Mongabay.co.id

Pandemi COVID-19 : Bantuan Merata, Air Bersih Masih Dikeluhkan (bagian 2)

 

Nelayan merupakan pekerjaan yang penuh resiko, namun seorang nelayan seakan tidak peduli akan resiko yang terjadi pada dirinya. Biasanya orang berprofesi sebagai nelayan, mengarungi lautan di malam hari. Mereka mengikuti angin darat dan kembali pada pagi hari saat angin laut mulai muncul. Para nelayan di pesisir pantai Takalar, Sulawesi Selatan, tidak kenal lelah menggeluti pekerjaannya meskipun di masa pandemi. Pemerintah setempat pun memberikan perhatian khusus terhadap semua masyarakat pesisir. Utamanya bagi mereka yang membutuhkan bantuan berupa alat.

Seperti yang dijelaskan Sekretaris Kecamatan Mangarabombang Muhammad Arief empat desa di kecamatan Mangarabombang yakni Laikang, Punaga, Lamangkia dan Tope Jawa semua telah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bantuan yang diberikan tersebut merata kepada seluruh warga nelayan. Hanya saja, di awal-awal sedikit kacau sebab ada warga yang sudah mendapatkan bantuan dari kementerian misalnya, masih juga berharap bantuan lain.

Namun setelah diberikan pengertian dan menjelaskan regulasinya masyarakat pun mengerti. Mereka yang mendapatkan bantuan dari kementerian pemerintah desa, agar bantuan itu merata ke seluruh warga. Kendati demikian, Arief mengatakan untuk bantuan berupa alat, semua petani di Mangarabombang difasilitasi. Mereka yang membutuhkan tali untuk rumput laut diberikan, begitu pula yang budidaya lobster. “Kadang kita kasih bibit untuk satu kolam sesuai permintaan,” katanya.

baca : Daya Beli Menurun di Tengah Pandemi, Senyum Nelayan Terkikis (bagian 1)

 

Kapal pengangkut ikan milik nelayan di Desa Lamangkia, Tope Jawa, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Foto : Andi Amriani Mansyur/Mongabay Indonesia

 

Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk bantuan kesehatan pemerintah daerah memang fokus memberikan bantuan wajib untuk mencegah stunting. Di tingkat kecamatan juga ada program bantuan kegiatan sosial yang dilakukan di masing-masing desa. “Jadi biasanya hari Jumat itu, kita kumpul di satu desa untuk berkegiatan Jumat berkah,” katanya.

Untuk bantuan ini, dia mengatakan ada nelayan yang dibina dan diberikan bantuan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Nah, untuk mencegah dobel, pemerintah kecamatan berusaha menyamakan datanya saja. Arief juga mengakui batuan pemerintah kabupaten terkait masalah sembako kepada warga pesisir sangat luar biasa. Apalagi di semua desa juga menganggarkan bantuan untuk para warganya.

“Bahkan kadang saya berfikir apanya lagi mau dibantu ini karena sudah ada semua,” katanya. Karena itu, jika ada warga pesisir di Takalar yang mengeluhkan sembako, dia menilai orang tersebut hanya merasa tidak cukup.

Selain itu, dia juga mengatakan, saat ini ada juga kelompok tani yang bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat yakni mereka yang terdaftar di pusat. Dan banyak juga yang kelompok tani yang tidak terdaftar, karena masyarakat yang mendengar ada bantuan langsung membentuk kelompok sendiri-sendiri. Padahal ada mekanisme yang harus mereka lalui.

Selama masa pandemi, menurut Arief, belum pernah mendengar nelayan mengeluhkan kekurangan kebutuhan hidup. Sebab para nelayan masih tetap beraktivitas seperti biasa. Namun, yang menjadi kendala yakni bom ikan, nelayan paling sering megeluhkan masalah tersebut selain merusak ikan-ikan juga habis.

baca juga : Derita dan Asa Nelayan Sulsel di Tengah Pandemi COVID-19 (bagian 1)

 

Daeng Randu’ salah seorang pedagang Kerang di desa Tope Jawa, Makarombang, Takalar, Sulsel. Foto : Andi Amriani Mansyur/Mongabay Indonesia

 

Pegawai yang juga hobi memancing ini, kembali menjelaskan, selama pandemi dia melihat harga ikan tidak menurun drastis. Beda ketika dipengaruhi oleh cuaca. Dia mencontohkan, saat cuaca buruk harga ikan di pasar itu tentu saja sangat tinggi sebab hanya sedikit nelayan yang mencari ikan. Kata dia, belum lama ini ada nelayan terdampar di pulau Tana Keke, saat berlayar mencari ikan, tiba-tiba perahunya dihantam ombak. Untung saja nelayan tersebut selamat hanya perahunya saja yang menghilang.

Terkait kebutuhan air bersih, dia mengakui air bersih PDAM sudah masuk ke area pesisir hanya saja belum merata ke seluruh masyarakat. Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) juga belum maksimal. Masih ada desa yang belum mendapatkan program tersebut. Kata dia di saat musim kemarau, ketersediaan air bersih belum maksimal seperti di desa Bontoparang, Bontomanai, Pattoppakang, Cikoang, Punaga dan Laikang.

Terkait air bersih salah seorang petani rumput laut di Bo’dia Desa Punaga, kecamatan Mangarabombang, Muhammad Fikram mengakui, air bersih sebagai salah satu kebutuhan pokok masih sangat terbatas di wilayahnya. Sehingga warga memang harus lebih menghemat lagi hanya untuk kebutuhan minum dan memasak saja.

Terkait bantuan kesehatan, selama ini masyarakat masih menggunakan jaminan kesehatan masyarakat. Dia bahkan mengaku, selama covid-19 tidak merasakan bantuan dari dinas kesehatan berupa obat-obat, masker dan semacamnya. “Tapi kami mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT),” katanya.

 

Puskesmas Lamangkia Desa Tope Jawa siap siaga membeikan pelayanan terhadap warga pesisir. Foto : Andi Amriani Mansyur/Mongabay Indonesia

 

*Andi Amriani Mansyur. Jurnalis IndonesiaInside.com, Sulawesi Selatan. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version