Mongabay.co.id

Cara Indonesia Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen

 

Target pengurangan sampah plastik di laut hingga mencapai 70% pada 2025 mendatang terus dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Saat ini, berbagai upaya terus dilakukan agar target yang dimaksud bisa tercapai kurang dari lima tahun dari sekarang.

Pengurangan 70% sampah plastik di laut, menjadi program kerja yang diwujudkan melalui dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanganan Sampah Plastik Laut Tahun 2018-2025. Selain itu, Peraturan Presiden No.83/2018 tentang Pengelolaan Sampah Laut juga menjadi panduan untuk mewujudkannya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, persoalan sampah plastik bukanlah menjadi persoalan nasional saja, tetapi persoalan global yang dihadapi semua negara di dunia.

“Sampah plastik laut merupakan masalah global yang dihadapi oleh negara maju dan berkembang. Untuk mengatasi hal ini perlu kontribusi semua elemen masyarakat, baik Pemerintah maupun swasta,” ucap Luhut belum lama ini di Jakarta.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 70% wilayahnya ada laut, Indonesia menjadi negara yang fokus dan berkomitmen untuk mengatasi persoalan sampah plastik. Terlebih, pada 2028 mendatang Pemerintah menargetkan sampah bisa berkurang di tingkat produsen hingga 30%.

Mengingat pentingnya pengelolaan dan pengurangan sampah, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menerapkan semua regulasi yang sudah dibuat berkaitan dengan program tersebut. Kemudian, kontribusi pihak swasta dalam program tersebut akan terus dilibatkan dan dipantau.

baca : Penanganan Sampah Plastik Harus Libatkan Lebih Banyak Pihak Lagi

 

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan (tengah) saat meresmikan operasionalisasi TPST Tritih Lor dengan teknologi RDF untuk pengolahan sampah yang menghasilkan energi bersih alternatif batubara di Cilacap, Jateng, Selasa (21/7/2020) . Foto : Kemenko Maritim dan Investasi

 

Bagi Luhut, dengan melaksanakan visi untuk 2025, itu juga menjadi bentuk komitmen dan tekad kuat dari Indonesia untuk bisa melangkah lebih jauh dalam melaksanakan pengelolaan sampah plastik. Tujuan yang ingin dicapai lebih jauh, adalah Indonesia bisa mencapai status bebas polusi plastik pada 2040 mendatang.

Dengan tercapainya status tersebut, maka Indonesia akan berhasil mewujudkan prinsip ekonomi sirkular, di mana pelaksanaannya akan senantiasa menerapkan prinsip efisiensi sumber daya alam yang digunakan. Dengan demikian, plastik tidak akan lagi dibuang ke lautan, saluran air, dan tempat pembuangan sampah.

“Tetapi akan berlanjut untuk memiliki kehidupan baru,” tambahnya.

Tentang keterlibatan swasta dalam pengelolaan sampah plastik, Luhut juga sudah memberikan apresiasinya. Keterlibatan mereka, dinilai akan cepat membawa perubahan dalam pengelolaan sampah plastik di bumi, dan pada akhirnya akan mengurangi produksi sampah plastik di laut.

 

Peran Swasta

Bukti keterlibatan swasta itu, adalah dengan dibentuknya wadah kerja sama baru bernama Organisasi Pengelolaan Sampah Plastik atau Plastic Recovery Organization (PRO) yang melibatkan enam perusahaan besar yang ada di Indonesia.

Mereka adalah Coca Cola Indonesia, Danone Indonesia, PT Indofood Makmur Tbk, PT Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia, dan PT Unilever Indonesia Tbk. Program yang dinaungi PRO berjalan di Surabaya (Jawa Timur), dan Bali sejak 2020.

Kerja sama tersebut, adalah mengolah bahan plastik yang berasal dari kemasan bekas dan memadukannya dengan bahan plastik baru yang akan dipakai untuk kemasan yang baru. Bagi dia, upaya tersebut menjadi bagian dari kepedulian industri dalam menyelesaikan persoalan sampah.

baca juga : Ini Cara Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut

 

Kondisi kawasan pantai utara Kabupaten Tuban, Jatim yang dipenuhi sampah plastik  menyebabkan penurunan kualitas lingkungan pesisir dan laut. Akibatnya, kelangsungan hidup biota di laut menjadi terganggu. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menurut Luhut, dengan semua program kerja yang sudah dijalankan sekarang, itu menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan program pembangunan berkelanjutan dalam semua lini. Termasuk, dengan terus mengurangi limbah plastik, baik yang ada di darat atau laut.

Dalam upaya penangangan sampah, Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan langkah strategsi seperti Peraturan Presiden No.97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti pada momen yang sama mengatakan bahwa kebijakan yang sudah diterbitkan Pemerintah Indonesia untuk penanganan sampah plastik, tidak lain agar itu bisa menjadi arahan strategis untuk seluruh kementerian terkait.

“Kita mengoordinasikan seluruh kementerian terkait untuk melakukan berbagai upaya agar bisa mencapai target pada 2025 mendatang,” ucap dia.

Selain kementerian, upaya lain yang sudah dilakukan untuk mengejar target pengurangan sampah plastik hingga 70 persen pada 2025, adalah dengan merangkul pihak swasta dan juga komunitas masyarakat. Pihak swasta dibutuhkan, karena bisa mendesain pengganti plastik sekali pakai.

Keterlibatan swasta tersebut, menjadi bagian dari kemitraan aksi plastik nasional (national plastic action partnership/NPAP) yang khusus hanya ada di Indonesia. Kemitraan tersebut, menjadi yang pertama di dunia dan inklusif yang digerakkan oleh solusi untuk mengatasi permasalahan polusi plastik.

Nani Hendiarti mengatakan, NPAP berperan penting untuk melaksanakan aksi pengurangan produksi sampah plastik. Bahkan, NPAP dinilai harus ikut berperan besar dalam menggandeng pemangku kepentingan yang lebih luas.

Di luar keterlibatan swasta dan masyarakat, Nani menyebutkan bahwa penanganan sampah plastik yang dilakukan Indonesia juga adalah melalui penanganan yang terintegrasi. Cara tersebut, diterapkan dalam program Citarum Harum untuk pengelolaan sampah yang ada di sepanjang sungai Citarum, Jawa Barat.

“Saat ini kami pun telah memasuki tahun kedua dalam pelaksanaan program Citarum Harum yang bertujuan untuk meningkatkan upaya pengelolaan sampah di sungai yang dulu merupakan salah satu sungai terkotor di dunia,” beber dia.

perlu dibaca : Bisakah Indonesia Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen pada 2025?

 

Sungai Citarum bertabur sampah di Desa Belaeendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terpantau beberapa waktu lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Pola Pikir

Upaya penanganan sampah agar bisa lebih baik, juga dilakukan dengan dimulai dari rumah. Hal itu, dilakukan dengan menanamkan pola pikir yang cerdas kepada seluruh anggota keluarga, terutama generasi muda yang ada di rumah tersebut.

Cara tersebut diungkapkan Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenko Marves Rofi Adhanif. Menurut dia, harus ada pola pikir yang baik ketika akan membeli satu barang, dan harus dipikirkan apakah barang terus akan menghasilkan sampah ataukah tidak.

“Itu harus menjadi pertimbangan dasar,” jelas dia.

Rofi Adhanif yang berbicara di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (14/11/2020) menyebut tentang perubahan pola pikir dan gaya hidup menjadi kunci pengelolaan sampah akan bisa dilakukan lebih baik. Agar perubahan itu bisa dilakukan, awal yang baik untuk memulainya adalah di dalam rumah sendiri.

Sebelumnya, Direktur Global Plastic Action Partnership Kristin Hughes menjelaskan bahwa kekuatan komunitas di Indonesia menjadi semakin penting untuk dipersatukan dengan cara-cara yang baru dan kreatif. Keberadaan komunitas, akan selalu terbuka untuk bertukar keahlian dan pengalaman.

“Dan bertindak secara serentak untuk memecahkan masalah paling mendesak yang dihadapi,” ungkap dia .

Untuk itu, dengan jujur dia memberikan apresiasinya kepada Indonesia dan negara lain yang sudah bersikap dengan memberikan contoh kepada dunia bagaimana menangani masalah yang kompleks, seperti polusi plastik yang dilakukan melalui pendekatan multipihak yang kolaboratif dan efisien.

baca juga : Pentingnya Pembaruan Data Sampah Plastik untuk Pengendalian Produksi di Laut

 

Pemulung di TPA Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat, NTB,  berjalan di atas gunung sampah. Usia TPA Kebon Kongok ini diperkirakan tinggal satu tahun. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Tentang sampah plastik di laut, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf menjelaskan bahwa asalnya dari kebocoran dari berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dan jumlahnya mencapai 80 persen.

Dari jumlah tersebut, 20 persen diketahui berasal dari kegiatan laut seperti peralatan menangkap ikan, styrofoam dari budi daya perikanan, penggunaan plastik, ekosistem laut yang bermasalah seperti pemutihan karang, degradasi lingkungan laut, dan sampah yang berasal dari laut.

Berdasarkan laporan International Coastal Cleanup (ICC) yang dirilis pada 2019, jenis sampah di laut di seluruh dunia jumlahnya mencapai 97.457.984 item dengan total berat mencapai sekitar 10.584.041 kilogram.

Adapun, sepuluh jenis sampah yang sering ditemukan di laut adalah: puntung rokok, pembungkus makanan, sedotan dan pengaduk, alat makan plastik, botol minum plastik, tutup botol plastik, kantong plastik kresek, kantong plastik lainnya, tutup minum plastik, piring, dan gelas plastik.

 

Exit mobile version