Mongabay.co.id

Tumpahan Batubara Masih Kotori Pantai Wisata Lhoknga

 

 

Anda masih ingat tumpahan batubara di pantai indah Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Juli 2018 silam? Tumpahan yang terjadi akibat kapal tongkang pengangkut emas hitam itu terbalik dihantam badai.

Bagaimana kondisi pantai wisata tersebut sekarang? Meski tumpahan telah dibersihkan dan tongkang telah dipindahkan, namun serpihan batubara tersebut masih tersisa di bibir pantai dan laut. Padahal, pantai ini merupakan tempat favorit masyarakat Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, dan daerah lainnya yang menghabiskan akhir pekan sembari menikmati indahnya matahari tenggelam.

Rahmat, seorang peselancar yang kerap menghabiskan di pantai ini, mengatakan masih sering melihat gumpalan batubara yang tersangkut karang. Batu hitam itu sangat mengganggu pemandangan bawah laut.

“Beberapa penyelam sempat kecewa dengan batubara yang masih ada di laut. Hal yang sama diutarakan masyarakat maupun pengunjung yang datang ke sini untuk mandi dipantai. Mereka membatalkan niat itu takut butiran batubara bakal mengganggu kesehatan,” ujarnya di Lhoknga, Minggu [22/11/2020].

Baca: Pantai Wisata Ini Belum Sepenuhnya Bersih dari Tumpahan Batubara

 

Tumpahan batubara yang terjadi akhir Juli 2018, masih mengotori pantai wisata Lhoknga di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Rahmat mengatakan, tumpahan batubara telah dibersihkan menggunakan eskavator. Alat berat itu juga digunakan untuk mengeruk batubara yang berada di dasar laut. Namun, sisa-sisanya yang terbawa arus masih berserakan dan mengotori pantai.

“Sedih juga melhatnya, karang yang indah ikut hancur saat alat berat mengangkut batubara. Selain itu, banyak masyarakat di Lhoknga yang mengantungkan hidup dari mengelola kafe di pantai, dan pendapatan mereka terganggu karena kondisi pantai yang tidak lagi menarik,” ujarnya.

Baca: Tumpahan Batubara Menghitamkan Pantai Wisata Indah Ini

 

Pembersihan telah dilakukan, namun pantai wisata Lhoknga masih kotor akibat tumpahan batubara. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Muhammad Yulfan, masyarakat Lhoknga yang juga bekerja sebagai advokat mengatakan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Aceh harus segera mengatasi masalah ini. Pertanggungjawaban perusahaan harus ada, terkait pencemaran lingkungan.

“DLHK jangan terjebak dan mengikuti agenda perusahaan. Harus ditangani khusus oleh perusahaan dan pihak terkait,” terangnya.

Perusahaan juga harus mencari solusi akibat kerusakan pantai tersebut. Bukan hanya memindahkan batubara dari laut ke darat. “Kerusakan ekosistem harus dipikirkan,” ungkapnya.

Baca: Tumpahan Batubara Cemari Pantai Nagan Raya, Walhi Aceh: Kerugian Lingkungan Harus Dihitung

 

Pantai dan air laut terlihat hitam akibat tumpahan batubara. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Bukan yang pertama

Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur sebelumnya menyebutkan, tumpahnya batubara di pantai ini, bukan kejadian pertama. Pada 2016, batubara juga tumpah di pantai Lhoknga, saat hendak dipasok ke perusahaan semen.

Negara atau pemerintah melalui perangkat hukum, belum pernah menjadikan kejadian ini sebagai perkara lingkungan hidup, sehingga tidak ada efek jera. Bahkan, tidak ada yang diminta pertanggungjawaban.

“Padahal, UU 32 tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup [PPLH] telah mengaturnya. Kami minta, dinas terkait yang menangani masalaha ini segera menyiapkan gugatan ke perusahaan dan kontraktornya,” jelasnya.

Baca juga: Pemerintah Aceh Diminta Lindungi Hutan dari Aktivitas Pertambangan

 

Tumpahan batubara ke laut berbahaya untuk kehidupan biota laut dan kesehatan manusia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dosen Hukum Universitas Teuku Umar, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Irsadi Aristora juga menjelaskan, tumpahan batubara ke laut sebenarnya sangat berbahaya untuk biota laut dan manusia.

“Termasuk ikan, karena kita khawatir dalam jangka waktu panjang akan ada perubahan genetik. Selain itu, kita juga khawatir karena harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan, ikan atau satwa lain akan berubah hidupnya, bisa menjadi sangat liar atau lainnya,” terangnya beberapa waktu lalu.

Secara estetika, tumpahan batubara membawa dampak negatif. Pantai yang indah dengan hamparan pasir bersih, berubah menjadi hitam dan kotor. “Pengunjung jadi malas datang. Kita belum bicara dampak limbah dan lainnya,” ujarnya.

 

Batubara yang diangkut kapal tongkang sebanyak 7 ribu ton berceceran di pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, akhir Juli 2018 lalu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Manajemen PT. Solusi Bangun Andalas [PT. SBA] dalam pernyataan kepada media, sebelumnya mengatakan, tahap pertama penanganan tumpahan batubara di Pantai Lhoknga telah dilakukan. “Pembersihan tahap pertama dilakukan di bibir pantai hingga kedalam dua meter. Pembersihan selanjutnya mulai disosialisasikan 14 November 2019,” terang Communications & Event Specialist PT. SBA, Faraby Azwany.

Faraby menjelaskan, pembersihan batubara itu melibatkan masyarakat dan lembaga adat laut. Selain itu, pada Juni 2019 tim yang terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Kementerian LHK, Protection and Indemniti [P&I], PT. Solusi Bangun Andalas, serta komite penanggulangan tumpahan batubara juga telah melakukan survei.

“Bentuk atau cara pembersihan tahap berikutnya juga sudah dievaluasi dan pembersihan akan dilakukan,” ujarnya.

 

Bukan hanya lingkungan yang rusak, nelayan lokal dan masyarakat yang menggantungkan hidup dari pariwisata juga ikut menanggung beban akibat tumpahan batubara. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Seperti yang diberitakan Mongabay Indonesia sebelumnya, di penghujung Juli 2018, sebanyak 7 ribu ton batubara yang diangkut kapal tongkang TB Marina berceceran di Pantai Lhoknga setelah dihantam badai. Emas hitam yang diangkut dari Pelembang itu hendak dipasok untuk kebutuhan pembangkit listrik pabrik semen PT. Solusi Bangun Andalas [PT.SBA].

PT. SBA yang sebelumnya bernama PT. Lafarge Cement Indonesia [LCI] merupakan perusahaan yang telah diakuisisi oleh Badan Usaha Milik Negara [BUMN] PT. Semen Indonesia Group [Tbk] dari PT. Holcim Indonesia pada Februari 2019.

 

 

Exit mobile version