Mongabay.co.id

Monster Sampah Berkeliaran di Makassar Serukan Bahaya Sampah Plastik

 

Monster Sampah berkeliaran di Pantai Losari Makassar. Dikelilingi perempuan dengan mata tertutup, masing-masing membawa pesan yang tergantung leher, seruan tentang bahaya sampah plastik.

Monster Sampah berbentuk virus corona ini adalah replika terbuat dari bambu berukuran 3×3 meter yang ditempeli sampah plastik. Butuh sekitar 48 kg sampah plastik untuk mendandaninya. Wajahnya terlihat sangar dengan mulut terbuka memperlihatkan giginya berwarna hitam. Para perempuan yang mengelilingi adalah manekin berpakaian daster melambangkan ibu rumah tangga.

Keberadaan monster plastik yang sempat menyita perhatian publik ini adalah bagian dari kampanye pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai yang dilaksanakan oleh Yayasan Konservasi Laut Indonesia (YKLI) dan Econusa di Makassar, Sabtu (7/11/2020).

“Ini sebenarnya bagian dari kampanye yang kami lakukan sejak Maret 2020 lalu. Ada aksi bersih di Tanjung Bayang kolaborasi dengan beberapa lembaga, lalu ada webinar dan pra kampanye di sejumlah jalan besar di Makassar di mana manekin disebar di beberapa lokasi menyampaikan fakta-fakta akan bahaya sampah plastik,” ungkap Nirwan Dessibali, Direktur YKLI.

Butuh waktu seminggu untuk membuat patung ini melibatkan banyak organisasi dan komunitas. Sampah yang digunakan adalah hasil bersih pantai yang dilakukan YKLI dan Econusa di Tanjung Bayang dan Tanjung Merdeka selama tiga hari, 25-27 Oktober 2020 lalu.

“Dari kedua pantai itu kami mengumpulkan sekitar 38 kg sampah plastik, sisanya 10 kg kami ambil dari daratan. Dominan sampah plastik halus dan botol-botol plastik. Sampah yang terkumpul ini berasal dari pengunjung, berupa plastik minuman sachet, mie instan, botol air minum, sementara untuk skala rumah tangga jarang ditemukan,” ungkap Nirwan.

baca : Sampah Plastik Ancam Ekosistem Laut Makassar

 

Sebuah replika yang dinamai Monster Sampah dipajang di anjungan Pantai Losari Makassar menyerukan bahaya sampah plastik mencemari laut. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Menurut Nirwan, kampanye ini punya dua pesan, selain terkait bahaya sampah plastik juga bahaya virus corona yang masih mengancam Kota Makassar, sehingga replika ini dibuat dalam bentuk virus corona.

Nirwan bilang bahaya akan sampah plastik tidak bisa lagi dianggap remeh karena ancamannya tidak saja ke lingkungan tetapi juga terhadap manusia dalam kaitannya dengan mikroplastik.

“Bahaya terutamanya ke mikroplastik yang pada prosesnya akan sampai ke manusia. Ketika sampah plastik dibuang ke alam kemudian terurai menjadi mikroplastik akan dimakan oleh ikan, kerang bahkan sampai tambak garam. Sebuah riset di tempat pelelangan ikan Paotere Makassar menunjukkan bahwa 4 dari 10 ikan teri yang diteliti mengandung sampah plastik di pencernaannya,” jelasnya.

Andi Tenri Nur Asni Afriani yang biasa disapa Lany, Miss Earth Indonesia Sulsel, menyambut positif kampanye ini, yang dinilainya sangat tepat bagi anak-anak.

“Kampanye ini bagus untuk anak-anak agar bisa lebih terdoktrin betapa sampah bisa menjadi monster yang menakutkan. Jadi selain virus corona ada yang juga ancaman lain yaitu sampah plastik. Mungkin ini bisa lebih memperbaiki mindset anak-anak, kenapa sampah bisa begini sehingga ke depan mereka bisa lebih memperbaiki gaya hidupnya,” katanya.

Lany sendiri prihatin bagaimana kesadaran masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar pesisir, yang masih seenaknya membuang sampah ke laut. Harus ada perubahan mindset terkait sampah ini sebagai dari tanggung jawab individu.

“Jangan berpikir penanganan sampah hanya tugas pemerintah atau petugas kebersihan semata sehingga seenaknya buang sampah. Apalagi sekarang sudah ada regulasi yang bisa menjadi acuan, kita harus lebih bertanggung jawab lagi terkait sampah ini,” tambahnya.

baca juga : Bersama-sama Mewujudkan Makassar Bebas Sampah Plastik

 

Manekin perempuan berdaster menggambarkan ibu rumah tangga menyampaikan fakta-fakta dan data dampak sampah plastik. Selain di Losari, manekin ini juga ditempatkan di sejumlah ruas jalan di Makassar. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Peningkatan Sampah di Masa Pagebluk

Rd Sarah Rauzana Putri, staf edukasi Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, pada webinar yang diselenggarakan pada 28 Oktober 2020 lalu menyatakan kondisi pagebluk akibat COVID-19 menyebabkan adanya peningkatan produksi sampah plastik.

Sarah merujuk pada sebuah survei yang LIPI di kawasan Jabodetabek yang menemukan bahwa terdapat 62 persen warga yang mengalami peningkatan belanja online, 47 persen melakukan pembelian makanan dan minuman siap saji melalui ojek online.

“Ditemukan tiga penyumbang utama berbahan dasar plastik seperti selotip plastik bening, bungkus plastik buble rape dan tali rapia. Ini bisa jadi perhatian penjual online agar beralih mengganti selotip plastik dengan selotip ketas, bungkusnya diganti dengan kertas bekas koran, kardus bekas, banyak alternatif selain plastik,” katanya.

Di bagian lain ia menyatakan masifnya gerakan pengurangan sampah plastik ini di sejumlah daerah di Indonesia.

“Sekarang sudah ada 34 daerah yang memiliki kebijakan pelarangan kantong plastik sekali pakai, termasuk Jakarta yang merupakan ibukota negara kedua di ASEAN yang punya kebijakan pelarangan plastik sekali pakai,” katanya.

Menurutnya, penanganan sampah plastik penting mendapat perhatian karena Indonesia sendiri termasuk penyumbang sampah plastik laut terbesar di dunia. Ia melansir Data World Bank yang menyatakan bahwa terdapat 400 ribu ton sampah plastik yang masuk ke perairan Indonesia setiap tahunnya dengan mengambil sampel di saluran pembuangan 15 kota besar di seluruh Indonesia.

Data World Bank juga menunjukkan bahwa sebagian besar sampah yang ditemukan adalah popok bayi sebanyak 21 persen, kantong plastik 16 persen dan botol plastik sebanyak 1 persen. Minimnya sampah botol plastik diduga karena jenis sampah ini memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

“Fakta lain yang terungkap bahwa 1 lembar kantong plastik dapat menghasilkan 84 ribu mikroplastik yang mana bisa terkandung di semua sumber air minum di seluruh dunia. Bukan cuma ada di tubuh ikan yang kita makan sehari-hari tetapi juga di terumbu karang. Ini perlu kita aware lagi bahwa sampah plastik bukan cuma masalah lingkungan tetapi juga pada kesehatan,” katanya.

perlu dibaca : Produksi Sampah dari Rumah Meningkat di Masa Pandemi Corona, Kok Bisa?

 

Anak-anak dinilai menjadi sasaran penting bagi kampanye ini dalam menanamkan kesadaran perduli lingkungan sejak dini. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Sarah juga memaparkan penelitian dari Ecoton di Jawa Timur yang menemukan bahwa terdapat 80 persen ikan di Sungai Berantas terpapar sampah plastik. Penelitian ini juga menemukan adanya serpihan plastik berukuran 5 mm di dalam saluran pencernaan ikan.

“Itu karena sungai sudah tercemar limbah plastik seperti popok bayi, limbah dari industri kertas dan plastik di sekitar Sungai Berantas dan juga limbah domestik rumah tangga. Mikroplastik ketika dikonsumsi bisa menyebabkan banyak penyakit seperti hipertensi, gangguan keseimbangan hormon, dan kanker,” tambahnya.

Sarah menjelaskan bahwa pengelolaan sampah di Indonesia diatur dalam UU No.18/2008, di mana di dalamnya disebutkan pengelolaan sampah yang dibagi menjadi 2 yaitu pengurangan dengan target 30 persen dan penanganan 70 persen.

Penanganan ini ditekankan pada pemilahan sampah terdiri dari sampah organik dan non organik. Nantinya akan diolah lagi sampah-sampah tersebut sesuai dengan kategori masing-masing.

“Biasanya dari Pemda punya program tersendiri, misalnya di Bandung ada namanya Kang Pisman, kurangi, pisahkan dan manfaatkan, di daerah lain juga punya jargon masing-masing.”

Menurutnya, fokus pengelolaan sampah saat ini pada pengurangan sampah karena kondisi sampah yang terus mengalami peningkatan. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa timbulan sampah di Indonesia mengalami peningkatan dari 60 juta per ton pada 2019 lalu meningkat menjadi 67,8 juta ton untuk Juni 2020.

Sarah juga memaparkan data World Economy Forum 2016 yang menyatakan bahwa terdapat 32 persen sampah berasal dari sampah plastik yang tersebar di daratan, sungai dan lautan. Sebanyak 14 persen dibakar karena warga yang tak punya akses ke TPA, 40 persen menumpuk di TPS/TPA karena tidak dipilah dari rumah tangga sehingga tercampur dan susah diolah. Sisanya, 14 persen didaur ulang dan 2 persen didaur ulang efektif.

 

Exit mobile version