Mongabay.co.id

Dampak Fenomena La Nina, Petani Buah Semangka dan Melon Tekor

 

Wajah Syafi’in tampak lesu tatkala berada di lahan miliknya di Desa Latukan, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di bawah awan gelap di pagi itu pria berkepala tiga ini mengaku pasrah, sebab tanaman buah semangka (Citrullus lanatus) yang di tanam dua bulan lalu kini mengalami gagal panen.

Penyebabnya karena tingginya intensitas curah hujan dalam beberapa hari terakhir. Akibatnya lahan pertanian yang semula kering menjadi tergenang air setinggi 5 cm, atau sebetis orang dewasa. Padahal, di tahun sebelumnya tanaman yang dimiliki Syafi’in pada bulan yang sama masih bisa di panen. Namun, untuk tahun ini dia harus menelan pil pahit. Selain semangka, tanaman buah lain seperti melon (Cucumis melo) dan juga blewah (Cucumis melo var. Cantalupensis) juga mengalami rusak parah.

“Selama ini hanya dua kali mengalami gagal panen. Pertama pada tahun 2017, tanaman banyak yang rusak karena hama kutu kebul yang tidak bisa diatasi. Kemudian sekarang ini gagal karena hujan datangnya tidak terkira,” ujar pria yang menekuni profesi tani mulai tahun 1999 ini, Senin (02/10/2020).

Jika sudah terkena air hujan, lanjut dia, buah yang masih berada di tengah sawah jadi kembung kemasukan air. Dampak yang ditimbulkan, buah menjadi membusuk dan tanamannya rusak karena terendam air. Padahal sudah hampir masa panen. Di lahan berukuran 1 hektare miliknya itu Syafi’in mengaku menanam buah seperti semangka, melon dan blewah membutuhkan biaya operasional sekitar Rp7 juta.

baca : Hujan Datang Lebih Awal Jadi Kendala Petani Buah Musiman

 

Syafi’in (62) disela-sela memanen sisa-sisa buah semangka yang rusak karena dampak dari fenomena La-Nina. Fenomena ini menyebabkan curah hujan tinggi pada daerah yang terdampak. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Perubahan Cuaca

Iklim ekstrim belakangan ini sering terjadi. Bagi petani pada umumnya tingginya instensitas curah hujan dalam beberapa hari terakhir merupakan hal yang dinantikan. Beda halnya dengan petani buah musiman seperti Syafi’in, datangnya hujan kali ini baginya merupakan musibah.

Hal sama juga dirasakan Suli’yah (60) petani buah lainnya, jika tidak ada musibah sebagaimana yang terjadi sekarang ini, berdasarkan pengalaman sebelumnya di sawah dengan ukuran 100 meter persegi itu bisa menghasilkan buah antara 3-4 ton. Jika hasilnya bagus dalam satu hektar lahan yang di tanam buah tersebut bisa mendapatkan 20 ton buah.

Namun, untuk tahun ini dia rugi. Tiga jenis buah yang dia tanam yang seharusnya menghasilkan rupiah itu saat ini banyak yang terbuang di lahan sawah. Bahkan, tidak sedikit pula buah yang rusak itu tercecer di jalan pertanian maupun memenuhi saluran irigasi.

Dibandingkan kebanyakan petani lainnya yang ada di desa yang mayoritas warganya merupakan petani, perempuan berkulit sawo matang ini mengaku masih cukup beruntung. Sebab di lahan satu hektar yang di garapnya tersebut bisa menghasilkan 7 ton. Setidaknya untuk membayar jasa buruh panen dan juga transportasi masih mampu.

“Tahun lalu itu per bumi 100 (100 meter persegi) itu masih dapat Rp3-5 juta. tapi sekarang ini 1 hektare mentok hanya dapat Rp800 ribu, itu pun digunakan untuk biaya kendaraan dan buruh panen. Jadi habis untuk operasional,” keluh perempuan yang juga pengepul ini.

baca juga : Begini Cara Petani Buah di Lamongan Berbagi Keberkahan

 

Buruh panen memikul buah melon yang berhasil diselamatkan akibat fenomena La-Nina. Akibat fenomena ini petani mengaku gagal panen. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dia mengaku, sudah tidak bergairah untuk memanen karena merasa gagal bertani di musim ini. Tetapi daripada tidak dapat apa-apa pada akhirnya dia tetap memutuskan untuk tetap memanen, meskipun hanya dapat sedikit. Selain itu, dia juga merasa tidak tega melihat buah yang masih bisa dikonsumsi terbuang sia-sia.

Karena kejadian ini, harga jual buah semangka, melon dan blewah menjadi anjlok. Saat ini harga jual buah semangka misalnya, ditingkat petani harganya hanya Rp1000/kg, itu untuk yang masih bagus. Sedangkan yang kualitas rendah anjloknya bisa sampai Rp500-700/kg.

“Barang ini kan tidak bisa bertahan lama, jadi mau tidak mau ya harus terjual meskipun harganya murah, padahal dari komoditas buah ini, setahun lalu petani ada yang dapat Rp30-50 juta dalam semusim,” pugkasnya.

perlu dibaca : Petani Muda Lombok Ini Pulihkan Lahan dengan Gaharu dan Buah-buahan

 

Petani memanen tanamannya yang terendam air. Jika sudah terkena air hujanbuah yang masih berada di tengah sawah tersebut jadi kembung kemasukan air. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Belum Menemukan Solusi

Sementara itu, Arif Nur Hidayat (34), Sekretaris Desa Latukan, menjelaskan, dalam semusim desa yang mempunyai keluasan area persawahan 380 hektar ini komoditas utamanya ada dua yaitu padi dan buah. Dengan variasi tanamnya dua kali padi, dan satu kali buah saat musim kemarau.

Di tahun sebelumnya, buah semangka per musim dalam satu hektar lahan bisa menghasilkan 25 ton. Kalau untuk buah melon dan blewah per hektarnya kurang lebih bisa menghasilkan 18 ton. Sementara tahun ini menurun drastis. Karena memang kondisinya ekstrim seperti ini.

Untuk tahun ini, luas area tanam di desa Latukan sendiri kurang lebih 300 hektar. Adapun yang panen, untuk sementara ini hanya di wilayah kelompok Rukun Makmur 5-6, itu pun kurang maksimal. Mungkin hanya 40 persen.

“Sehingga di tahun ini tidak berani mengadakan acara Festival Buah. Tidak seperti tahun lalu, sebagai ungkapan rasa syukur warga banyak yang bersedekah buah ke masyarakat luar kampung,” kata pria berkepala satu ini, yang juga sekdes muda.

Arif, panggilan akrabnya mengaku, sebenarnya untuk informasi cuaca ekstrim sudah ada dari media, pihak desa sudah mewanti-wanti warganya bahwasannya pada musim ini adalah kemarau basah. Sehingga sudah mempunyai angan-angan bahwa untuk tahun ini tidak terlalu optimis untuk menanam buah.

baca juga : Petani Jeruk dan Kopi Kintamani Menyemangati Diri di Tengah Pandemi

 

Dengan menggunakan terpal, petani memanen buah melon yang gagal karena iklim ekstrim belakangan ini. Karena peristiwa tersebut harga jual buah semangka, melon dan blewah menjadi anjlok. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Hanya saja warga memang tidak mau menganggur, ketika ada lahan yang kosong itu mereka masih mencoba untuk tetap menanam. Tidak ada langkah pasti yang dilakukan untuk mengantisipasi adanya musim hujan yang datangnya lebih cepat ini.

Terkait dengan kerugian yang dihadapi warga, pihaknya masih belum menemukan solusi. Hanya saja, agar kesedihan warga ini tidak berlarut-larut upaya yang dilakukan yaitu memberikan pemahaman ke warga agar mengawali tanam padi. Dengan harapan agar panennya nanti bisa dipercepat.

Selain itu, dia juga berharap pemerintah daerah maupun pusat melalui instansi terkait supaya turun tangan turut serta membantu mencarikan solusi. “Soal asuransi petani, banyak dari warga yang enggan untuk mengikuti program ini. Karena mereka sendiri tidak mempunyai angan-angan bahwa tanamannya akan gagal panen. Tetapi ternyata tahun ini banyak yang gagal” tutupnya.

 

Kendaraan pick up mengangkut buah semangka. Saat ini harga jual buah semangka ditingkat petani harganya hanya Rp1000 ribu per kilogram, itu untuk yang masih bagus. Sedangkan yang kualitas rendah anjloknya bisa sampai Rp500-700 rupiah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version