Mongabay.co.id

Cerita Energi Air dari Lubuk Bangkar

 

 

 

 

Tak mudah mencapai Desa Lubuk Bangkar, Kecamatan Batang Asai, Jambi. Waktu tempuh dari pusat ibukota Sarolangun, bisa lebih lima jam. Jalan berbatu dan berbukit kerap jadi tantangan bagi para pelancong. Belum lagi kalau berhadapan dengan beberapa ruas jalan becek kala hutan mengguyur sepanjang Oktober lalu.

Pada 2018, desa ini mendapatkan bantuan pembangkit listrik mikro hidro dari BAZNAS dan dana tanggung jawab sosial dari Bank Jambi. Proyek berkapasitas 60 kW itu juga dikerjakan bersama program pembangunan PBB (UNDP).

“Ini sudah listrik dari PLN. Sejak Agustus, listrik PLN sudah masuk ke tempat kami. Di Desember 2019 tiang sudah dipasang,” katanya

Baru beberapa tahun beroperasi, PLN juga masuk. “Sudah dua minggu, AVR (automatic voltage regulator) PLTMH kami rusak. Tersambar petir terus-terusan, setiap dua bulan sekali kami terpaksa ganti AVR,” katanya.

Dari celah-celah rumah panggung berbahan kayu, udara segar masuk dengan leluasa. Gemericik air Sungai Mudik Cuban terdengar dari kejauhan.

Yuminar, mertua Radinal berdiri di depan jendela, persis menghadap ke sungai. Dia melihat anak-anak saling menyiram air satu sama lain. Para ibu menggerutu pandemi corona.

Hampir semua warga Lubuk Bangkar berladang dan berkebun. Sungai Mudik Cuban, jadi sumber air yang mengairi sawah-sawah mereka. Luasan persawahan di Lubuk Bangkar sekitar 20 hektar.

Menurut Yuminar, kalau Sungai Mudik Cuban dirusak dengan pertambangan emas ilegal, petaka bagi sawah-sawah mereka.

“Duit PETI (pertambangan emas tanpa izin) itu panas, dak berkah. Kami rata-rata percaya itu,” katanya.

Dia pun bergegas menata kembali keranjang berbahan helai pandan berisi peralatan ke sawah. Ada bekal nasi, arit, dan topi caping anyaman bambu. Hari ini, dia bersama Ashoini, Beyi dan Jusni sepakat melaksanakan asungyoyo, bahasa lokal untuk gotong royong menyiapkan sawah di Dusun Simpang.

Di Lubuk Bangkar sistem ki’ang (turun ke sawah) masih jadi tradisi warga. Biasa, kegiatan itu mereka lakukan sehabis Lebaran Idul Fitri, saban tahun.

PLTMH Lubuk Bangkar berjarak 10 kilometer dari ladang milik Ashoini. Rumah PLTMH andalan penerang kampung ini berwarna biru. Efendi, operator PLTMH membuka pintu dan menghidupkan mesin.

Air Sungai mengalir dan keluar di selokan yang dibuat. Dia mengambil automatic voltage regulator (AVR) yang rusak. Bagian komponen yang berfungsi untuk menjaga tegangan daya listrik keluar juga dia perlihatkan.

“Itu sudah ada penangkal petir, Dak mempan. Tiap dua bulan sekali harus ganti AVR,” katanya.

Petir kerap menyambar rumah PLTMH. Gejala alam hadir saat hujan itu beberapa kali merusak AVR.

“Kami harus pesan alat ini, jauh dan harga mahal. Kalau aslinya bisa Rp3-Rp5 jutaan. Kalau duplikat bisa Rp1,5 juta.”

Listrik PLTMH berkapasitas 60 Kw itu menerangi 258 rumah. Sebelum rusak, PLTMH mampu memenuhi keperluan listrik warga selama 24 jam. Warga yang menikmati aliran listrik biasa membayar tagihan Rp20.000-Rp50.000, tergantung pemakaian.

Menurut Efendi, pengelola juga menggratiskan iuran listrik 53 rumah berkategori tidak mampu. “Mereka ini, memang tidak sanggup bayar. Karena tidak punya mata pencaharian tetap, ada yang cacat dan hidup sendirian. Semua sepakat menggratiskan golongan ini.”

 

Saklar listrik dari sumber air. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Penangkal petir PLTMH sering menjadi kendala. Sanusi, Humas CV Cihanjuang, perusahaan khusus pembuat instalasi PLTMH, mengatakan, suku cadang PLTMH kerap terjadi karena listrik alami yang dihasilkan dalam bentuk petir jauh lebih besar dari listrik yang diproduksi pembangkit air skala kecil.

Rata-rata petir memiliki daya di atas 1 mega watt, sedang daya listrik PLTMH jauh di bawah itu. Meski begitu, penangkal petir tetap perlu untuk mengurangi risiko kerusakan PLTMH.

Sanusi bilang, satu cara menanggulangi gangguan penangkal petir, dengan membuat penangkal tambahan.

Pertama, di power house, kedua di tempat agak jauh dari power. Lebih bagus tempatnya lebih tinggi dari power house. Agar juga ground-nya berjauhan,” katanya.

Sebenarnya, pendirian rumah PLTMH di Lubuk Bangkar, sudah melalui survei. Lokasi diyakini ahli aman dari segala gangguan.

Mohamad Arifin Purwakananta, Direktur Utama BAZNAS, mengatakan, survei menunjukan lokasi pembangunan instalasi berada di area tepat.

“Semua assesment dan pengerjaan project kita percayakan ke ahlinya, UNDP. Sebelumnya, juga ada pelatihan untuk tenaga teknis di desa.”

Jauh sebelum ada PLTMH di Lubuk Bangkar, warga sama sekali tak memiliki energi.

 

PLN masuk

Belakangan PLN hadir dengan jaringan instalasi sendiri. Perusahaan pelat merah itu ingin turut menerangi kampung itu.

“Ketiban cahaya berlipat ganda kami,” kata Efendi, terkekeh.

Kehadiran PLN sempat membuat heran Radinal, Kades Lubuk Bangkar. Apalagi, sebelum pembangunan PLTMH, panitia pembangunan dari UNDP sudah mengirim surat ke PLN Persero dan memberitahu rencana pembangunan pembangkit listrik skala komunal di sana.

“Bukan hanya surat pemberitahuan, pas awal mulai project pun orang PLN datang ke desa dan bilang kalau di sini sampai 20 tahun lagi pun belum ada instalasi listrik masuk.”

 

Sawah di Desa Lubuk Bangkar. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Soal program listrik desa yang menyasar sejumlah desa terpencil di Sarolangun, termasuk di Desa Lubuk Bangkar, Wakil PT. PLN Persero di Kota Jambi enggan berbicara banyak. Manager PLN Unit Pelayanan III Jambi, Hanfi Adrhean Abidin, malah bicara kalau PLN sukses memperluas jaringan instalasi listrik di Jambi. Dia contohkan, pembangunan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20.000 volt sepanjang 195,4 kilometer sirkuit (kms), pembangunan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) 220 volt sepanjang 213,3 kms. Lalu, Gardu Distribusi 124 unit akan melayani kurang lebih 7.700 keluarga.

Nilai investasi dalam pengerjaan jaringan 19 kelistrikan ini mencapai Rp135 miliar. Menurut dia, pembangunan jaringan itu jadi penanda pencapaian rasio elektrifikasi (RE) di Jambi, dari 96,73% jadi 99,55%, naik 2,82%. Kondisi ini, kata Hanfi, sekaligus pencapaian rasio elektrifikasi di Tanjung Jabung Barat, genap 100%.

“Kategori desa, tidak masuk dalam kawasan hutan lindung, berkonflik, infrastruktur jalan dan jembatan tersedia, masyarakat mau berlangganan PLN. Ada dukungan pemerintah daerah, untuk warga bersedia tidak ada ganti rugi terhadap pohon produktif,” katanya melalui pesan Whatsapp, 13 November lalu.

Kalau sudah ada sumber energi lain, Hanfi bilang otomatis masuk data desa berlistrik non PLN.

Radinal bilang, tak pernah diajak pertemuan yang difasilitasi PLN Jambi. Saat itu, ada acara mempertemukan para pemangku di tujuh desa lain terkait perluasan jaringan listrik PLN ke daerah terpencil di Jambi.

“Saya sudah bilang di desa ada PLTMH, tapi Desa Ujung Muara Pemuat tidak ada. Mungkin ini yang jadi alasannya.”

Setelah PLN hadir, hanya 60 rumah yang bersedia berlangganan dari total 258 rumah di Lubuk Bangkar. Jumlah yang memanfaatkan hanya sedikit karena sebagian besar warga mengatakan ongkos sambungan instalasi listrik PLN jauh lebih mahal ketimbang layanan listrik dari PLTMH.

Mak Ira, warga Lubuk Bangkar enggan memasang instalasi PLN. Menurut dia, instalasi perusahaan negara itu tergolong mahal. Biaya pemasangan saja, harus merogoh kantong Rp900.000. Belum lagi, rutin mengisi token listrik agar bisa terus menyala.

“Biaya pasang mahal, beli pulsa Rp100.000 dak cukup dak untuk sebulan. Kalau PLTMH kami gratis pasang bayar pun paling Rp50.000 lah puaslah pakeknyo,”katanya.

Kondisi sama juga di beberapa desa dengan energi listrik mikro hidro. Desa Rantau Kermas, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, misal. Mereka juga punya PLTMH berkapasitas 40 KW.

“Sudah masuk listrik PLN, kami warga tidak ada yang mau pasang instalasinya. Masih enak pakai PLTMH tuhlah. Di Bangko be sering mati, apalagi di tempat kami,” kata Dedi, warga Desa Rantau Kermas.

Kehadiran PLTMH waktu itu menjadi berkah untuk warga Lubuk Bangkar. Setelah ada instalasi listrik tenaga air mini ini, pendapatan desa dan BumDes juga meningkat.

Saat ini ada empat kegiatan usaha Bumdes Lubuk Bangkar. Diantaranya pengembangan objek wisata, penjualan kopi, jasa penagihan PLTMH dan penjualan keripik pisang.

“Bumdes ini Bukit Tempurung Indah, di Maret 2019 dengan usaha-usaha itu mampu memberikan total pendapatan Rp40jutaan, dan pengeluaran Rp 13 jutaam, ” sisa saldo Bumdes Rp26 jutaan. Angka ini ga bisa nambah lagi karena PLTMH yang rusak. PLTMH salah satu yang mendongkrak dan memberikan efek pada sektor lainnya.”

 

Pengembangan ekowisata di Bukit Tempurung. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Kembali ke kota Jambi, Setyasmoko Pandu Hartadita, Kepala Seksi Pembinaan dan Pengembangan Energi ESDM Jambi mengatakan, dalam Perda Nomor 13/2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah Jambi, capaian target penggunaan energi baru terbarukan hingga 2025 25%

Saat ini, hanya 6,82$, hasil gas bumi mendominasi bauran energi senilai 89,77%, disusul energi terbarukan 6,82%, batubara 3,36%,dan minyak bumi 0,05%.

Data ESDM Jambi 2018 menyebutkan Rasio elektrifikasi Jambi mencapai 85,32%. Ada lima desa mendapatkan aliran listrik total 1. 548 seda dan kapasitas 1.630 GWh. Pandu bilang saat ini didanai pemerintah ada 18 PLTMH di Jambi dengan kapasitas 2 MW.

“Kalau bicara PLTMH potensinya di Jambi cukup ada, namun masih kalah jika dibandingkan energi terbarukan lain. Surya potensi energi tinggi dengan kapasitas mencapai 8.847MW , Panas Bumi berkapasitas 621 MW. Bioenergi dengan kapasitas 1.840 MW, Angin berkapasitas 37 jam. dan untuk air sendiri hanya 447 MW.”

Pandu mengklaim, pemprov juga mau menggenjot listrik energi terbarukan dengan tenaga surya. “Tantangan untuk ini pendanaan dan sumber daya manusia . Pada 2019, ada budget senilai 899 juta untuk perbaikan di PLTS yang Batanghari.”

Secara regulasi, pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik diatur melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 50/2017, kemudian revisi jadi Permen ESDM Nomor 4/2020.

Analis Institute for Energy and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi mengatakan, seharusnya PLN bisa memanfaatkan pembangkit listrik skala kecil yang dibangun melalui dana hibah untuk memperluas layanan. Penyambungan instalasi jaringan PLN ke sarana pembangkit skala kecil, tambah Elrika akan membuat kinerja PLN lebih efektif dan efisien.

“Ini yang sebenarnya masih tidak pernah diterapkan, karena dari PLN banyak pembangkit-pembangkit itu tidak sesuai standar PLN. Ini pemborosan, ada sumber listrik terbarukan dibangun dari dana hibah, masih beroperasi baik. Sampai saat ini tidak bisa juga diselesaikan masalah ini.”

 

Komitmen jaga hutan

Sungai Mudik Cuban merupakan hulu dari anak-anak sungai yang mengaliri sawah, hingga dialiri ke rumah masing-masing warga. Sumber air yang berada di punggung Bukit Tempurung ini terasa sejuk dan menyegarkan. Sejak dulu masyarakat memiliki aturan adat yang meski tak tertulis tentang larangan menebang pohon di hulu-hulu sungai.

Ketua adat Marga Batin Pengambang Bujang bilang Desa Lubuk Bangkar dalam kesatuan marga Batin Pengambang yang memiliki kearifan dalam menjaga hutan dan sungai.

“Barang siapa yang menebang pohon di hulu sungai didenda adat satu kerbau dan 100 gantang beras, sejak 2018 aturan diperkuat melalui perdes.”

Meski kiri-kanan Desa Lubuk Bangkar, sudah ramai tambang ilegal tetapi tak membuat warga tergiur menukar petak sawah untuk areal tambang ilegal.

Sebelum masuk ke Lubuk Bangkar, di Desa Sekamis, Kecamatan Cermin Nan Gedang ramai aktifitas tambang ilegal. Tidak tersembunyi, berada tepat di tepi jalan utama yang menghubungkan antar desa.

Kerusakan PLTMH terus terulang sejak Oktober hingga kini, berimbas juga pada biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menggiling dan mengemas kopi dengan listrik PLN. “Pemasaran kopi sejauh ini sebatas Sarolangun dan kunjungan wisatawan ke Bukit Tempurung,” kata Jarai.

Selain usaha kopi, Bumdes Lubuk Bangkar juga gencar mendorong ekowisata Bukit Tempurung.

“Ini turunan lain dari peningkatan pendapatan warga dengan melibatkan beberapa rumah sebagai homestay, tenaga guide, sewa tenda, dan juga mendorong ibu-ibu untuk mengemas penganan lokal untuk tamu yang datang,” kata Radinal.

Desa Lubuk Bangkar seluas kurang lebih 1.566 hektar yang didiami 1.067 jiwa dengan upaya pendampingan peningkatan ekonomi melalui sektor usaha lain, terlihat peningkatan pendapatan warga dalam kuru setahun. Dari 60% bergantung sadapan getah karet, sekitar 20% bertambah lagi mengolah kebun kopi yang sempat terbengkalai.

Pada 2020, ada bantuan kebun bibit rakyat bagi 25 petani di Lubuk Bangkar. Sebanyak 20.000 bibit mahoni, kayu manis dan durian ditanam sebagai pohon sela di kebun masing-masing anggota.

Ermisiati, Ketua KBR Lubuk Bangkar bilang masing-masing anggota diperkirakan mendapatkan 500 batang pohon dari berbagai jenis itu.

“Jika. berharap dari karet, dak cukup. Kami pengen juga ada untuk masa depan, tanam sekarang bisa ditabung hasilnya nanti.”

Penyediaan bibit campur ini merupakan bentuk lain dalam Forest Program II di Jambi yang mendapatkan dukungan KFW.

Cornelis de Wolf, Chief Technical Advisor Forest Program II bilang sejak Juli 2014 program ini memberikan kontribusi pada penghijauan di lahan kritis seluar 5.000 hektar dengan sistem kebun campur di lima kabupaten yakni, Kerinci, Merangin, Sarolangun, Tanjabbarat dan Tebo dengan pelibatan 205 desa.

“Program ini melibatkan BPDAS dan BPSKL. Ada 180 kelompok tani hutan didampingi, 49 pengusulan perhutanan sosial dengan areal total 55.000 hektar. Konservasi bersama masyarakat dengan skema perhutanan sosial,”

Di rumah produksi kopi, Semi. warga Desa Lubuk Bangkar segera memasukkan biji kopi ke mesin penggiling.

Sejak PLTMH rusak, terpaksa harus membawa biji kopi digiling di rumah anggota pengelola yang memasang listrik PLN. Di rumah itu, ada dua instalasi yang dibatasi saklar pengalih penggunaan listrik.

Semi tak gunakan listrik PLN di rumah. Keluarganya tergolong tidak mampu. Dia mendapatkan subsidi listrik PLTMH. Sudah satu bulan dia tak lagi bisa menikmati listrik.

“Semoga PLTMH segera diperbaiki.”

 

Exit mobile version