Mongabay.co.id

Tuntutan Hidup Sehat, Tren Hidroponik Meningkat di Masa Pandemi

 

 

Pandemi COVID-19 yang berlangsung hampir setahun banyak mengubah kebiasaan orang hingga menciptakan hobi baru. Mulai tren bunga, budidaya ikan, hingga menanam dengan cara hidroponik. Meski pola ini telah muncul beberapa tahun silam, namun mengalami peningkatan saat pandemi.

Hal ini diakui Indra Jaya, petani hidroponik di Makassar, Sulawesi Selatan. Berawal kegemaran sejak 3 tahun lalu, kini dia menjalankan bisnis dengan brand Hidroponik Makassar dan membuka jasa pemasangan instalasi.

“Semakin banyak orang melirik usaha ini, dalam beberapa bulan sudah 5 permintaan pemasangan instalasi,” katanya kepada Mongabay, Rabu [7/10/2020].

Indra memulai usaha sejak 2017, bersama dua temannya dengan modal Rp30 juta. “Dulu kami bikin sekitar 1.500 lubang. Dengan asumsi 10 lubang menghasilkan 1 kg dan harga sayuran Rp30 ribu per kg. Sekali panen bisa menghasilkan 150 kg. Jika penjualan bagus dapat Rp4,5 juta yang panennya 2 kali sebulan. Ini hitungan kasar. Ternyata, ada kendala seperti hama atau mati lampu, sehingga hasilnya tidak sesuai target,” katanya.

Baca: Hidroponik, Solusi Pertanian Lahan Sempit di Perkotaan

 

Budidaya hidroponik menjadi tren baru di masyarakat kota, selain karena adanya pembatasan sosial juga adanya tuntutan hidup sehat melalui konsumsi makanan sehat. Foto: Indra Jaya/Mongabay Indonesia

 

Indra sempat bingung dengan pemasaran. Beruntung, ia punya teman yang bekerja di rumah sakit, mau membeli sayurannya rutin, meski dengan harga biasa.

Seiring banyaknya pembeli, mereka melakukan rotasi tanaman, tidak hanya sawi. Ada juga selada dan pakcoi, yang dianggap punya potensi pasar.

“Selada banyak dijual ke pedagang burger, sementara pakcoi bisa lebih mahal karena disukai pencinta makanan Korea. Alhamdullilah, kami sekarang bisa suplai resto besar dan terkenal per minggu meski melalui pengepul,” katanya.

Usaha Indra kian berkembang. Banyak pembeli skala rumah tangga yang juga memesan. Dia juga memasarkan menggunakan media sosial, yaitu Instagram dan Google bisnis.

“Setiap hari ada saja orderan masuk. Kalau buka Hidroponik Makassar, posisi kami No. 3 di Google. Dampak ke usaha juga lumayan.”

Pasar yang berkembang membuat Indra melakukan model kerja sama plasma. Mereka membantu pembuatan instalasi, namun pengelolaan dan pembiayaan oleh pihak lain. Mereka akan mendapat komisi Rp5 ribu – Rp10 ribu per kg.

“Tujuannya untuk kontinuitas pemasaran. Kadang ada yang pesan ketika kami tak punya, jadi bisa dioper ke mitra plasma.”

Menurut Indra, kelebihan hidroponik adalah lebih higienis, memiliki daya tahan hingga 10 hari, dan tidak ada zat kimia untuk pupuk maupun pengendalian hama. Hanya dijaga saja kebersihan instalasi agar tidak ada jamur.

Untuk tumbuh baik, tanaman hidroponik hanya butuh nutrisi berupa unsur hara seperti fosfor, kalsium, dan kalium. Bahan ini hanya tersedia di tanah, sementara di dalam medium air hanya ada unsur H2O.

“Jadi, tinggal dicari unsur hara yang tak ada di air, kemudian dilarutkan membentuk nutrisi. Ini yang membuat harganya agak mahal.”

Kunci kesuksesan usaha hidroponik adalah pada ketekunan menjaga kebersihan instalasi setiap hari. “Tantangannya masih di pemasaran, sementara di budidaya tak begitu susah, hanya butuh semangat dan rajin.”

Keberadaan transportasi online juga membantu pemasaran karena bisa menjangkau pembeli di mana saja selama masih dalam lingkup Makassar. Apalagi di masa pandemi yang membatasi pergerakan.

Baca: Kebun Hidroponik di Atap Hotel, Siasat Pasok Pangan di Nusa Penida

 

Tak butuh modal usaha besar jika ingin membuat hidropinik skala rumah tangga, bisa dilakukan di pekarangan rumah yang sempit. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Petani kota meningkat sejak pandemi

Takdir Syafruddin, pengusaha dan trainer hidroponik, mengakui ada tren antusiasme masyarakat untuk budidaya hidroponik.

“Kalau di awal pandemi sedikit menurun, sekitar minggu ke-3 ada kenaikan drastis. Loncatan luar biasa ini masih berlangsung hingga sekarang. Banyak muncul petani baru di Makassar dan beberapa daerah di Sulawesi Selatan,” katanya.

Takdir memperkirakan, tren ini terjadi karena pembatasan aktivitas yang membuat banyak orang tinggal di rumah, sehingga butuh kegiatan alternatif.

“Saya lihat, warga Makassar semakin banyak bikin kebun-kebun besar. Sekarang ada 10 ribu hingga 20 ribu lubang tanam. Pasar juga semakin meningkat, ada potensi di Jawa dan Kalimantan. Ini juga terjadi di skala rumahan.”

Untuk rumahan, skala 100 lubang tak butuh biaya besar. Hanya Rp500 ribu atau kurang, untuk sekadar pembeli bahan, belum termasuk biaya pemasangan.

“Kalau di bawah 100 lubang masih pakai sistem wig atau sumbu, masih coba-coba. Belum menggunakan listrik untuk sirkulasi, makanya tak butuh biaya besar.”

Baca juga: Berkebun di Masa Pandemi Berujung jadi Usaha Sayur Hidroponik

 

Takdir Syafruddin, pegiat tanaman hidroponik di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Terkait tren hidroponik, dia menilai karena kebutuhan konsumsi masyarakat meningkat, sadar untuk konsumsi sehat. “Harganya memang sedikit lebih mahal bisa dua atau tiga kali lipat, tetapi dibeli karena dianggap sehat. Sayuran yang paling banyak diminati adalah selada dan pakcoi dengan pasar terbesar pada restoran dan hotel-hotel.”

Untuk pemasaran, para pegiat hidroponik memiliki komunitas yang disebut Hidroponik Kota Makassar. Mereka bisa saling berbagi masalah dan pasar. “Kalau mau panen biasanya posting. Ada juga bertukar produk dari Makassar ke daerah.

Takdir melihat, tren hidroponik tidak bersifat sesaat, sebagaimana di Jawa dan Kalimantan yang sudah lebih dulu berkembang. Tantangannya lebih pada keterampilan penguasaan teknis budidaya.

Pasar juga belum terkoordinir baik, pengusaha kadang masih rebutan. Sementara dari budidaya, munculnya cendawan pada musim hujan bisa diatasi dengan telaten membersihkan pipa setelah panen.

“Kalau musim kemarau tantangannya hama, namun bisa dihilangkan menggunakan pestisida nabati yang dibuat sendiri atau dibeli. Untuk skala besar bisa menggunakan green house. Jamur menjaga kelembaban di dalam green house, setiap panen instalasi harus bersihkan, ganti air. Kuncinya kebersihan.”

 

 

Exit mobile version