Mongabay.co.id

Konflik Lahan Petani Tebo dengan Perusahaan Kayu Grup Sinar Mas Tak Kunjung Usai

Lahan petani Sungai Landai Mandiri yang tergusur. Foto: KPA

 

 

 

 

Bunyi eksavator milik perusahaan kayu, PT Wira Karya Sakti, anak usaha Sinar Mas Group, ‘meraung’ keras mendekati lahan kebun milik Nyai Jusmawati. Nyai, sebutan bahasa lokal untuk nenek. Kebun nyai berada sekitar 500 meter dari Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi.

Sudah dua hari, sejak Sabtu 26 September lalu, hingga keesokan harinya alat berat terus meratakan tanah di sekitar areal kebun Jusma.

Beberapa kali buldoser coba ditahan, namun operator tak peduli.

Perempuan berusia 55 tahun ini hilang akal. Dia bersama lima perempuan lain nekat menaiki buldoser dan melepaskan pakaian menyisakan celana pendek dan pakaian dalam.

Baca juga: Horor di Konsesi APP, Petani Tebo Tewas Mengenaskan

Jusma tak bisa lupa bagaimana aksi itu mereka lakukan. Buldoser berhenti. Dua hari kemudian, mereka pun diajak mediasi, Selasa, 29 September di Dinas Kehutanan Jambi.

“Kubur saja kami enam beranak ini di dalam tanah. Di mana kami mau makan lagi. Tanah semua sudah diambil perusahaan,” teriaknya di hadapan semua peserta yang mengikuti mediasi.

Dia menyeka air mata. Jusma tak mau larut bersedih. Dia ditinggal pergi suaminya sudah puluhan tahun. Menghidupi tiga anak sendirian. Kini, ada satu cucu. Dia hidup dari jadi buruh harian tani.

Mancah atau membersihkan kebun milik orang dia lakukan setiap hari. Sejak upah hanya Rp3.000, kini sudah Rp 50.000 per hari.

“Sudah tiga kali panen, kalian di sana. Sudah banyak untung yang kalian dapatkan. Kami ini orang bodoh, dak sekolah. Cuma tanah itulah tempat kami hidup,” katanya.

Jusma adalah bagian dari Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri. Konflik lahan di Desa Lubuk Mandarsah dengan perusahaan sudah berlangsung sejak lama. Berawal dari 2006, PT. WKS hanya izin membuat jalan di Bukit Bakar, tepatnya lahan milik Kelompok Tani Alam Lestari.

Baca juga: Konflik Lahan Petani Tebo dengan PT WKS Berlarut

Sadli, Ketua Kelompok Tani Alam Lestari ingat bagaimana pihak kecamatan menyakinkan, kalau perusahaan yang awalnya hanya bangun jalan berujung serobot lahan. Sadli dan 165 petani jatuh bangun mempertahankan lahan mereka. Dilaporkan, bolak-balik jadi tahanan wajib lapor, diteror, diancam sudah bukan hal baru lagi bagi Sadli.

“Saya tak pernah berhenti menyerah. Tanah itu hidup kami, hidup petani.”

Areal kebun milik Kelompok Tani Alam Lestari berada 100 meter dari jalan koridor yang dibangun perusahaan. Lokasi ini, tanah terakhir sebelum menuju pemukiman.

“Kalau lahan kami digusur, bukan hal sulit menggusur lahan lain dan juga pemukiman. Saya perjuangkan ini karena benteng untuk desa,” katanya.

 

Maswan memperlihatkan foto tanaman mereka sejak 2007. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Saat ini, Sadli bersama petani kelompoknya membentuk kampung dan sekolah sendiri.”Kami tidak mau anak-anak menjadi bodoh dan tidak sekolah. Hingga bernasib sama seperti kami”.

Perjuangan warga Desa Lubuk Mandarsah berebut lahan dengan WKS banyak menyisakan luka dan trauma.

Sadli bilang, pada 2007, penggusuran lahan memakan korban jiwa. Sukamto, seorang petani yang lahan ladang padi digusur saat menguning, meregang nyawa kena serangan jantung saat menghadang alat berat perusahaan.

“Kami kuburkan dia di tengah ladang padinya yang digusur. Sebagai saksi bagaimana kejamnya perusahaan,” katanya.

Akhir 2007, perusahaan juga menggusur lahan petani. Membuat mereka naik pitam dan membakar 12 alat berat dan satu mobil perusahaan. Sembilan orang petani diamankan dan proses hukum karena kejadian itu.

Tahun demi tahun proses mediasi, mulai dari tingkat tapak hingga Kementerian Kehutanan sudah dilalui. Perusahaan diam sejenak, kemudian aksi gusur kembali. Hingga konflik kembali pecah setelah pembunuhan terhadap Indra Pelani, seorang petani oleh petugas pengaman perusahaan pada 2015.

Desa Lubuk Mandarsah kembali terkoyak. WKS mohon maaf dan memberikan denda ada atas peristiwa itu. Denda adat berupa 1 kerbau, beras 100 gantang, kain kafan, 100 kayu, dan selemak semanis serba 100 buah. Pelaku pembunuhan tetap menjalani proses hukum.

Selang beberapa tahun, perusahaan tak beraktivitas lagi di lahan berkonflik. Pada 2019, petani Desa Lubuk Mandarsah malah panen raya padi di lokasi itu.

Maswan, perempuan paruh baya ini tersenyum mengenang panen raya padi tahun lalu. Dia peroleh hasil panen hanpir 1,200 kilo gram gabah kering.

“Kami masih panen padi Maret lalu, meski dak sebanyak di panen raya, itulah beras kami untuk makan,” katanya.

Hingga 9 September, konflik memanas lagi.

Setiadi, Bagian Resolusi Konflik WKS menjelaskan sejak Oktober 2017 hingga 2020, mereka memang tidak aktivitas penanaman karena sesuai kesepakatan.

“Tahun ini, dalam RKT [rencana kerja perusahaan], perusahaan tanam di lokasi itu. Kami tidak melakukan intimidasi, kekerasan dan lain-lain. Kami hanya bekerja tanam saja. Ini memang lokasi tanam sejak 2006, sudah tiga panen di lokasi itu. Darimana bisa lahan itu milik masyarakat?”

Setiadi bilang, kalau konflik ini sudah beberapa kali mediasi, bahkan pola kemitraan yang disepakati dengan Kelompok Tani Sungai Landai Bersatu dan Ketalo Jaya. Sampai saat ini belum disepakati dalam bentuk SK Nota Kesepakatan Kemitraan.

“Pada Juni 2018, sudah verifikasi untuk kelompok ini, namun belum ada kesepakan obyek. Karena perbedaan lokasi dan luasan yang diinginkan masyarakat dengan perusahaan. Masyarakat ini kan mau lokasinya datar dan luas lahan. Berbeda dengan perusahaan.”

Data yang didapatkan Mongabay luas definitif areal kerja WKS berdasarkan SK definitif addendum III yaitu SK Menteri Kehutanan No. 346/ Menhut –II tertanggal 10 September 2004 seluas 293.812 hektar.

Izin berada di lima kabupaten di Jambi, satu di Riau berdampingan dengan 131 desa. Pada 2016, WKS sudah penanaman seluas 196. 127 hektar.

Di Sungai Landai Mandiri, yang lahan tergusur, semula disebut Setiadi bagian dari Kelompok Tani Sungai Landai Bersatu.

Aksi penggusuran ini dinilai Frandodi, Korwil Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi menunjukkan, kesewenangan perusahaan dan melanggar beberapa kesepakatan sebelumnya yang menyebutkan penghentian sementara aktivitas perusahaan di lokasi berkonflik.

“Sudah jelas-jelas perusahaan melanggar kesepakatan. Bahkan, satu petani yang digusur itu memiliki SHM lahannya.”

 

Enam sekuriti PT WKS, yang menjadi terdakwa pembunuh Indra Pelani, petani Tebo.

 

KPA meminta, perusahaan menghentikan langkah-langkah penggusuran dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus mengevaluasi izin WKS karena di lapangan banyak lahan petani diserobot.

Lewat fasilitasi Dinas Kehutanan Jambi, 30 September 2020, WKS diwakili Setiadi dan Subono serta Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri diwakili Jusma dan Maswan menghasilkan tiga poin kesepakatan. Yakni, pertama, tidak ada penggusuran dan intimidasi perusahaan di areal Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri, kedua, lahan yang sudah digusur kembalikan kepada petani. Ketiga, masyarakat tidak boleh membuka lahan baru.

Kesepakatan juga berisi permintaan petani kepada perusahaan untuk menarik aparat kepolisian dan TNI dari lokasi. Setiadi mengakui, ada aparat di lapangan guna pengamanan kebakaran hutan dan lahan.

“ TNI dan polisi di sana untuk pengamanan dan antisipasi karhutla, mereka ada sepanjang tahun memang di lokasi kami. Kadang-kadang masyarakat membesar-besarkan. Tidak ada intimidasi.”

Martamis, Ketua Serikat Tani Tebo juga melihat ada upaya adu domba perusahaan antar sesama masyarakat di lapangan.

“Perusahaan menggunakan oknum aparat desa untuk menekan juga petani ini. Mengiming-imingi, menakut-nakuti petani agar tidak bertani di lokasi. Tapi mereka tidak punya pilihan lagi, itu tanah mereka. Tidak ada yang luas. Bisa cek di lapangan masing-masing petani punya berapa,”katanya.

Jusma berjalan ke luar ruang meranti, aula Dinas Kehutanan Jambi. Mata masih sembab, tetapi ada sedikit senyum. Jusma berharap, perusahaan menepati janji. Dia kembali bisa makan dari padi dan pisang yang ditanam.

 

 

***

Nyai Jusma kaget ketika Senin, 4 Oktober, mendapatkan surat panggilan Kepolisian Resort Tebo karena tuduhan gangguan keamanan oleh WKS.

“Nyai dikasih surat ini dari anak, disuruh ke Polres, tapi nyai kayaknya dak bisa datang. Biarlah kalau bisa pak polisi ke sini, tengok langsung kondisi kami,” katanya.

Ada tiga petani yang dipanggil merupakan Kelompok Petani Sungai Landai Mandiri, yakni, Jusma, Martamis dan Adrizal dengan laporan gangguan keamanan. Mereka kembali mendapatkan pemanggilan kedua, Jusma melalui saluran telepon akan datang memenuhi pemanggilan kepolisian.

“Yang kedua ini, nyai usahakan akan datang, nyai dak takut, nyai merasa dak salah. Memperjuangkan tanah punya nyai sendiri. Nyai akan jelaskan laporan gangguan keamanan kayak mano yang dilaporkan perusahaan.”

Faisal Fuad , Head of Social dan Security Dept WKS lewat keterangan resmi kepada Mongabay tidak mau menanggapi pemanggilan tiga orang petani di Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo, yang tergabung dalam kelompok Tani Sungai Landai Mandiri.

“Sementara, terkait klaim Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri Dinas Kehutanan telah memfasilitasi pertemuan pada 29 September 2020, yang menghasilkan kesepakatan antara SLM dan WKS untuk bersama-sama menghindari konflik horizontal.”

Dia mengapresiasi komitmen warga dan SLM untuk tidak membuka kebun baru di konsesi perusahaan. WKS pun, katanya, sepakat tidak akan membongkar kebun yang sudah dimiliki secara turun-temurun.

Selasa, 13 Oktober 2020, Nyai Jusma dan perwakilan Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri bertemu dengan DPRD Tebo, Komisi II dipimpin Wakil Ketua DPRD Tebo Syamsu Riza. Ada empat poin kesepakatan pertemuan, yakni, pertama, mendata subyek kelompok tani oleh Camat Tengah Ilir, Pjs Lades Lubuk Mandarsah, dan KPA Jambi.

Kedua, KPHP akan mendampingi warga saat verifikasi obyek dan wilayah antara Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri, Sungai Landai Bersatu dan Ketalo Jaya. Ketiga, DPRD akan menyurati KLHK melalui Dirjen BPHP untuk meminta WKS menghentikan penggusuran lahan masyarakat. Terakhir, akan memanggil tiga kelompok tani untuk pertemuan lanjutan.

 

 

Keterangan foto utama:  Lahan petani Sungai Landai Mandiri yang tergusur. Foto: KPA

 

Exit mobile version