Mongabay.co.id

Seberapa Banyak Potensi Stok Ikan di Perairan Selat Malaka?

 

Sejumlah temuan mewarnai kegiatan survei eksplorasi laut di Selat Malaka pada 26 September hingga 21 Oktober 2020. Dari sekian banyak temuan, yang paling mencolok adalah temuan sejumlah larva ikan di perairan laut yang masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 571.

Bagi Pemerintah Indonesia, temuan tersebut menjadi bukti bahwa pemantauan status potensi stok ikan terus dilakukan dengan menggunakan metode akurat. Dalam praktiknya, pemantauan terhadap tingkat pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan dilakukan dengan baik dan teruji secara saintifik.

Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja mengatakan, metode yang digunakan untuk eksplorasi adalah hidro-akustik yang dipadukan dengan luas sapuan (trawl) dan oseanografi (fisika, kimia, dan biologi).

“Sehingga dapat menyediakan basis data untuk merumuskan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan,” jelas dia di Jakarta, Selasa (27/10/2020).

Sjarief mengungkapkan, kegiatan eksplorasi laut tersebut menjadi penanda bahwa KKP berkomitmen untuk terus menjaga sumber daya laut dengan baik. Selain itu, juga menjadi penegas bahwa kemampuan intelektual manusia yang luar biasa harus dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan banyak.

“Harus dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat luas,” tutur dia.

baca : Pemburuan Data Stok Ikan Nasional Mendekati Tahap Akhir, Seperti Apa?

 

Kapal Riset Bawal Putih III yang digunakan untuk Kajian Stok Sumber Daya Ikan di WPP 571 dan WPP 572 A. Foto : KKP

 

Tentang hasil temuan selama kegiatan penelitian, Kepala Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Erfind Nurdin menjelaskan, ada 41 famili larva ikan yang berhasil diidentifikasi sementara dari hasil kajian yang sudah dilakukan. Dari jumlah tersebut, famili yang mendominasi adalah clupeidae (sarden).

Selain itu, ada juga Famili scianidae (gulamah), scaridae (kakatua), mullidae (kuniran), dan nemipteridae (kurisi). Untuk Clupeidae dominan ditemukan ada di perairan Karimun sampai Bengkalis, sementara Scianidae dominan di perairan Panipahan (Riau) sampai Tanjung Balai, Asahan (Sumatera Utara).

Kemudian, Famili Scaridae dominan ada di perairan Belawan sampai Tanjungpura (Sumut), Mullidae dominan di perairan Peureulak sampai Idi Rayeuk (Aceh), dan Nemipteridae dominan ditemukan ada di perairan Bireun sampai Pulau Weh (Aceh).

Selain larva ikan, kegiatan eksplorasi laut juga melaksanakan pengukuran paramater fisika-kimia oseanografi yang mencakup pengukuran arus, suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan derajat keasaman. Kemudian, parameter biologi oseanografi yang mencakup fitoplankton, zooplankton, larva, substrat, dan benthos.

“Data tersebut selanjutnya akan dianalisa dan diolah untuk mengetahui kondisi habitat sumber daya,” sebut dia.

baca juga : Mengelola Sumber daya Genetik Ikan dari Laut Indonesia

 

Ikan tuna yang ditangkap nelayan di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Demersal

Secara keseluruhan, dari kajian hidro-akustik dan oseanografi dihasilkan cakupan sepanjang 2711,7 nanometer (nm) yang setara luas cakupan dengan degree of coverage (DC) sepanjang 7,17. Adapun, ukuran DC diketahui sudah dinyatakan baik jika mencapai angka lebih dari 4.

“Itu terdiri dari 55 stasiun oseanografi dan 25 stasiun trawl,” ujarnya.

Dalam melaksanakan penelitian, tim juga menggunakan alat penangkapan ikan (API) jenis trawl dan digunakan hingga 25 kali penarikan saat berada di wilayah perairan 571. Dari proses tersebut, tim mengalami dua kali kegagalan dikarenakan jaring sobek.

Adapun, durasi penarikan jaring trawl berkisar antara 30 menit sampai 1 jam dengan luas sapuan rata-rata 103 meter persegi (m2) dan dilaksanakan dari pagi sampai sore hari. Berikutnya, seluruh hasil tangkapan langsung dicatat, ditimbang, diidentifikasi, dan diukur dengan baik.

“Untuk mengetahui komposisi hasil tangkapan dan struktur ukuran,” sebut dia.

Ketua Tim Peneliti di WPP 571 Duranta Kembaren menjelaskan, hasil tangkapan yang dilakukan trawl menghasilkan sumber daya ikan demersal yang mendominasi hingga 67 persen, pari 14 persen, udang 7 persen, pelagis 6 persen, dan cephalopoda (cumi dan sotong) 4 persen.

Sementara, hasil lainnya adalah kepiting 1 persen, hiu 1 persen, lobster 0,1 persen, xiphosura (belangkas) 0,1 persen, serta lain-lain (gastropoda) 0,5 persen. Total, tangkapan yang dihasilkan dengan menggunakan API trawl mencapai berat 2,4 ton.

Untuk komposisi sumber daya ikan demersal, Duranta menyebutkan bahwa itu didominasi oleh Famili Leiognathidae (petek), Scianidae (gulamah), Gerreidae (kapasan), Mullidae (kuniran), Haemulidae (gerot-gerot), Synodontidae (beloso), Nemipteridae (kurisi), dan Ariidae (manyung), Tetraodontidae (buntal), dan Sphyraenidae (barakuda).

Kemudian, untuk komposisi spesies sumber daya ikan demersal didominasi oleh Photopectooralis bindus (petek), Pentaprion longimanus (kapasan), Pennahia macrocephalus (gulamah), Arius maculatus (manyung), Pomadasys maculatus (gerot-gerot), Lagocephalus inermis (buntal), Saurida microptectoralis & S.undosquamis (beloso), dan Pomadasys kaakan (gerot-gerot).

baca juga : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi

 

Ikan barakuda. Foto : wikipedia

 

Menurut Duranta, kelimpahan sumber daya ikan demersal tersebut jumlahnya berkisar antara 146,9–4.737,4 kg/km persegi, dengan kelimpahan rata-rata 1.590,3±1.069,9 kg/km2. Kelimpahan tertinggi di perairan bagian timur dan utara Bagan Siapiapi (Riau).

Kemudian, untuk komposisi famili sumber daya ikan pari didominasi oleh Dasyiatidae (stingray), dan Rhyncobatidae (guitarfish). Lalu, komposisi spesies pari didominasi oleh jenis Rhyncobatus laevis (giant guitarfish), Urogymus labistomata, Brevitrygon imbricata (Bengal whipray), dan Pastinachus solocirostris (roughnose stingray).

Adapun, kelimpahan sumber daya pari berkisar antara 1,6–1.456,7 kg/km2, dengan limpahan rata-rata 336,3±448,9 kg/km2. Kelimpahan tertinggi di perairan bagian utara pulau Rangsang, pulau Bengkalis, dan pulau Rupat (Riau).

 

Udang

Berikutnya, komposisi famili sumber daya udang didominasi oleh Penaeidae (udang penaeid), dan Squilla (udang mantis). Sementara, komposisi spesies udang didominasi oleh jenis Parapenaeopsis hardwickii (udang krosok), Metapenaeus ensis (udang dogol), Parapenaeopsisi scluptilis (udang ket/loreng), dan Harphiosquilla raphidae (udang cakrek/mantis).

Kelimpahan sumber daya udang berkisar antara 4,2–1.818,2 kg/km2, dengan kelimpahan rata-rata 216,9±454,6 kg. Kelimpahan tertinggi di perairan bagian utara dan barat Bagan Siapiapi (Riau).

Untuk komposisi famili sumber daya ikan pelagis didominasi oleh famili Engraulidae (teri), dan Clupeidae (sarden). Komposisi spesies ikan pelagis didominasi oleh jenis Ilisha elongate (ikan puput), Setipinna taty (teri bersisik), dan Ilisha melastoma (Indian ilisha).

Kelimpahan sumber daya ikan pelagis berkisar antara 5,1–1.106,2 kg/km2, dengan kelimpahan rata-rata 163,7±293,7 kg. Kelimpahan tertinggi di perairan bagian utara Pulau Rangsang (Riau) dan timur Langsa (Aceh).

Komposisi famili sumber daya cephalopoda didominasi oleh famili Loliginidae (cumi), dan Sepiidae (sotong). Komposisi spesies cephalopoda didominasi oleh jenis Photololigo duvauceli, Niponololigo sumatraensis, dan Photololigo edulis (cumi-cumi).

Kelimpahan sumber daya ikan cephalopoda berkisar antara 0,6–234,3 kg/km2, dengan kelimpahan rata-rata 91,1±77,7 kg/km2. Kelimpahan tertinggi di perairan bagian timur Langsa dan barat-utara Idi Rayeuk (Aceh).

 

Ilustrasi. Dawir Muding mencari gurita di wilayah tangkap di Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Setelah WPP 571 ini selesai di Banda Aceh, tim peneliti selanjutnya akan melakukan analisa hasil perekaman hidro-akustik serta osenografi untuk mengetahui potensi sumber daya ikan dan kondisi habitat sumber daya di perairan ini.

Berikutnya, tim akan melanjutkan survei eksplorasi laut untuk memantau potensi stok sumber daya ikan di WPP 572 di Samudera Hindia Barat Sumatera. Direncanakan, survei akan berlangsung selama 40 hari dengan melakukan pendataan di 43 stasiun oseanografi, dan 19 stasiun trawl.

Kepala BRPL Erfind Nurdin mengatakan, kapal berangkat dari Banda Aceh pada 24 Oktober dan akan tiba kembali di Jakarta pada 6 Desember 2020. Adapun, tim peneliti di WPP 572 dipimpin oleh Tegoeh Noegroho.

Dalam melaksanakan survei, BRPL Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berperan sebagai pelaksana bersama dengan peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Seluruh kegiatan survei dilakukan dengan menggunakan Kapal Riset (KR) Bawal Putih III milik KKP.

Adapun, peralatan yang digunakan untuk kegiatan penelitian antara lain hidro-akustik SIMRAD EK60, jaring trawl, bongo net, plankton net, Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) untuk mengukur arus, dan Conductivity Temperature Depth (CTD) untuk mengukur suhu.

 

Exit mobile version