Mongabay.co.id

Trenggiling Makin Kritis Kala Perburuan dan Perdagangan Terus Terjadi

Puluhan sisik trenggiling yang mau diselundupkan ke Tiongkok melalui Bandara Kualanamu. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Trenggiling masuk daftar satwa dilindungi dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) pun menetapkan status terancam kritis (critically endangered) tetapi perburuan dan perdagangan ilegal terus terjadi. Kalau tak ada keseriusan menjaga dan penegakan hukum bagi pelaku, satwa ini pun terancam punah.

Satu kasus perburuan dan perdagangan sisik trenggiling baru-baru ini terjadi di Jambi. Pada 14 Oktober lalu tim Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat Brigade Harimau Jambi berhasil mengamankan 24,5 kilogram sisik trenggiling (Manis javanica) di jalan lintas Sumatera Desa Bukit Tigo, Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Sisik ternggiling ini diamankan petugas dari inisial S, warga Dusun Sungai Kudis, Kecamatan Limun, Sarolangun.

S tengah mengendarai sepeda motor membawa sisik trenggiling yang dikemas dalam karung dan kotak karton dengan berat masing-masing 16,9 kg dan 7,6 kg. S janji bertemu dengan pembeli yang dikenal dari media sosial.

S menyepakati harga sisik trenggilingRp 3,7 juta per kilogram. Pembeli sudah mentransfer uang muka, sisanya saat transaksi.

Berdasarkan keterangan S pada petugas dia mendapatkan trenggiling ini dari sekitar tempat tinggal. Trenggiling hasil buruan ini dia sembelih. Daging dia makan dan sisik jual lewat media sosial.

S tergiur menjual sisik trenggiling karena harga jual tinggi.

“Saat ini S telah ditahan di tahanan Polda Jambi. Penyidik akan menyelesaikan berkas perkara, dari fakta-fakta pemeriksaan akan kami coba mengembangkan kasus ini, terkait pihak pihak lain yang terkait dengan S” kata Beth Venri, komandan SPORC Brigade Harimau, Jambi.

Dia mengatakan, S kena jerat UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara lima tahun, denda Rp100 juta.

Merujuk data IUCN, populasi trenggiling turun 80% selama 21 tahun terakhir. Penurunan drastis ini karena perburuan. Daging, kulit dan sisik trenggiling jadi incaran pemburu karena harga jual tinggi. Sisik dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan penyakit secara tradisional. Perdagangan ilegal trenggiling tidak hanya terjadi di pasar lokal juga pasar internasional.

Tiongkok, dan Vietnam jadi tujuan utama pasar trenggiling dari Indonesia. Trenggiling masuk daftar Appendix II CITES yaitu daftar spesies dilindungi terancam punah yang tak boleh diperdagangkan antarnegara.

 

Pelaku dan sisik trenggiling dalam karung yang berhasil diamankan petugas. Foto: SPORC Jambi

 

Perburuan musuh utama

Rosek Nursahid, Ketua Profauna Indonesia mengatakan, perburuan liar jadi musuh utama populasi trenggiling di alam. “Tidak ada musuh lain selain manusia. Ancaman utama tringgiling adalah perburuan,” katanya.

Dia memastikan, trenggiling yang diperdagangkan di pasar gelap merupakan tangkapan dari alam.

Osmantri dari Wildlife Crime Team (WCT) juga meyakini perburuan liar jadi faktor utama penurunan populasi trenggiling di alam. “Karena perburuan trenggiling lebih aman dan mudah, juga mudah dalam penyimpanan dan penjualannya,” katanya.

Menurut Osmantri, sisik trenggiling banyak untuk obat, baik trandisional maupun modern. Tiongkok dan Taiwan jadi tujuan akhir untuk perdagangan dalam skala internasional.

“Dari Indonesia, Malaysia dan Singapura jadi negara transit. Di samping kebutuhan dalam negeri mereka untuk daging trenggiling sebagai bahan makanan atau sup. Kalau perdagangan domestik lebih banyak untuk kebutuhan daging saja,” katanya.

Berdasarkan temuan tim WCT hingga 2018, Bengkalis, Riau merupakan daerah dengan kerawanan tinggi di Sumatera, diduga sebagai tempat menyelundupkan trenggiling ke Malaysia dan Singapura. Bahkan, broker dan pedagang di Sumatera Barat dan Jambi memanfaatkan jalur ini.

Meski 10 tahun terkahir upaya penegakan hukum kasus kejahatan satwa jauh lebih baik, katanya, namun masih ada pekerjaan rumah perlu diselesaikan. “PR-nya, bagaimana saat masuk persidangan hakim mempunyai pemahaman sama, bahwa kejahatan perdagangan satwa langka itu kejahatan serius yang patut dihukum maksimal. Ini PR terberat. UU direvisi, hukuman dibuat minimum, bukan maksimum,” kata Rosek.

Menurut dia, pelibatan masyarakat lokal secara aktif menjaga lokasi-lokasi perburuan satwa penting. Kasus perburuan, katanya, selalu berjalan seiring dengan perdagangan satwa.

“Masyarakat lokal adalah benteng paling kuat untuk melindungi kekayaan sumber daya alam mereka,” kata Rosek, seraya bilang, pemerintah tak mampu menyelesaikan masalah itu sendiri.

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Sisik trenggiling yang bernilai ekonomi tinggi mengancam keberadaan trenggiling di alam. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version