Mongabay.co.id

Banjir Pasuruan Tertinggi dalam Belasan Tahun, Perubahan Bentang Lahan Perlu Jadi Perhatian

 

Menggunakan  perahu karet, Muhammad Iksan berkeliling di komplek Perumahan Gempol Citra Asri (GCA), Senin (2/11/2020) pagi. Ditemani warga yang lain, dia membagi-bagikan nasi bungkus yang didapat dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.

Bagi Iksan, banjir yang terjadi sejak Sabtu (31/10) itu tak pernah disangka sebelumnya. Selama belasan tahun tinggal disana, belum sekalipun terjadi banjir seperti sekarang ini. Bukan hanya jalanan. Banjir juga menggenangi rumah-rumah warga di komplek perumahan.

“Yang terpenting bantuan makanan dulu harus didistribusikan karena mereka tak bisa memasak,” kata Iksan yang menjabat sebagai ketua RT ini. Satu jam kemudian, 1000 paket tuntas ia bagikan.

Di sisi barat, banjir mencapai 30 sentimeter. Sementara di sisi timur, air yang menggenang lebih tinggi lagi. Mencapai 70 sentimeter hingga di atas lutut orang dewasa. Bahkan, rumah milik Suherman (60) di Blok G yang terlihat paling tinggi dibanding warga sekitar ikut kemasukan air.

“Ini rumah saya paling tinggi lho. Ini saja kemasukan, ndak tahu yang lain. Pastinya lebih parah dari rumah saya,” ungkap Suherman.

 

Seorang remaja di Desa Kedungringin, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan duduk di dipan di tengah banjir melanda wilayah setempat, Senin (2/11/2020). Foto: A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Komplek perumahan GCA bukan satu-satunya wilayah terdampak akibat luapan Kali Wrati ini. Pantauan Mongabay di lokasi, hampir seluruh wilayah di sepanjang sungai ini ikut tekena limpahan.

Di wilayah Kecamatan Gempol, selain menggenangi perumahan GCA, luapan Kali Wrati juga menyebabkan akses penghubung Pasuruan-Sidoarjo via Pasar Gempol atau Jembatan Viaduk ditutup. Jalanan pun tergenang air setinggi 30 sentimeter.

Dari arah Pasuruan, kendaraan yang hendak melintas diarahkan melalui Bypass Gempol-Bundaran Apollo atau via tol Pasuruan-Gempol. Sebaliknya, dari Porong, melalui Gempol-Bundaran Apollo, atau melalui tol Kejapanan.

Di wilayah hulu, luapan Kali Wrati juga merendam ribuan rumah di Desa Kedungringin, Kecamatan Beji. Tercatat, 9 dusun yang ada di desa setempat rata dengan genangan air.

Kesembilan dusun tersebut adalah Dusun Kedungringin Selatan, Dusun Kedungringin Tengah, Dusun Kedungringin Utara, Dusun Ngayunan, Dusun Gresikan, Dusun Ngampel, Dusun Balungrejo, Dusun Bahrowo dan Guyangan.

Berdasarkan siaran pers BNPB (2/11) siang, sedikitnya 6. 379 KK di Kabupaten Pasuruan ikut terdampak banjir kali ini. Terdapat dua kecamatan terdampak yakni Kecamatan Beji tepatnya di Desa Kedungringin, Desa Kedung Boto dan Desa Cangkring Malang. Kemudian,  Kecamatan Gempol tepatnya di Desa Gempol dan Desa Legok dengan rata-rata genangan air berkisar antara 20 sampai 120 cm.

BNPB menyebut,  Kabupaten Pasuruan memang memiliki kajian bahaya sedang hingga tinggi untuk bencana banjir dengan luas bahaya lebih dari 32 ribu hektar. Sedangkan melalui kajian risikonya, sebanyak 597 ribu jiwa yang tersebar di 21 kecamatan terpapar bencana banjir di wilayah administrasi Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Baca juga: Waktunya Mulai Mewaspadai Mega Bencana: Pandemi dan Banjir Puncak Musim Hujan

 

Petugas dari Tenaga Harian Lepas (THL) Dinas Sumber Daya Air dan Tata Ruang dikerahkan untuk membersihkan sampah di Kali Wrati, Senin (2/11/2020) pagi. Foto: A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Bantaran Sungai Berubah jadi Perumahan

Banjir di Kabupaten Pasuruan sejatinya bukan hal baru. Tercatat, sejumlah wilayah daerah ini acap kali menjadi langganan banjir Dimulai dari Kecamatan Nguling di pesisir timur hingga Gempol di wilayah barat.

Berdasar data Badan Penanggulangan  Daerah (BPBD) setempat, sedikitnya 15 desa di delapan kecamatan ikut terdampak banjir akibat hujan lebat pada Sabtu (31/10) siang hingga malam lalu.

“Beberapa lokasi banjir makin tinggi karena hujan susulan pada Minggu (1/11),” jelas Kepala BPBD, Tectona Jati.

Tecto, sapaannya menyebutkan, kedelapan kecamatan itu meliputi Rejoso, Grati Winongan, Rembang, Bangil, Kraton, Pohkentrek, Beji, dan Gempol. Dari beberapa wilayah itu, Gempol dan Beji yang paling parah.

Di Kedungringin, Kecamatan Beji, hingga hari ketiga, Senin (2/11) belum ada tanda-tanda banjir akan surut. Alih-alih surut, ketinggian air di beberapa titik bahkan mencapai 1 meter lebih. Situasi itu membuat warga tak bisa beraktivitas.

Tecto melanjutkan, setidaknya ada empat sungai besar yang menyebabkan banjir di Kabupaten Pasuruan. Yakni, Kali Wrati, Kali Kedunglarangan, Kali Welang, Kali Rejoso, dan Laweyan. Beberapa sungai tersebut berada dalam kewenangan Pemprov dan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Brantas.

Di sisi lain, banjir menahun yang melanda wilayah Kabupaten Pasuruan memantik perhatian ahli hidrologi Universitas Merdeka (Unmer) Malang, Gunawan Wibisono.

“Sebenarnya ini fenomena lama ya, dan sudah berlangsung bertahun-tahun. Tapi, bukannya mereda, makin kesini makin parah. Wilayah terdampak juga semakin luas. Gempol sekarang kena sampai sebegitu parahnya,” jelasnya lewat sambungan telepon (2/11).

Karena sudah berlangsung lama, lanjut Gunawan, pemerintah seharusnya sudah punya rencana yang matang untuk mengatasi persoalan ini. Minimal, untuk meminimalisir area terdampak. Dimulai dari kawasan hulu hingga hilir.

Gunawan mengatakan, di kawasan hulu, pemerintah perlu memetakan mana saja daerah tangkapan air yang banyak berubah fungsi.

“Karena kalau dipetakan, sungai-sungai besar yang ada itu kan berhulu di daerah pegunungan. Arjuno, Welirang, Penanggungan sampai Bromo. Bagaimana kondisinya?” jelasnya.

Menurut Gunawan, banjir itu bisa terjadi saat hujan dengan intensitas tinggi, sementara laju air berlangsung cepat. Akibatnya, daerah aliran sungai (DAS) tak mampu menampung air dalam jumlah banyak. Karena itu, rekayasa dalam rangka memperlambat laju air menjadi hal yang mutlak.

Terpisah, pegiat lingkungan dari Yayasan Satu Daun, Diono Yusuf mengatakan, banjir di wilayah Gempol-Beji tak lepas dari berubahnya fungsi lahan di daerah hulu. Lereng-lereng Gunung Penanggungan yang merupakan hulu Kali Wrati banyak dialihfungsikan untuk kegiatan penambangan.

Sampean kan tahu sendiri bagaimana tambang-tambang di daerah lokasi Penanggungan. Dan, itu pasti berdampak pada kemampuan daerah tangkapan untuk meresapkan air,” jelas Dion, panggilan akrabnya.

Pemerintah sendiri sejatinya sudah punya sejumlah rencana untuk menangani banjir di Pasuruan. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019, pemerintah memasukkan normalisasi Kali Wrati-Kedunglarangan dan Kali Welang sebagai upaya penanganan banjir di Pasuruan. Untuk keperluan itu, anggaran ditaksir mencapai Rp 1 triliun.

Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Tata Ruang (SDA-TR), Misbah Zunib, mengakui, lambannya laju air di Kali Wrati menjadi salah satu penyebab banjir kali ini. Hal iru diperparah dengan banyaknya tumpukan sampah yang memenuhi badan sungai. Untuk mempercepat laju air, pihaknya mengerahkan tenaga harian lepas (THL) Dinas SDA-TR untuk membersihkan tumpukan sampah di dam Kali Wrati.

“Ada 20 personel yang kami kerahkan. Sengaja kami pakai tenaga manusia karena menunggu alat berat nanti lama. Aksesnya juga sulit karena kebanjiran,” terang Misbah.

Misbah mengakui, normalisasi sungai menjadi salah satu opsi menangani banjir Pasuruan. Akan tetapi, pelaksanaan di lapangan tidak mudah. Penyebabnya, sebagian bantaran sungai kini telah berubah jadi permukiman. Salah satunya di Kali Wrati. Menurut Misbah, ada sekitar 1000 KK yang saat ini menempati sempadan sungai.

“Ini kan jadi problem juga. Kalau mengikuti peta normalisasi, mereka harus pindah. Tapi kan tidak semudah itu. Ini yang sementara masih dibahas bersama BBWS,” terang Misbah.

Baca juga: La Nina Berpotensi Timbulkan Bencana Banjir dan Longsor, Bagaimana Antisipasinya?

 

Banjir di Kedungringin, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan ikut menggenangi masjid setempat, Senin (2/11/2020). Foto: A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Waspadai Dampak La Nina

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas II Pasuruan sebelumnya telah memprediksi kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem yang berpotensi menyebabkan banjir di Pasuruan.

“Sebelumnya, BMKG telah memberikan peringatan akan potensi terjadinya cuaca ekstrem di Jawa Timur di hari Sabtu (31/10) antara pukul 17.40-19.40. Dan, setelah itu terjadi banjir,” kata Sujabar, kepala BMKG Kelas II Pasuruan.

Kendati demikian, menurut Sujabar, intensitas hujan saat itu sebenarnya belum tinggi. Berdasar pengamatan yang dilakukannya, curah hujan yang terjadi sebesar 95, 4 mm per jam. Dan, itu masih dalam kategori sedang.

Meski masih dalam kategori sedang, hujan yang turun hingga malam hari nyatanya cukup untuk membuat daerah di delapan kecamatan di Kabupaten Pasuruan tergenang.

Untuk itu, Sujabar tetap mengimbau warga yang tinggal di daerah rawan bencana banjir tetap waspada. Terlebih lagi, kehadiran La Nina di Samudera Pasific diyakini akan menambah volume hujan dalam beberapa waktu ke depan.

“Hujan yang berlangsung kemarin juga akibat pengaruh La Nina. Adanya perubahan suhu di Samudera Pasifik akhirnya membuat volume hujan bertambah,” katanya.

 

 

Exit mobile version