Mongabay.co.id

Restorasi Karang Dampak Pandemi Dimulai di Lima Perairan di Bali

 

Puluhan warga mengikuti pelatihan pembuatan struktur karang dari program padat karya Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) di Lini Aquaculture Trainning Center (LATC), Desa Les, Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, pada Kamis (29/10/2020). Para peserta didominasi nelayan dan petani yang sudah pengalaman terlibat dalam pembuatan struktur.

Mereka harus menularkan keahlian pada lebih dari 1200 warga lain yang terlibat program ICRG ini di 6 area pesisir Bali Utara. Warga yang terlibat merupakan  terdampak pandemi Covid-19, dan akan mempelajari upaya konservasi dengan membuat struktur bagi karang-karang yang akan ditransplantasikan.

Made Partiana, Ketua Kelompok Usaha Bersama Mina Tani di Desa Les menjelaskan cara pembuatan struktur bentuk hexadome. Pria ini menggambar bentuk fishdome yang sudah seringkali dibuatnya dan menjelaskan material yang diperlukan.

Menjawab pertanyaan seorang peserta, Partiana menyebut penambahan kalsium bisa menjadi stimulan anakan karang tumbuh lebih baik. Tapi dari pengalamannya, pernah mengisi lapisan kalsium lebih banyak, namun yang banyak tumbuh sponge panjang cokelat. “Setelah dikurangi, lebih baik, mungkin tergantung kualitas air. Di perairan lain bisa beda. Tapi pesisir utara hampir sama,” jawabnya.

Ia mendorong warga makin banyak berinovasi, agar struktur lebih ideal seperti tingkat kematian karang lebih sedikit, dan biota lebih banyak.

baca : Begini Tantangan Konservasi Terumbu Karang di Saat Pandemi

 

Peserta membuat struktur hexadome untuk transplantsi karang dari program padat karya ICRG di Nusa Dua, Bali, Kamis (29/10/2020). Foto : KKP

 

Yulnadi, instruktur LATC mengatakan struktur sebaiknya dibuat semirip mungkin dengan alam, untuk menghasilkan habitat baru ikan. Dimulai dari perencanaan menentukan tujuan, identifikasi stakeholder, dan sosialisasi. “Pernah ada kesalahan buat patung penari 3 meter, tangannya patah pas diangkat dan diturunkan ke bawah,” kisahnya.

Iqbal Kenedi giliran menunjukkan cara pembuatan struktur berbentuk roti buaya. Sementara Andre Mustain melanjutkan dengan sesi perawatan dan monitoring struktur yang sudah ditenggelamkan.
Menurutnya tidak bisa hanya mencemplungkan lalu ditinggal. Perlu dimonitor rutin, misalnya dengan sejumlah cara.

Pertama, lihat fisik, apakah di posisi semula atau bergeser, ada yang rusak atau hilang. Kedua, cek biologi, cek apakah ada kematian. Dalam 2 minggu harusnya ada perubahan, masih segar atau mati.

“Kalau pucat, dalam sebulan sudah putih. Pertumbuhan setelah satu tahun. Jika hidup, akan ada rekrutmen karang baru, dan komunitas ikan yang muncul,” ingatnya. Permukaan struktur diminta jangan terlalu halus biar rekrutmen karang mudah menempel.

Perawatan yang biasanya ia dan rekannya di LATC lakukan adalah monitoring 1-2 bulan sekali. Menyesuaikan kondisi cuaca, alat, dan ketersediaan sumberdaya manusia. Proses monitoring, seperti hadirnya rekrutmen karang disukai turis yang melakukan studi atau pemantauan.

Selain itu, kehadiran beberapa jenis satwa molusca nudibranch, juga menarik turis terutama penghobi fotografi makro. “Paling sulit merawatnya. Tapi bisa jad potensi wisata penelitian dengan akademisi,” gugah Andre.

baca juga : Pentingnya Memilih Substrat dan Terumbu yang Tepat untuk Taman Laut Indonesia

 

Struktur karang yang dibuat di kawasan Nusa Dua, salah satu lokasi ICRG.
Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

I Nyoman Putra, Ketua Pokwasmas Kertha Winangun Desa Pacung, salah satu desa yang terlibat di Buleleng melihat manfaat program ini. Selain bantuan ekonomi masyarakat terimbas pandemi juga pemulihan terumbu karang, pendidikan mengurus karang, dan menyelamatkan karang. “Imbas pada nelayan. Tak perlu jauh lagi cari ikan, terumbu karang rumah untuk bertelur dan anaknya,” sebutnya.

Apalagi ia dan tim Desa Pacung sedang merancang grand desain Pacung menuju wisata pantai. Revitalisasi bawah laut dan wisata adalah bonus yang diharapkan. “Warga bisa terlibat dengan ikut bekerja, mendapat upah, memberi masukan, dan menanam serta menjaga,” ujar Putra.

Pokwasmas Pacung terbangun dari tiga kelompok nelayan, Samudera Jaya, Watungangga, dan Mina Segara. Pihaknya sudah merekrut tenaga 150-180 orang tukang, nelayan, penyewaan jukung, tulang las, administrasi, dan lainnya.

Program padat karya di Buleleng menargetkan restorasi empat hektar taman laut dari rencana 50 hektar di lima lokasi perairan Bali. Putra mengingatkan untuk memperhatikan cuaca karena intensitas hujan kan lebih tinggi, termasuk potensi badai La Nina. Dari pengalamannya, pada Desember-Januari ombak besar. “Kita siap, tapi tergantung alam,” imbuhnya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Buleleng Gede Melandrat menyebut, hari kerja efektif program ini hanya 37 hari dan Buleleng akan mengerjakan senilai Rp15 miliar. “Kalau ada riak, bangun komunikasi, semua kegiatan dicari solusi. Bangun ICRG tak bisa sendiri, komitmen bersama. Perlu konseptor-konseptor dari desa,” katanya. Yayasan LINI hanya fasilitator di Buleleng. Ia berharap buruh dan nelayan mendapat dampak tambahan selain revitalisasi lingkungan bawah laut.

perlu dibaca : Sisi Positif Wabah Corona Bagi Terumbu Karang Indonesia

 

Terumbu karang adalah rumah anakan ikan seperti clownfish dan ekosistem penting bawah laut.
Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

Pemulihan Ekonomi 

Program restorasi terumbu karang Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) ini disebut program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan dimulai dari Bali. Diharapkan jadi pemicu bagi pemulihan ekonomi Bali karena sektor pariwisatanya sempat lumpuh akibat pandemi.

Dalam siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengikuti sosialisasi program padat karya ICRG di Pantai Pandawa, Badung, Bali, Jumat (30/10).

Program ICRG untuk restorasi terumbu karang dihelat di lima lokasi perairan di Bali, yaitu Nusa Dua, Serangan, Sanur, Pantai Pandawa, dan Buleleng. Kebun terumbu karang ini dibangun melalui anggaran KKP yang bersumber dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp111,2 miliar.

“Ini juga bargain kepada dunia bahwa dengan kita membangun koral, kita juga turut membangun iklim sejuk di Indonesia. Karena menanam satu koral sama dengan menanam 20 pohon,” imbuh Edhy. Program pembangunan taman bawah laut ini juga diharapkan menjadi trigger pemanfaatan sektor kelautan dan perikanan di Bali, tidak hanya bertumpu pada sektor pariwisata. Sebab, Edhy melihat potensi Bali di sektor kelautan dan perikanan cukup tinggi.

Edhy pun mengajak masyarakat Bali untuk mulai menggarap serius sektor kelautan dan perikanan. Misalnya rumput laut, tambak udang, atau budidaya ikan.

Ia mencontohkan, budidaya rumput laut yang pengelolaannya tidak terlalu rumit. Cukup memberikan bibit, tanpa pupuk, dan bisa dipanen setiap 43 hari. “Satu tahun bisa menghasilkan 10 ton kering minimal. Harga perkilonya bisa Rp12 ribu bahkan sampai Rp26 ribu,” ujarnya.

Atau budidaya udang vaname yang bisa menghasilkan 40 ton dari satu hektare tambak. Edhy mengilustrasikan, seperempatnya saja atau 2.500 meter tambak sudah bisa menghasilkan 10 ton sekali panen. Alhasil, jika dikalikan dengan harga udang minimal Rp60 ribu per kilo, pembudidaya sudah mengantongi untung kotor hingga Rp600 juta.

“Untuk modal, kita punya pinjaman yang bunganya hanya 3 persen, BLU LPMUKP. Kalau habis bisa ambil KUR, kalau bapak ibu sudah jago, bisa ambil komersil,” tutupnya.

penting dibaca : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudidaya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19

 

Untuk program ini, KKP jalin kerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali dalam bentuk nota kesepahaman (MoU) untuk menyalurkan dana bagi upah tenaga kerja program ICRG.

Masyarakat yang tergabung dalam kelompok padat karya ini akan dibukakan rekening ICRG yang selanjutnya digunakan dalam pembayaran upah selama program berjalan melalui transfer ke rekening.

Plt. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Tb. Haeru Rahayu mengungkapkan sejauh ini 6.225 rekening telah dibuka atas nama warga yang terdaftar pada kelompok padat karya. Sementara data yang telah masuk ke BPD Bali tercatat 9.000 warga dan masih akan terus bertambah sesuai target ICRG hingga 11.000 tenaga kerja.

Lembaga yang menjadi fasilitator adalah Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII), Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI), dan Yayasan Lautan Kebun Koral sebagai pelaksana kegiatan.

 

***

 

Foto utama : biota laut dan terumbu karang yang ada di perairan. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

Exit mobile version