Mongabay.co.id

Sering Diambil Masyarakat, KKP Lakukan Transplantasi Karang di Sabu Raijua

 

Sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional bagi masyarakat terdampak pandemi COVID-19 dan untuk memulihkan kondisi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang menanam sebanyak 2.640 fragmen karang di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.

Penanaman terumbu karang berjenis Acropora, Montipora, Porites dan Merulina itu dilaksanakan di dua lokasi yaitu di Desa Balu, Kecamatan Raijua dan Desa Menia, Kecamatan Sabu Barat.

Metode rehabilitasi terumbu karang yang digunakan adalah metode spider web dan metode beton dengan total media masing-masing sebanyak 120 buah spider web dan 168 buah beton.

“Saat ini KKP gencar melaksanakan rehabilitasi terumbu karang dalam bentuk padat karya di beberapa lokasi di Indonesia, salah satunya yaitu di Kabupaten Sabu Raijua ini. Melalui program ini pemerintah berupaya untuk memulihkan kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19,” kata Plt. Direktur Jendral Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Tb. Haeru Rahayu dalam siaran pers KKP, Jumat (6/11/2020) lalu.

baca : Memulihkan Ekonomi Nasional dengan Rehabilitasi Terumbu Karang?

 

Seorang penyelam sedang melakukan penanaman terumbu karang di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Kabupaten Sabu Raijua, NTT. Foto : BKKPN Kupang.

 

Sedangkan Plt. Kepala BKKPN Kupang, Imam Fauzi menjelaskan program rehabilitasi ekosistem laut dari KKP itu disinergikan deengan Gereja GMIT yang kebetulan mencanangkan bulan November sebagai bulan lingkungan sehingga menghimbau jemaat untuk terlibat dalam kegiatan transplantasi karang.

Menurutnya, kegiatan rehabilitasi dilakukan secara padat karya agar dapat membantu perekonomian masyarakat. Dia menambahkan,dalam pelaksanaannya pembuatan media transplantasi karang diserahkan seluruhnya kepada anggota Kelompok Nelayan Konservasi Mira Djagga.

“Melalui kegiatan ini kelompok menerima upah tenaga sebesar kurang lebih Rp6 juta. Kegiatan padat karya ini dimaksudkan untuk membantu perekonomian masyarakat yang sedang menurun akibat pandemi COVID-19,” jelasnya saat dihubungi Mongabay Indonesia, Senin (23/11/2020).

“Sebenarnya jika dilihat dari tutupan karangnya, perairan di Sabu Raijua banyak karang yang rusak. Kerusakan ini akibat dari aktifitas destructif fishing jaman dahulu,” ungkapnya

Sementara itu Plt.Bupati Sabu Raijua Ferdi J.Kapitan saat ditanyai Mongabay Indonesia, Senin (23/11/2020) mengaku kegiatan transplantasi karang mendapat respon bagus dengan melibatkan seluruh tokoh adat dan pihak gereja.

Ferdi menyampaikan kegiatan diawali dengan ibadat yang dipimpin oleh pendeta GMIT. “Dalam kotbahnya pendeta menyampaikan bagaimana peran manusia sebagai ciptaan Tuhan agar memberikan perhatian, melakukan pemeliharaan dan perawatan alam semesta khususnya laut,” ungkapnya.

baca juga : Restorasi Karang Dampak Pandemi Dimulai di Lima Perairan di Bali

 

Karang yang ditanam dalam kegiatan rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Kabupaten Sabu Raijua, NTT. Foto : BKKPN Kupang

 

Kebun Karang

Masyarakat Kabupaten Sabu Raijua memiliki kebiasan mengkonsumsi sirih pinang. Lazimnya saat mengkonsumi sirih pinang disertai dengan mengunyah kapur. Ferdi mengatakan bahan kapurnya diambil dari karang laut.

Masyarakat mengatakan konsumsi sirih pinang dengan kapur darat kurang berasa panas di mulut. Berbeda bila menggunakan kapur karang laut yang memberi sensasi rasa panas di mulut.

“Kita coba mengakomodir budaya setempat dan disepakati ada kawasan tertentu diizinkan untuk memanen terumbu karang yang ada. Selama ini masyarakat hanya mengambil karang saja sehingga kita mengedukasi masyarakat agar kita jangan memanen saja tetapi menanam agar karang tetap lestari,” ucapnya.

Setelah dilakukan sosialisasi, masyarakat memahami dan menerima serta bersama-sama terlibat melakukan transplantasi karang.

Selain itu, keberadaan terumbu karang menjadi habitat bagi ikan sehingga nelayan tidak perlu memancing ke laut dalam untuk menangkap ikan.

Imam menambahkan dalam budaya masyarakat di Sabu Raijua,ada ritual adat Liku Keruga yakni pengambilan terumbu karang untuk dijadikan kapur sebagai bahan untuk mengkonsumsi sirih pinang.

“Kita bekerjasama dengan masyarakat dan pemangku adat untuk menyiapkan sebuah areal penanaman karang yang nantinya bisa diambil untuk kebutuhan makan sirih pinang. Jadi areal tersebut semacam ‘kebun’ di laut yang bisa dipanen,” ucapnya.

perlu dibaca : Begini Tantangan Konservasi Terumbu Karang di Saat Pandemi

 

Karang yang ditanam dalam kegiatan rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Kabupaten Sabu Raijua, NTT. Foto : BKKPN Kupang

 

Harapkan Bantuan

Ferdi yang juga mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT menilai transplantasi karang merupakan suatu upaya yang sangat penting dan langkah yang sangat tepat terkait dengan upaya menjaga pesisir dan laut kita.

Dirinya mengaku membangun komunikasi dengan LSM yang ada di Sabu Raijua dan masyarakat pesisir agar bersama-sama mengembalikan ekosistem di pesisir. Dikatakannya, seluruh wilayah pesisir Sabu Raijua menjadi bagian dan TNP Laut Sawu.

“Kita harapkan adanya aktifitas masyarakat melindungi pesisir dan laut dengan melakukan transplantasi karang. Pemerintah secara nasional juga diharapkan memberikan perhatian bagi masyarakat yang berada di pesisir untuk meningkatkan penghidupan mereka,” pintanya.

Ferdi menjelaskan sebagian besar masyarakat pesisir  kehidupannya bergantung kepada pengembangan rumput laut dimana saat terjadi kekeringan panjang laut menjadi harapan selain tambak garam.

Dengan keterbatasan anggaran daerahnya, dia berharap pemerintah pusat melalui KKP dan Kemenko Maritim bisa memberikan perhatian.

“Kita berharap garam yang selama ini dikelola oleh pemerintah Kabupaten Sabu Raijua kedepannya bisa dikelola langsung oleh masyarakat secara mandiri dan intervensi pemerintah berkurang. Maka diharapkan adanya intervensi bantuan dari pemerintah pusat,” ucapnya.

Potensi garam di Sabu Raijua papar Ferdi sebesar 2 ribu hektar. Saat ini baru dikembangkan 102 hektar dan masih cukup besar peluangnya mengingat kualitas garam industrinya terbaik.

Ditambahkannya rumput laut juga potensinya 2 ribu hektar, namun baru dimanfaatkan 12 persen. Ia harapkan perhatian dari kementerian agar mata pencaharian ramah lingkungan ini bisa berjalan dan program penyelamatan ekosistem laut juga bisa sukses.

“Kita punya stok garam 15 ribu ton dan potensi sampai Desember bisa mencapai 20 ribu ton. Dengan kondisi panas tinggi, waktu 7 sampai 8 hari bisa panen garam industri. Kita menggunakan teknologi geomembran sehingga garamnya putih bersih,” jelasnya.

baca juga : Presiden Panen Garam di Kupang, Bisakah NTT Penuhi Kebutuhan Garam Nasional?

 

Pemandangan pantai di Kabupaten Sabu Raijua, NTT yang masuk dalam kawasan TNP Laut Sawu. Foto : Pesona Indonesia.com

 

Ferdi menambahkan pihaknya sudah membangun kerjasama dengan investor untuk melakukan pembelian garam sesuai harga pasar. Garam harus segera dijual sebab bakal rusak bila musim hujan datang karena ditaruh di luar akibat gudang penyimpanan penuh.

Saat ini sudah ada 750 ton yang dibeli pengusaha dari Surabaya untuk dikirim ke Makasar dan diharapkan nanti semakin banyak yang terjual.

Ia pun meminta kalau bisa program Coremap masuk di wilayahnya agar masyarakat bisa mendapatkan perhatian pengembangan mata pencarian alternatif. Ia sebutkan zona inti wilayah konservasi Laut Sawu ada di pulau Ndana, sebelah barat Sabu Raijua.

“Kami sudah datangkan tim dari Bappenas dan sudah ada titik terang untuk mendapatkan program ini. Pada akhir bulan Oktober bersama Mone Ama, dewan adat, kita melakukan ritual adat untuk melakukan konservasi di pulau Ndana,” terangnya.

Dalam kegiatan ini, bakal dilepas hewan berupa babi dan sapi di pulau terluar tanpa penghuni tersebut. Dulu juga pernah dilepas kambing di pulau tersebut dan berkembang biak pesat. Namun banyak dicuri oknum tidak bertanggungjawab sehingga pengawasan perlu ditingkatkan.

 

Exit mobile version