Mongabay.co.id

Riset: Kerang, Air dan Sedimen di Pulau Sanrobengi Takalar Tercemar Mikroplastik

 

Pencemaran laut oleh sampah plastik telah menjadi isu global. Dampaknya telah menjadi perhatian banyak peneliti di seluruh dunia. Data dari International Maritime Organization tahun 2019 menunjukkan bahwa puing plastik di laut memengaruhi 600 spesies, dan sebagian besar melalui pencernaan hewan. Beberapa hewan laut ditemukan menelan plastik adalah spesies invertebrata, ikan, burung, kura-kura, dan mamalia laut.

Semua organisme berpotensi berinteraksi dengan mikroplastik yang ada di lingkungan laut termasuk berinteraksi dengan biota laut yang hidup di intertidal atau zona pasang surut. Beberapa taksa yang lebih banyak diketahui mengonsumsi plastik adalah kerang dan tiram yang juga dapat berfungsi sebagai spesies indikator untuk kontaminasi mikroplastik.

Beberapa organisme yang sering digunakan dalam skema pemantauan global, termasuk invertebrata sesil seperti kerang-kerang Mytilus sp. dan Crassostrea gigas.

Dua organisme laut tersebut dikonsumsi seluruhnya oleh manusia, sehingga setiap partikel mikroplastik dalam usus atau bagian tubuh lainnya akan ikut tertelan. Konsumsi mikroplastik oleh kerang banyak diidentifikasi di berbagai belahan dunia.

“Sebuah penelitian yang dilakukan di sepanjang Pantai Norwegia menunjukkan bahwa mikroplastik ditemukan pada 76,6% individu kerang biru Mytilus sp, setidaknya satu individu mengandung mikroplastik dari semua 13 situs pengambilan sampel. Rata-rata keseluruhan kelimpahan mikroplastik adalah 1,84 item per individu,” ungkap Ramdha Mawaddah, peneliti dari Program Pascasarjana Pengelolaan Lingkungan Hidup Universitas Hasanuddin, kepada Mongabay, Rabu (11/11/2020).

baca : Studi: Memprihatikan, Hiu di Lautan pun Kini Terpapar Mikroplastik

 

Pulau Sanrobengi di Kabupaten Takalar Sulsel meski hanya dihuni oleh 5 kepala keluarga namun setiap akhir pekan dikunjungi banyak wisatawan lokal. Di sekitar Pulau Sanrobengi masih memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Foto: Ramdha Mawaddah

 

Ramdha menjelaskan bahwa dalam beberapa percobaan laboratorium, ditemukan kerang rentan menelan dan mengasimilasi mikroplastik. Akibatnya, jaringan tubuh kerang bisa terpapar akut hingga akhirnya menderita efek fisiologis sebagai konsekuensi dari mikroplastik yang dikonsumsi.

Ramdha sendiri meneliti kelimpahan kontaminan mikroplastik dan karakteristik mikroplastik pada kerang P. viridis dan Mactra sp., air, serta sedimen di Pulau Sanrobengi Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, yang hasilnya telah diekspos pada Maret 2020 lalu.

“Luasnya distribusi dan akumulasi mikroplastik menimbulkan kekhawatiran mengenai interaksi dan potensi efek dari mikroplastik pada kerang dan biota lainnya di laut, terutama keamanan konsumsi kerang. Terutama kerang P. viridis dan Mactra sp. yang lazim dikonsumsi masyarakat,” jelasnya.

Pulau Sanrobengi sendiri merupakan pulau kecil yang terletak di bagian barat Kabupaten Takalar yang berbatasan dengan Selat Makassar, berada di Desa Boddia, Kecamatan Galesong, yang dihuni lima kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan tangkap.

Pulau ini biasanya ramai di akhir pekan karena kunjungan wisatawan lokal. Di sekitar Pulau Sanrobengi masih memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

baca juga : Sungai Brantas di Malang dan Batu Terkontaminasi Mikroplastik, Langkah Lanjutan?

 

Pengambil sampel air untuk dianalisis di laboratorium. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah partikel mikroplastik yang ditemukan pada sampel air laut sebanyak 85 item dengan kelimpahan rata-rata 0.28 item/liter. Foto: Ramdha Mawaddah

 

Kelimpahan Mikroplastik pada Kerang, Air dan Sedimen

Dalam penelitiannya Ramdha menggunakan sampel kerang hijau atau P. viridis dan kerang tahu Mactra sp. yang masing-masing sebanyak 35 individu. Sampel yang diperoleh mempunyai ukuran yang bervariasi.

“Untuk sampel kerang, analisis kontaminan mikroplastik dilakukan dengan memeriksa seluruh bagian tubuh kerang dengan jumlah sampel masing-masing 35 individu,” katanya.

Hasil pengamatan terhadap kerang P. viridis menunjukkan hasil positif terkontaminasi mikroplastik. Dari 35 sampel, semuanya (100%) positif terkontaminasi, sedang untuk Mactra sp. sebanyak 27 (77.14%) sampel terkontaminasi mikroplastik.

“Pada 35 sampel kerang hijau P. viridis, ditemukan sebanyak 512 item mikroplastik. Kelimpahan rata-rata kontaminan mikroplastik pada P. viridis adalah 14.62±1.46 item/individu. Pada Mactra sp. ditemukan sebanyak 74 item mikroplastik dengan kelimpahan rata-rata sebesar 2.11±0.29 item per individu,” jelasnya.

Untuk penelitian terhadap sedimen, sampel diambil dengan hand corer di empat sisi pulau. Sementara untuk sampel air laut, diambil sebanyak 30 liter, kemudian disaring dengan Neuston net.

Masing-masing sampel kemudian dianalisis di laboratorium yang kemudian ditentukan jenis, warna dan ukurannya. Selanjutnya, partikel mikroplastik yang ditemukan dianalisis menggunakan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui jenis polimernya.

perlu dibaca : Bahaya Mikroplastik di Pesisir Lamongan Diperlukan Solusi Penanganan

 

Pada kerang hijau, ditemukan sebanyak 511 partikel (99,8%) berbentuk fiber, sedang pada kerang Mactra sp. ditemukan 74 partikel (100%) berbentuk fiber. Foto: Ramdha Mawaddah

 

Untuk mengetahui kelimpahan mikroplastik pada air dan sedimen sampel air dilakukan pada 4 titik (stasiun) pulau, yakni di sisi selatan, barat, utara dan timur dengan tiga kali pengulangan. Dari hasil analisis laboratorium, keseluruhan sampel air dan sedimen positif terkontaminasi mikroplastik.

“Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah partikel mikroplastik yang ditemukan pada sampel air laut sebanyak 85 item dengan kelimpahan rata-rata 0.28 item per liter.”

“Bentuk mikroplastik yang ditemukan pada sampel kerang, air dan sedimen variasinya kecil. Bentuk MPs yang mendominasi adalah fiber atau serat, dan sebagian kecil berjenis fragmen,” tambahnya.

Pada kerang hijau, ditemukan sebanyak 511 partikel (99,8%) berbentuk fiber, sedang pada kerang Mactra sp. ditemukan 74 partikel (100%) berbentuk fiber.

Ukuran partikel yang ditemukan pada kisaran 0.084-5mm. Dari ketiga kompartemen pengamatan, ditemukan ukuran mikroplastik yang paling dominan adalah kisaran 1.1-2.5mm.

Pada kerang Mactra sp. ditemukan partikel mikroplastik berukuran 1.1-2.5mm sebanyak 35.13%, pada P. viridis 41.40%, sedang pada air sebanyak 44.71% dan pada sedimen 45.81%. Sedangkan untuk ukuran yang paling sedikit ditemukan di tiga kompartemen adalah <0.05 mm.

Secara umum Ramdha menilai tingkat kontaminasi mikroplastik di Pulau Sanrobengi cukup tinggi, sehingga perlu perhatian serius dalam penanganannya.

“Tingginya tingkat kontaminasi mikroplastik pada kerang, air dan sedimen di Pulau Sanrobengi dapat diartikan sebagai penanda untuk segera dilakukan pengelolaan sampah plastik secara lebih baik dan holistik dan harus melibatkan seluruh komponen masyarakat,” katanya.

baca juga :  Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar

 

Bentuk mikroplastik yang ditemukan pada sampel kerang, air dan sedimen variasinya kecil. Bentuk MPs yang mendominasi adalah fiber atau serat, dan sebagian kecil berjenis fragmen. Foto: Ramdha Mawaddah

 

Dampak Kepada Manusia

Ramdha menambahkan bahwa perhatian akan dampak dari mikroplastik ini sangat penting karena dampaknya bagi kesehatan manusia.

“Meski efek ke manusia belum banyak studi yang menjelaskan lebih jauh namun sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2017 mengidentifikasi bahwa pada paparan mikroplastik dapat menumpuk di hati, ginjal dan usus tikus Mus musculus dan menyebabkan beberapa efek buruk pada hati, seperti gangguan energi dan metabolisme lipid, stres oksidatif, dan respons neurotoksik,” jelasnya.

Selain itu, partikel plastik yang sangat kecil mampu melintasi membran sel, yang dengan demikian dapat membantu meningkatkan bioavailabilitas bahan toksik atau racun yang berasal dari plastik.

Ramdha berharap pengelolaan sampah di wilayah pesisir perlu mendapat perhatian serius dari seluruh kalangan baik itu dari pemerintah, swasta, dan komponen lainnya.

“Namun, peran utama ada di tangan pemerintah sebagai pelaksana kebijakan,” tambahnya.

Ramdha dalam penelitian ini juga menyarankan penggunaan bahan biodegradable seperti polylactatide (PLA), polyhydroxyalkanoates (PHA) untuk menggantikan plastik tradisional karena lebih ramah lingkungan.

“Selain itu, perlu upaya meningkatkan sistem daur ulang dan penggunaan kembali plastik, serta meningkatkan infrastruktur dan manajemen limbah padat agar mengurangi puing-puing plastik yang memasuki sungai dan laut dan dengan demikian mengurangi laju akumulasi mikroplastik.”

 

Ilustrasi. Saat ini pendapatan nelayan pembudidaya kerang yang dikenal juga sebagai green musseis di Kecamatan Ujung Pangkah, Gresik, Jatim, ini masih sedikit. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia
Exit mobile version