik dan menuai perdebatan cukup serius. Pengurus koperasi menyewa jasa kontraktor, mulai merintis, memasang pancang batas dan mengerahkan alat berat hendak buat jalan.

Jon Herman sempat berkilah karena tak mengetahui aktivitas di sana. Namun, Arrindo memaksanya supaya kontraktor di lokasi segera mengeluarkan alat berat dan menghentikan segala aktivitas.

Arrindo sempat memanggil Jon Herman dan mendudukkan di tengah-tengah warga Pulau Padang. Tujuannya, minta klarifikasi atas rencana pembukaan hutan di Pulau Padang tanpa pemberitahuan. Emosi masyarakat nampak mulai meluap, Arrindo akhirnya mempersingkat pertemuan itu.

Dihubungi pada 18 September 2020, Jon Herman menyebut, kontraktor yang ceroboh, sudah dilarang namun ngotot, merasa hebat dan sanggup. “Tau-tau kena demo sama masyarakat Pulau Padang. Memang ada rencana dia yang akan borong kerjaan di sana.”

Jon Herman belum berhenti. Dia beberapa kali melobi Arrindo, untuk mendapatkan tandatangan rekomendasi usulan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemanfaatan lingkungan hidup (UKL-UPL), IUPHKm Koto Intuok. Karena selalu menolak, Jon Herman menyewa pengacara untuk menyomasi Kepala Desa Pulau Padang itu.

Merasa diancam, Arrindo kirim surat ke Kelompok Kerja Perhutanan Sosial (Pokja PS). Ketua Pokja PS yang juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau Mamun Murod, mengusulkan bawahannya menjawab masalah itu. Kepala Bidang Perencanaan DLHK Riau Danang Kabul bilang, sesuai arah kementerian, mereka mengirim surat permintaan klarifikasi ke pengurus Koto Intuok, namun belum ada jawaban.

Kata Danang, usulan awal IUPHKm Koto Intuok berencana gunakan sistem silvikultur tebang pilih. Hal itu berbeda dengan yang tertera dalam dokumen UKL-UPL, koperasi akan menebang habis dengan sistem permudaan buatan dan menanam akasia. Belum banyak informasi diperoleh mengenai kegiatan koperasi itu, karena Danang belum mendapatkan rencana kerja tahunan (RKT) Koto Intuok.

 

 

***

Tarmis, Kepala Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan Kabupaten Kuantan Singingi mengatakan, Koperasi Koto Intuak terbentuk pada 13 November 2014. Selang satu hari setelah bikin akta pendirian oleh Notaris Eliyus Titin Hanida. Kantor koperasi terletak di Jalan Dipertuan Gadis No 450, Kelurahan Muara Lembu, Kuantan Singingi, Riau. Komposisi pengurus, Ketua Jon Herman, Wakil Ketua Alfian, Sekretaris Ade Trian Putra dan Wakil Sekretrais Hendra Gunawan serta Bendahara Indra Abdi.

Kata Kepala Seksi Koperasi Eddi, Koto Intuok masih terdaftar di Dinas Koperasi Kuantan Singingi. Hanya, sejak berdiri pengurus Koto Intuok tidak pernah rapat anggota tahunan (RAT) dan tak pernah ada kegiatan sama sekali. Padahal, pengurus wajib melakukan RAT tiap tahun.

Juli lalu, Eddi telah mendatangi kantor koperasi untuk mengecek dokumen notaris dan masa kepengurusan. Dua bulan lalu, dia menyurati pengurus koperasi segera RAT. Belum ada tanggapan dari pengurus Koto Intuok.

Dinas Koperasi Kuantan Singingi akan mengirim surat peringatan. Bila tak ada jawaban juga, terakhir akan dikirim pemberitahuan penghentian kegiatan koperasi.

“Penutupan itu kalau koperasi melanggar hukum dan ketentuan yang berlaku. Kita tidak mau bahas terlalu dalam kegiatan usahanya. Organisasinya kami benahi dulu,” katanya, dihubungi, 5 Oktober lalu.

Berdasarkan akta notaris, kegiatan usaha Koto Intuok antara lain, pelayanan jasa non simpan pinjam anggota maupun bukan aggota, usaha lain selaras maksud dan tujuan koperasi, hutan tanaman industri, pembibitan kayu sengon, akasia dan sawit. Lalu, pengadaan pupuk, pengadaan sembilan bahan pokok dan penyediaan bibit.

 

 

Hutan alam yang masuk izin HKM koperasi, yang ngurus perusahaan. Warga Pulau Padang menolak hutan alam jadi akasia. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

HKm yang ngurus perusahaan, nanti yang kelola perusahaan?

Jon Herman, bilang, Koto Intuok tak punya modal usaha. Tiga tahun berjalan, koperasi menggandeng PT Nusa Prima Manunggal (NPM) untuk mendapatkan IUPHKm. Jon Herman mengaku, tidak mengeluarkan uang sepersen pun.

“Segala urusan dan biaya ditanggung NPM. Kami juga diongkosi menjemput SK-nya di Pekanbaru.”

Jon Herman tak menjelaskan rinci, kemitraan Koto Intuok dengan NPM. Dia hanya menyebut, Humas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Sektor Logas Herman, mengenalkan dengan Humas NPM Chairul.

“Kami tidak tahu menahu nantinya. Yang numbang, nanam dan panen orang NPM. Kami sewa lahan saja. Satu hektar Rp4 juta untuk satu kali panen. Sekarang cepat. Empat tahun dah panen.”

NPM merupakan pemasok kayu RAPP. Perusahaan ini berkantor di Kompleks RAPP, Jalan Lintas Timur, Rukan Acacia Blok I No 12, Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau. NPM juga mengelola 4.412 hektar izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Desa Pangkalan Gondai, Pelalawan, Riau.

Dihubungi, 18 September lalu, Chairul mengelak, bahwa NPM di balik Koto Intuok dalam memperoleh IUPHKm dari KLHK. Dia bilang, Koto Intuok memiliki izin tersendiri. Ditanya lebih lanjut, Chairul menutup telepon.

Tak sampai satu tahun, sejak Koto Intuok mengajukan usulan perhutanan sosial skema HKm, 30 Oktober 2017, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto menandatangani SK itu, 29 Juni 2018. Sehari sebelumnya, Koto Intuok terlebih dahulu mendapat surat izin usaha perdagangan pengusahaan hutan eukaliptus, pemanenan kayu, perdagangan besar pupuk dan produk agrokimia.

Dikonfirmasi pada Senin 5 Oktober 2020, Bambang Supriyanto tidak membalas pesan yang dikirim ke WhatsApp. Dia juga tidak menjawab pertanyaan yang dikirim berikutnya. Padahal, dia membaca pesan-pesan itu.

Koto Intuok mendapatkan hak kelola hutan 1.565 hektar. Untuk mencapai lokasi, dapat ditempuh dari dua arah berbeda. Pertama, langsung dari Desa Pulau Padang. Perjalanan, hanya bisa menggunakan sepeda motor dan menyeberangi sungai terlebih dahulu, sebelum kembali melewati medan yang menanjak dan curam.

Alternatif lain, lewat Desa Petai, hilir Kecamatan Singingi. Ini lebih mudah, karena kendaraan roda empat bebas menyusuri koridor konsesi RAPP.

 

Potensi konflik

Di sini masalahnya. Sebagian besar hutan yang akan dikelola itu milik Suku Piabadar, sementara pengurus Koto Intuak dipenuhi Suku Piliang. Mayoritas pengurus koperasi juga diisi masyarakat Muara Lembu, padahal hutan yang dikelola lebih luas di Desa Pulau Padang. Arrindo khawatir kondisi ini akan menimbulkan konflik antar suku.

Jon Herman mengklaim, sudah ada kesepakatan antara Ninik Mamak Piabadar maupun Piliang. Masing-masing pihak menandatangani kesepakatan batas hutan ulayat masing-masing. Lagi pula, kata Jon Herman, masyarakat Suku Piliang lebih banyak di Muara Lembu.

Deflides Gusni senada dengan Jon Herman dan ikut mengklaim sudah ada kesepakatan hitam di atas putih oleh masing-masing suku.

Dia sudah beberapa kali turut fasilitasi pertemuan buat selesaikan masalah itu, baik formal maupun pertemuan santai di kedai kopi. Namun, dia tidak menyaksikan langsung penandatanganan itu.

Sebaliknya, berita acara hasil musyawarah besar yang diselenggarakan di Kantor Desa Pulau Padang, Juli lalu, mematahkan pernyataan Jon Herman maupun Deflides Gusni.

Derasnya penolakan masyarakat Pulau Padang terlebih karena, Koto Intuok lewat NPM hendak menebang hutan alam untuk jadi akasia dan eukaliptus.

Berdasarkan usulan dokumen UKL-UPL kegiatan pembangunan IUPHKm Koto Intuok, kondisi tutupan lahan yang akan diusahakan masih berhutan sekitar 1.422 hektar atau 91%. Hanya 1% areal terbuka dan sebagian kecil belukar. Hutan di sana masih dipadati kayu alam, seperti meranti, mahang; medang dan kelat.

Dalam hutan itu juga ada sejumlah satwa satwa seperti, babi hutan, musang, tikus belukar dan berang-berang. Juga berbagai macam unggas yakni, burung hantu, merbah; murai batu, punai, ruak-ruak dan balam. Ada sedikit reptil dan ampibi, antara lain, kadal, katak rawa dan ular sanca. Semua fauna darat itu dinyatakan dalam dokumen amdal tidak dilindungi, kecuali burung hantu.

 

Jalan di konsesi pemasok RAPP. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

Melenceng dari niatan awal?

Ditemui, 15 September lalu, Staf Perencanaan UPT KPH Singingi Nemora, tak menduga Koto Intuok akan tanam akasia dan eukaliptus. Saat terlibat verifikasi teknis, setahu dia koperasi hendak memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dan pengayaan jenis hutan, seperti durian dan jengkol sesuai arahan tim pusat.

“Intinya, pemanfaatan jasa lingkungan dan pengayaan. Itu saya dengar dari pembicaraan selama di lapangan.” Nemora tidak membantah, utusan NPM juga ikut saat verifikasi di lapangan.

Kepala UPT KPH Singingi Abriman bahkan lugas menyebut, NPM adalah donatur Koto Intuok. Namun, sikap Abriman agak bimbang. Satu sisi, dia tidak sepakat izin itu keluar di hutan alam dan mesti dijaga sama-sama. Sisi lain, katanya, lebih bagus RAPP yang kelola, karena sebentar saja hutan itu hijau kembali, manajemen lebih teratur dan bagus. “Kalau saya tergantung RKTdan RKU. Kalau sesuai aturan tidak masalah.”

 

Cabut izin HKm

Okto Yugo Setyo, Wakil Koordiator Jikalahari juga anggota Pokja Perhutanan Sosial Riau, mengingatkan, konflik di masyarakat dan eksisting berupa hutan alam primer. Dia mendorong menteri mencabut IUPHKm Koto Intuok dan memasukkan areal itu dalam peta indikatif penghentian pemberian izin baru (PIPPIB).

“Solusi saat ini memang sebaiknya dicabut dulu izin, kemudian masukkan dalam PIPPIB dan masyarakat tetap dapat jasa lingkungannya. Apabila, konflik di tengah masyarakat diselesaikan, masyarakat dapat mengusulkan untuk hutan adat. Dengan kearifan lokal masyarakat dapat memanfaatkan sekaligus melestarikan hutan,” kata Okto.

Pada prinsipnya, kata Okto, mereka menolak hutan alam itu mau ditebang habis, apalagi oleh NPM, karena bukan masyarakat yang untung dan jauh dari tujuan perhutanan sosial itu.

Suwirman, Kepala Bidang Tata Lingkungan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kuantan Singingi mengirim pengumuman permintaan saran, pendapat dan tanggapan, perihal permohonan rekomendasi izin lingkungan UKL-UPL Koto Intuok, Jumat, 2 Oktober 2020. Selain dikirim ke Kades Pulau Pudang, pengumuman itu juga ditempel di mesjid, lurah, camat, Polsek dan Koramil.

Pengumuman berlaku selama 10 hari, sesuai jam kerja. “Kalau tak ada penolakan, kita akan terbitkan rekomendasi izin lingkungannya. Sebaliknya, kalau memang betul ada keberatan dari masyarakat, kita minta pengurus Koto Intuok selesaikan itu terlebih dahulu,” kata Suwirman, Senin, 5 Oktober 2020.

Dalam pengumuman itu dijelaskan, kegiatan IUPHKm Koto Intuok diperkirakan dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap komponen lingkungan yaitu, geofisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi; budaya; kesehatan masyarakat maupun gangguan lalu lintas. Arrindo sudah membagikan lebih kurang 400 lembar lampiran pengumuman itu untuk diisi oleh masyarakatnya.

Jon Herman mulai menahan diri. Dia sadar, sampai kiamat pun Arrindo tak akan tandatangan rekomendasi. Dia diminta Chairul bersabar, sampai pemilihan Bupati Kuantan Singingi. Mereka berharap, calon yang didukung menang pilkada serentak, 9 Desember mendatang. Jon Herman menyebut nama calon itu, tetapi tak ingin ditulis. Dia sesumbar, pasangan Bupati/Wakil Bupati jagoannya akan beri jalan menebang hutan alam.

Chairul tidak menjawab lagi telpon dan pertanyaan yang dikirim ke WhatsApp, Selasa, 6 Oktober 2020. Sekretaris Koto Intuok Wandra yang disebut Jon Herman lebih banyak tahu hubungan koperasinya dan NPM, juga sulit diajak bertemu untuk meminta klarifikasi.

Dia selalu menjanjikan waktu tetapi tidak memberi kabar lagi setelahnya. Kata Arrindo, Wandra hadir bersama juru warta yang menemuinya di Kantor Camat Singingi.

 

 

Keterangan foto utama: Kondisi hutan alam yang masuk dalam izin HKm yang diberikan KLHK pada 2018. Izin HKm ini atas nama koperasi , yang mengurus perusahaan. Rencana koperasi akan tebang hutan untuk jadi akasiaFoto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version