Mongabay.co.id

Perlindungan Penyu di Kawasan Segitiga Terumbu Karang Hadapi Beragam Tantangan

Penyu ditangkap dan diperjualbelikan untuk konsumsi. FotoL Polairud Gebe

 

 

Indonesia berada dalam segitiga terumbu karang dunia (coral triangle). Kawasan ini sangat kaya sumberdaya hayati laut, seperti terumbu karang dan biota laut dari ikan sampai penyu. Upaya perlindungan penyu di kawasan segitiga terumbu karang ini menghadapi berbagai kendala dan tantangan.

Rili Djohani, Direktur Eksekutif Yayasan Coral Triangle Center mngatakan, kawasan terumbu karang selain menyediakan makanan dan pendapatan masyarakat berupa tangkapan ikan, juga wisata bahari.

Baca juga: Sembilan Tahun Peringati Hari Terumbu Karang Dunia, Bagaimana Kondisi di Indonesia?

Kawasan ini termasuk biota yang hidup disana pun menghadapi berbagai ancaman terutama dari sampah plastik, dampak perubahan iklim maupun penangkapan ikan tak terkendali. “Ada juga usaha wisata yang tidak bertanggung jawab,” katanya dalam diskusi daring baru-baru ini.

Purwanto juga dari CTC mengatakan, penyelamatan penyu harus dikejakan bersama karena ancaman cukup masif, antara lain, untuk konsumsi dan perdagangan ilegal. Belum lagi tertangkap jaring dan long line.

Ancaman serius lain, katanya, berupa gangguan habitat karena pembangunan perlu ada perhatian. Sampah plastik, juga jadi ancaman cukup serius. Ada penyu mati karena makan sampah plastik.

Baca juga: Ini Kisah Warga Jogosimo Penyelamat Telur Penyu hingga Menetas Jadi Tukik

Ancaman lain dampak perubahan iklim yang menyebabkan terjadi kenaikan suhu. Abrasi pantai juga jadi ancaman serius bagi peneluran penyu. Besarnya ancaman penyu, kata Purwanto, jadikan status terancam punah, rentan dan kritis.

 

Beragam jenis biota laut yang hidup di dalam dan sekitar terumbu karang di KKP Mare, Malut. Foto: Abdul Khalis

 

Apa upaya melindungi penyu dari kepunahan? Pertama, kata Purwanto, perlindungan pantai tempat peneluran guna melindungi habitat penyu, juga melindungi induk agar aman membuat sarang dan bertelur.

Kedua, perlu juga, katanya, memastikan proses reproduksi tetap berlangsung. Yang penting, kata Purwanto, ada usaha bersama   mengurangi dampak negatif dari perikanan komersial yang menyebabkan penyu tertangkap.

Ketiga, hal penting lagi dalam penyelamatan penyu adalah usaha penegakan aturan. “Itu penting bahkan kunci dalam upaya pelestarian penyu di Indonesia.”

Menyadari berbagai keterancaman dan tantangan, CTC lakukan kampanye perlindungan terumbu karang dan biotanya salah satu lewat permainan tradisional.

Baca juga: Enam Penyu Mendarat di Perairan Cilacap dalam Kondisi Mati, Ada Apa?

CTC, kata Rili, berupaya membantu mengatasi beragam permasalahan ini dengan membangun kapasitas lokal melalui pelatihan dan pembelajaran di kawasan konservasi perairan, dengan fokus pemuda dan perempuan.

Kuncinya melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan dan berbagai pihak terkait.

Kini, Yayasan CTC mendukung lima kawasan konservasi perairan (KKP) di Indonesia seluas 380.000 hektar laut, termasuk di Kepulauan Sula, Maluku Utara. Selain soal terumbu karang, mereka juga beri pemahaman dan penguatan kepada masyarakat soal penyu karena penyelamatan satwa ini sangat penting.

Selain Indonesia, kata Rili, beberapa negara di dunia yang masuk CTC sama-sama memiliki kekayaan biodiversitas tinggi yakni, Filipina, Malaysia, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon.

Di negara-negara ini mereka membentuk tempat perlindungan kumpulan genetik dengan memperbanyak terumbu karang. Untuk kekayaan penyu, Indonesia memililik enam dari tujuh jenis di dunia, semua tergolong langka dan dilindungi.

Indonesia juga merupakan jantung terumbu karang di dunia. Negara dengan sekitar 17.000 pulau ini sudah memiliki 220 KKP dengan luas perairan dilindungi 23 juta hektar. “Target pemerintah akan melindungi kawasan laut 10% atau sekitar 32 juta hektar pada 2030. Saat ini, sudah 23 juta hektar.”

 

Penyu hiju yang ditangkap warga di Morotai, akhirnya dilepaskan setelah ada penyadartahuan kepada mereka. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Aksi di Kepulauan Sula

Evi Nurul Ihsan, Direktur Konservasi CTC mengatakan, Kepulauan Sula, Malut, punya alam bawah laut begitu indah. Ada satu lokasi tempat menyelam sangat lengkap, dengan terumbu karang bagus dan ikan-ikan seperti kakap memijah atau kawin. Spesial lagi ada penyu hijau dan sisik.

Di KKP Kepsul dalam sekali menyelam bisa menemukan 30-40 penyu. Di Kepsul ditemukan tiga jenis penyu yakni, hijau, sisik dan belimbing.

Di Kepsul, katanya, Yayasan CTC bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi dan kabupaten untuk memastikan kondisi kekayaan alam laut itu terutama habitat dan populasi penyu bisa terjaga.

Di  Desa Fatkayuon, penyu dan habitat sudah terlindungi dengan baik. Lewat pengelolaan dalam satu sistem kawasan konservasi, antara lain memberikan peningkatan kapasitas masyarakat.

Meskipun begitu, secara umum, penyu di Kepulauan Sula terancam. “Kami sadar ada gap informasi dan pengetahuan bagaimana melindungi dan melestarikan penyu di Kabupaten Kepulaian Sula. Secara umum penyu di Kepsul terancam karena diburu secara brutal.”

Dalam banyak kasus, katanya, telur penyu masih diambil untuk konsumsi, belum lagi ada predator lain seperti babi, buaya anjing dan lain-lain.

Dia bilang untuk penguatan kapasitas masyarakat didatangkan ahli dari Universitas Papua. Mereka, katanya, sudah sering pelatihan untuk penangkaran penyu di Tambraw, Papua Barat, sebagai pusat penyu belimbing terbesar.

Di Kepulauan Sula, sudah ada Kelompok Masyarakat untuk Pengawasan (Pokmaswas). Ada dua desa, yakni Desa Fatkayuon Sulabesi Timur, Pokmaswas Pasir Putih dan Desa Waisum di Pulau Lifmatola dengan Pokmaswas Tanjung Deko. Di Lifmatola juga ada Cagar alam Lifmatola.

 

***

Keterangan foto utama: Penyu ditangkap dan diperjualbelikan untuk konsumsi di Maluku Utara. Foto: Polairud Gebe

 

 

Exit mobile version