Mongabay.co.id

Masyarakat di Sikka Menanam Bakau Saat Pandemi Corona. Apa Alasannya?

 

 

Panas menyengat terasa meski jarum jam baru menunjukan pukul 08.00 WITA. Persis di rumah sederhana dekat hutan mangrove, beberapa anggota kelompok Poma Laut Kelurahan Kota Uneng mulai mengikat bilah-bilah bambu yang bagian ujungnya dicat warna merah.

Persis di samping rumah, beberapa rumpun bakau Rhizophora mucronata dan Avicennia marina mudah terlihat. Sebelah utara rumah berbatasan dengan hutan bakau yang menghadap laut Flores.

Usai merapikan batang bambu dan mengikatnya dalam ukuran besar, 3 orang anggota kelompok mengambil karung. Persis di samping rumah terdapat pembibitan mangrove. Propagul jenis bakau Rhizophora mucronata terlihat ditanam di lumpur persis samping tembok usaha tambak ikan.

“Buah-buah ini kami pilih dari hutan bakau di tempat kami lalu kami benamkan di lumpur sebelum ditanam di lokasi penanaman,” sebut Aleksius Sera, Ketua Kelompok Poma Laut, Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka saat ditemui Mongabay Indonesia, Sabtu (7/11/2020).

Aleks sapaannya mengakudirinya bersama anggota kelompok mengambil propagul dari hutan bakau yang jaraknya hanya beberapa meter dari pinggir jalan di ujung kampung garam, di Kelurahan Kota Uneng.

Propagul ini disemai dengan cara dibenamkan di lumpur dengan jangka waktu 2 sampai 3 minggu baru ditanam di lokasinya. Bilah bambu dipergunakan sebagai penopang agar bakau tidak terhempas ombak.

“Kita harus menunggu beberapa jam hingga air laut surut baru melakukan penanaman,” sebutnya seraya memasukan propagul yang diambil di lumpur ke dalam karung plastik dan ember.

baca : Padat Karya Penanaman 600 Ribu Hektare Mangrove di 34 Provinsi Dimulai

 

Seorang pekerja mengangkat kayu untuk penopang bibit bakau yang ditanam melewati muara di pesisir pantai Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Areal Berlumpur

Menjelang pukul 10.00 WITA, satu per satu anggota kelompok baik lelaki dewasa, perempuan dan remaja tiba di lokasi kumpul. Perjalanan menuju lokasi sejauh sekitar 300 meter harus melewati lokasi tambak ikan yang berada di tengah hutan bakau yang dikelilingi tembok.

Ujung tembok tambak ikan, sejauh 150 meter perjalanan harus melewati celah diantara hutan bakau. Kedalaman lumpur berkisar antara 30 cm hingga 40 cm. Lokasi penanaman di areal hutan mangrove ini merupakan tipe kajapah yaitu tipe hutan mangrove yang berbatasan langsung dengan laut.

Areal ini merupakan areal dengan substrat berlumpur yang sangat potensial untuk ditanami mangrove. Lokasi ini merupakan tanah timbul yang berada di tepi pantai dan berbatasan langsung dengan laut. Daratan baru ini terbentuk dari akumulasi lumpur yang terbawa arus pasang surut air laut.

“Kami ada 15 orang anggota kelompok dan mulai menanam sebanyak 15 ribu bakau dan dibayar per hari untuk setiap orangnya. Meskipun lagi pandemi orona kami senang sebab bisa mendapatkan uang dari menanam bakau,” kata Aleks.

Aleks mengaku kelompoknya menanam sejak Selasa (3/11/2020) dan diperkirakan berlangsung selama 2 minggu. Ia katakan tahun 1990 kelompoknya pernah menanam bakau program dari Dinas Perikanan Kabupaten Sikka.

“Kami merasakan manfaatnya dengan tebalnya hutan bakau saat ini rumah kami di pesisir pantai terhindar dari terjangan ombak. Saat tsunami tahun 1992 pun wilayah kami tidak mengalami kerusakan parah,” ungkapnya.

baca juga : Harapan Baru Rehabilitasi Mangrove di Lokasi Kritis

 

Mengangkat kayu penopang dan propagul yang akan ditanam di tanah timbun berlumpur,pesisir pantai Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Rin Carvalo Penyuluh Kehutanan UPT KPH kabupaten Sikka saat ditanyai di lokasi penanaman mengakui berdasarkan target akhir bulan November harus selesai namun diusahakan dua minggu semua bakau sudah ditanam.

Rin menjelaskan,bakau ditanam dengan jarak tanam  antar bakau semeter baik panjang dan lebarnya. Sebelum ditanam ditancapkan dahulu bilah bambu sedalam 30 cm dan propagul diikat di batang bambu ini.

“Bagian atas bambu dicat merah sepanjang 25 cm agar memudahkan saat pengontrolan. Juga memberi tanda bahwa di lokasi tersebut ada penanaman mangrove,” terangnya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) Kabupaten Sikka, Benediktus Herry Siswadi saat ditanyai Mongabay Indonesia mengaku upah kerja setiap kelompok akan ditransfer langsung ke rekening kelompok oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Herry katakan, program padat karya penanaman bakau dilakukan sebab dampak dari COVID-19 membuat KLHK mengalokasikan kegiatan penananam mangrove untuk masyarakat guna pemulihan ekonomi mereka.

Dirinya menambahkan, untuk Kabupaten Sikka penanaman dilakukan di lahan seluas 20 Ha untuk 30 ribu bakau menggunakan propagul maupun bibit.Untuk Desa Reroroja Kecamatan Magepanda seluas 10 Ha dengan 10 ribu anakan oleh kelompok Pantai Lestari beranggotakan 10 orang.

Untuk Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda seluas 5 Ha dengan jumlah anakan 5 ribu yang dilakukan kelompok Cinta Alam beranggotakan 15 orang. Sedangkan di Kelurahan Kota Uneng,Kecamatan Alok dilaksanakan oleh kelompok Poma Laut sebanyak 15 orang dengan luas lahan 5 Ha.

“Program padat karya penanaman mangrove merupakan upaya pemulihan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas lingkungan dan ekologi pesisir pantai,” ujarnya.

Herry menambahkan penanaman mangrove  ini ditujukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, sekaligus mengembalikan ekosistem mangrove sebagai ekosistem penyangga kehidupan.

“Kami berharap agar semua pihak khususnya masyarkat sekitar lokasi penanaman bersama menjaga dan melestarikan eksositem mangrove sebagai sisten penyangga kehidupan wilayah pesisir pantai,” harapnya.

perlu dibaca : Kisah Tuna Netra Menanam Mangrove

 

Menancapkan kayu penopang yang dipakai sebagai sarana mengikat propagul di areal penanaman mangrove di Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Peningkatan Ekonomi

Dalam rilis Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup di laman resminya, Menteri LHK Siti Nurbaya menyebutkan kegiatan Padat Karya Penanaman Mangrove (PKPM) ini, merupakan kegiatan di luar kegiatan padat karya penanaman yang rutin dilaksanakan oleh KLHK setiap tahun.

Siti menyebutkan kegiatan-kegiatan KLHK yang berbasis padat karya  diantaranya melalui rehabilitasi hutan dan lahan, pembuatan bangunan sipil teknis konservasi tanah dan air, pembuatan dan penanaman kebun bibit rakyat (KBR).

“Kegiatan-kegiatan rutin tersebut melibatkan masyarakat lebih dari 5,9 juta Hari Orang Kerja (HOK) setiap tahun.Pemerintah merencanakan akan menanam sampai 600 ribu hektare lahan mangrove,” terangnya.

Siti menyampaikan PKPM tahun 2020 ini  dilaksanakan oleh 863 kelompok masyarakat (Pokmas) binaan KLHK (Pokmas perhutanan sosial, Kemitraan Kawasan Konservasi, Kelompok Tani Hutan) dan pokmas lain yang banyak tergantung pada keberadaan ekosistem mangrove.

Dana PKPM tersebut, didistribusikan langsung ke rekening masing-masing anggota pokmas sebagai upah kerja dan pembelian bahan seperti untuk penyediaan bibit, bambu untuk ajir dan pelindung tanaman.Seharinya setiap orang diupah Rp80 ribu.

“Program PKPM seluas 15 ribu Ha tahun 2020 ini merupakan kegiatan yang benar-benar berorientasi untuk meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat pesisir di 34 provinsi,” sebutnya.

Siti menjelaskan kegiatan PKM ini akan melibatkan lebih dari 30 ribu orang dalam 50 hari kerja, atau bila dihitungan dengan jumlah hari orang kerja (HOK) akan mencapai lebih dari 1,5 juta HOK.

 

Bakau yang telah ditanam oleh kelompok Poma Laut di pesisir pantai Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT dalam program Padat Karya Penanaman Mangrove (PKPM). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Selain mendorong pemulihan ekonomi dan ekosistem mangrove, tujuan lain dari kegiatan ini yakni untuk membangun kepedulian masyarakat terhadap kondisi ekosistem mangrove. Upaya rehabilitasi ekosistem mangrove salah satunya dapat dilakukan dengan kegiatan penanaman mangrove.

“Rehabilitasi mangrove ini diharapkan akan mengembalikan keberadaan vegetasi mangrove di daerah pesisir, yang berfungsi sebagai wilayah perlindungan pantai dari abrasi dan intrusi air laut serta ancaman bencana alam, pergeseran batas negara dan dampak perubahan iklim,” ungkapnya.

Siti menyebutkan,dengan perakarannya yang kuat hingga ke dalam, mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbon di udara sampai 3-4 kali lipat dibandingkan dengan hutan terestrial.

Di samping itu, ucapnya, negara mempunyai kewajiban untuk mengurangi emisi karbon. Saat ini, usaha Indonesia dalam mengurangi emisi karbon tersebut, dapat dinilai dengan uang oleh dunia internasional.

“Jadi yang penting itu sekarang kita menanam mangrovenya dulu. Pemerintah tengah menyiapkan skema dan perhitungan yang tepat agar masyarakat mendapatkan nilai ekonomi karbon juga,” ungkapnya.

 

Exit mobile version