Mongabay.co.id

Demi Bertahan Saat Pandemi, Nelayan Bolmut Berharap Adanya Pabrik Es

Ikan Tuna yang dibeli dari nelayan dan ditampung di coolbox kapal KMN.Giovanni 03 asal Kupang yang tidak memiliki dokumen Surat Izin Pengumpulan dan Pembelian Ikan. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan Flotim/Mongabay Indonesia.

 

Walaupun Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara menghimbau warga untuk mengurangi aktivitasnya karena situasi pandemi COVID-19, tetapi nelayan di wilayah Boroko Timur, pantai Batu Pinagut dan pelabuhan Boroko tetap melaut untuk menghidupi keluarganya.

Seperti yang dilakukan nelayan Nuzum Lalisu (57). “Hal ini dilakukan untuk kase makan istri dan anak, karena ini sudah menjadi pekerjaan selama berpuluh-puluh tahun,” ujar nelayan asal Boroko Timur, Kecamatan Kaidipang sesaat setelah menurunkan ikan tangkapannya pada di pantai Batu Pinagut, pertengahan Agustus lalu.

Demi menafkahi keluarga, Nuzum tetap melaut. Bila berangkat melaut sore, di bakal kembali pagi hari. “Kecuali sakit atau cuaca buruk. Pandemi COVID-19 tidak menjadi hambatan,” jelasnya.

Sedangkan nelayan lainnya, Ismail Paputungan (51) berharap pemerintah membantu nelayan dengan mesin perahu. “Saat ini sejak pandemi kami tetap melaut, aktivitas tetap jalan. Kendalanya hanya cuaca. Kalau cuaca bagus ikan didapat hasilnya bagus, kadang saya bisa dapat ikan kakap sampai 10 kg lebih,” tuturnya yang melaut sejak 1991 itu

baca : Usaha Tiada Henti Nelayan Bolmut Saat Pandemi

 

Ikan yang didapat oleh nelayan di Kabupaten Bolmut. Walaupun pandemi mereka tetap melaut. Foto : Fandri Mamonto/Mongabay Indonesia

 

Baik Nuzum dan Ismail sama-sama berharap ada pabrik es di Kabupaten Bolmut. Hal ini bagi mereka bisa membantu para nelayan kecil yang ada di Kabupaten Bolmut.

Nuzum mengatakan, selama ini dirinya membeli es balok (es batu) ke warga yang menjual. “Sambil berharap pajeko (kapal besar) tidak membeli ke warga-warga yang menjual es balok, kalau mereka beli atau borong kadang kami susah mendapatkan lagi,”ujarnya.

“Saya bisa pakai sampai enam es batu dalam sehari seharga Rp2 ribu per satu es batu. Tetapi karena jumlah nelayan banyak, kebutuhan es batu juga banyak. Jadi kami berharap ada pabrik es,”harapnya.

Hal yang sama disampaikan oleh Ismail, menurutnya es batu kadang dapat kadang tidak. “Sehingga harapannya pabrik es memang ada, demi kebutuhan para nelayan yang ada,”ujarnya.

Keberadaan pabrik es balok selama pandemi ditambahkan oleh Jumin Mamonto (43), nelayan asal desa Bolangitang, Kecamatan Bolangitang Barat mengatakan sebenarnya selama covid 19 ini kami para nelayan tetap melaut. “Kami tetap melaut, bahkan hasil tangkap ikan kami diekspor ke Kotamobagu hingga Manado,”ujarnya.

baca juga : Melihat Kemandirian Nelayan di Sulawesi Utara Menghadapi Pandemi

 

Ikan yang didapat oleh nelayan di Kabupaten Bolmut. Walaupun pandemi mereka tetap melaut. Foto : Fandri Mamonto/Mongabay Indonesia

 

Beli Es Batu ke Daerah Lain

Sementara Rendi Kohongia (30) pedagang ikan yang sering berjualan di pasar Boroko, Bolangitang dan Ollot, penjualan ikan menurun dibandingkan sebelum COVID-19. “Selama COVID-19 ini kami mengalami rugi. Biasanya di pasar Boroko bisa mendapatkan Rp1.250.000 per hari sebelum COVID-19. Tapi saat COVID-19 mendapatkan Rp500 ribu sudah paling tinggi,” ungkapnya.

“Saya biasa beli ikan Rp900 ribu per cool box, tapi kadang tak laku dijual, walaupun dijual di beberapa pasar baik Boroko, Ollot dan Bolangitang. Biasanya ikan bertahan beberapa hari dengan es batu yang dibeli. Tapi kalau sudah hampir lima sampai enam hari kami buang ikan yang tidak laku tersebut,” tuturnya.

Menurutnya, semenjak COVID-19 ini kebutuhan es juga meningkat, biasanya hanya dibeli sampai dengan harga Rp50 ribu. ”Tapi kini es yang kami beli dengan harga Rp100-200 ribu. Memang harapannya ada pabrik es, tapi bagi saya kalau ada bantuan freezer sudah cukup untuk bisa menyimpan ikan,” harapnya kepada pemerintah.

Hal yang sama diungkapkan Yamin Bukoting (60) salah satu pedagang ikan di jalan trans Sulawesi, Desa Kuala Utara, Kecamatan Kaidipang mengungkapkan penurunan penjualan ikan selama pandemi.

“Selama pandemi saat itu, ikan yang mengalami penurunan harga menurutnya, bermacam-macam. Ya semacam ikan deho, ocit, sumolong hingga ikan batu. Biasanya harga ikan kami jual Rp20-25 ribu dan semenjak awal pandemi harganya sampai Rp10 ribu, karena tidak laku,” jelasnya.

Kebutuhan es juga meningkat selama pandemi, pasalnya harus menyimpan ikan sedikit lebih lama disaat ikan belum laku dalam sehari. “Biasanya juga pengeluaran di es batu meningkat, hingga saya membeli sampai 50 es batu untuk kebutuhan ikan,” tuturnya.

Dirinya berharap juga pemerintah bisa memperhatikan pedagang ikan, bahkan berharap berupa bantuan dari pemerintah terkait penjualan ikan. “Frezeer juga kalau ada ya bersyukur, untuk menyimpan ikan. Termasuk juga tempat ikan pupu,”jelasnya.

Yamin terpaksa membeli tetap membeli es balok ke luar daerah, yaitu di Kecamatan Gentuma, Kabupaten Gorontalo. “Ada juga kami beli dari Bolmong atau kami beli ke warga-warga yang menjual es balok dari kulkas seharga Rp15-20 ribu. Walaupun Gorontalo pada waktu itu memberlakukan PSBB tetapi pembelian es balok hingga ke Gentuma Gorontalo Utara,” tambahnya.

Dirinya mengaku sudah pernah memasukkan proposal kepada pemerintah daerah terkait program bantuan pemerintah. “Itu beberapa tahun lalu, tapi sampai saat ini proposal itu belum terrealisasi,”ujarnya.

perlu dibaca : Nelayan Manado : Semangat Melaut Meski Daya Beli Tengah Surut (Bagian 2)

 

Rendi Kohongia salah satu pedagang ikan di pasar Boroko tampak sedang menjajakan ikannya. Foto : Fandri Mamonto/Mongabay Indonesia

 

Tertunda karena Pandemi

Pembangunan pabrik es di Kabupaten Bolmut sendiri merupakan program kampanye Bupati terpilih Depri Pontoh dan Amin Lasena pada pemilihan bupati tahun 2018. Rencana itu telah diusulkan kepada pemerintah provinsi Sulawesi Utara dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrengbang) dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bolmut Adler Manginsoa mengatakan, dirinya mengakui memang saat ini para nelayan kapal besar membeli es balok ke luar daerah. “Kalau bukan ke Gentuma bisa ke Lolak, ada juga sampai Inobonto. Kalau nelayan kecil kadang membeli ke warga sekitar,”ungkapnya.

Pemkab Bolmut, katanya, akan mengusahakan pembangunan pabrik es di Kabupaten Bolmut. “Karena melihat beberapa wilayah kecamatan banyak nelayan-nelayan besar sehingga menjadi kebutuhan bagi mereka,” tuturnya.

Pada 2020 ini, DKP Bolmut sudah merencanakan pengadaan mesin cetak es, tetapi realisasi tertunda pandemi. “Anggaranya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) tapi karena mengalami pergeseran anggaran terkait COVID-19 sehingga pengadaan tersebut belum terlaksana,”jelasnya.

Solusi sementara kebutuhan es bagi nelayan kecil, Adler menuturkan tahun ini melalui APBD induk pihaknya telah membuat pengadaan freezer sebanyak 10 buah. “Dan ada ketambahan Dana Insenitif Daerah (DID) jadi ada 17 frezer lagi sehingga total 27 freezer. Ini merupakan bagian dari upaya kami terkait kebutuhan es bagi nelayan,” ungkapnya.

 

***

Keterangan foto utama : Ilustrasi. Ikan tuna yang diawetkan dengan es batu dalam di coolbox kapal KMN.Giovanni 03 asal Kupang yang tidak memiliki dokumen Surat Izin Pengumpulan dan Pembelian Ikan. Foto : Dinas Kelautan dan Perikanan Flotim.

 

***

 

*Fandri Mamonto. Jurnalis klik24.id Sulawesi Utara. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version