Mongabay.co.id

Porang Kaya Manfaat, Masih ‘Asing’ di Indonesia, Laris di Jepang

 

 

 

 

Tanaman ini bernama latin Amorphophallus muelleri Bl. Porang, begitu nama tanaman dengan hasil olahan biasa jadi  produk diet dan pangan sehat, antara lain, mie dan beras shirataki. Tanaman penghasil umbi anggota marga Amorphophallus ini masih sekerabat bahkan penampilan mirip dengan suweg, maupun walur. Kadang banyak yang bingung membedakan mereka karena banyak kemiripan. Meskipun mulai banyak budidaya, tetapi pengguna di dalam negeri masih terbilang sedikit, sebaliknya, ia jadi pangan favorit di Jepang. antara lain jadi  mie shirataki atau konyaku.

Bagi Nissa Wargadipura, praktisi pangan lokal juga pendiri Pesantren Ekologi Ath-Tahaariq, Garut, porang ini tanaman sangat tidak rewel dan termasuk salah satu umbi-umbian yang dimiliki Indonesia. Porang bisa hidup di bawah pohon.

“Ini sebenarnya satu jalan keluar jika tidak salah mengurus. Porang bisa ditanam masif. Indonesia kan punya lahan-lahan rusak. Untuk membangun pertanian salah satunya bisa porang,” katanya, kepada Mongabay, baru-baru ini.

Porang, katanya, tak mengganggu tanaman lain. Artinya, tanaman ini tidak mengganggu keras kalau ada di sekitarnya. “Karena porang itu sesungguhnya tumbuh di hutan bahkan nyaris dapat tumbuh di segala jenis tanah. Ia tumbuh di bawah pohon,” katanya.

Dalam kegiatan Sekolah Ekologi Indonesia, contoh di kawasan Leuser, Aceh, dengan wilayah konservasi terancam. “Salah satu program yang kami masukkan porang untuk wilayah Taman Nasional Gunung Leuser. Ini dikerjakan kelompok tani hutan konservasi,” katanya.

Dalam upaya pemulihan lahan, dengan tanam pepohonan, lalu bagian bawah tanaman cepat panen, salah satu porang. “Masyarakat butuh makan harian. NahJadi jelas tanaman yang bisa dipanen jarak enam bulan. Seperti musim hujan ini, porang bisa cepat tumbuh.”

“Jadi kayunya pohon itu dibiarkan tumbuh. Maka porang ini salah satu jawaban untuk wilayah-wilayah konservasi.”

Dia bilang, porang panen kala daun menguning. Porang sumber karbohidrat tetapi juga mengandung sianida tinggi alias beracun. Jadi, ada cara kelola porang agar aman.

“Ambil umbinya, dibersihkan. Setelah itu diparut. Ambil patinya. Kemudian direndam air. Diganti 12 jam satu kali selama tiga hari. Harus tiga kali membuang air, tiga kali membuang racun. Setelah diendapkan di berkali-kali airnya dibuang, itu dikeringkan. Baru setelah itu bisa jadi tepung,” kata Nissa.

Selain mengandung karbohidrat, porang juga kaya kalsium hingga bagus untuk makanan bayi. Porang, katanya, bisa jadi makanan pengganti air susu ibu (MPASI). “Kandungan kalsium porang dapat mempercepat pertumbuhan gigi, menghaluskan kulit, dan menumbuhkan rambut. Juga untuk makanan orang tua atau orang dewasa yang mempunyai masalah di pencernaan atau orang sepuh.”

 

Tanaman porang. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Porang bisa diolah jadi beragam pangan, seperti mei kering, sampai beras porang. Porang juga bisa untuk bahan kosmetik.

Puji Sumedi Hanggarawati, Manajer Ekosistem Pertanian Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) memgatakan,   porang satu jenis umbi-umbian dan sumber pangan lokal yang potensial dikembangkan.

“Porang sebelumnya tarabaikan dan tak menjadi pilihan bagi masyakarat. Sementara olahannya jadi makanan favorit di Jepang. Di beberapa tempat petani-petani membudidayakan, salah satu di Jawa Timur, sudah lama ada pabrik pengolahan porang,” katanya kepada Mongabay.

Saat ini, porang jadi trend di beberapa daerah bahkan sudah budidaya dengan teknologi. “Umur porang panen bisa lebih pendek.”

Budidaya porang, katanya, penting untuk menguatkan pangan lokal. Untuk itu, perlu edukasi kepada produsen dann konsumen.

Produsen, yaitu petani ahar paham benar bahwa sumber pangan itu punya gizi bagus hingga mereka pun harus mengkonsumsi itu.

“Kadang terjadi, tren menanam dengan jumlah besar kemudian orientasi utama harga jual. Ketika jumlah melimpah harga jual anjlok lagi-lahi petani kecewa. Sebaiknya, petani pun dibekali pengetahuan cukup tentang porang dan olahan bisa menjadi apa,” katanya.

Puji bilang, lebih baik mereka tahu produk olahan porang sampai ke hilir dan kandungan gizinya.

Dari sisi konsumen, katanya, juga perlu edukasi. Saat ini, mungkin konsumen hanya kenal mie shirataki atau konyaku dan tidak kenal kalau itu dari porang. “Bahkan, sudah ada juga yang jadikan bentuk beras analog. Olahannya sudah beragam.”

 

Mie shirataki basah, dari porang. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Poin yang harus diperhatikan, kata Puji, kenali, tanam, konsumsi pangan beragam dan edukasi cukup kepada para pihak. “Sekarang banyak medium melakukan itu, seperti media sosial, melalui pemerintah daerah, melalui PKK , sekolah, pegiat LSM, juga media massa.”

Dia contohkan, di Madura, ada pesantren. Andai di pesantren-pesantren mulai belajar dari budidaya dengan membuat demplot porang, sampai ke pengolaha dalam skala pesantren. “Minimal untuk penuhi konsumsi di pesantren itu,” katanya.

Ina Erlinawati, peneliti Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, porang atau dikenal juga dengan nama iles-iles merupakan tumbuhan anggota marga Amorphophallus dari suku Araceae.

Porang, katanya, memiliki nama jenis dalam bahasa latin adalah Amorphophallus muelleri Blume. Jenis ini mempunyai sinonim nama banyak antara lain, Amorphophallus burmanicus Hook. F, Amorphophallus carnosus Engl, Amorphophallus erubescens Hett.

Di Indonesia, daerah penyebaran porang ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan Selatan dan Flores. Ia juga tersebar di Timor Timur, Andaman Islands melalui Myanmar dan Thailand bagian utara.

Porang tumbuh di antara semak belukar, pada area terganggu, pinggiran hutan dan daerah pemukiman penduduk, pada ketinggian sekitar 0-900 mdpl. Tinggi tumbuhan porang dapat mencapai 180 cm.

Tanaman ini, kata Ina, masih berkerabat dekat dengan bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum) dan suweg (Amorphophallus paeniifolius). Berbeda dengan suweg dan bunga bangkai raksasa, pada percabangan tangkai daun porang mempunyai tonjolan berwarna cokelat kehitaman yang disebut bulbil.

“Warna umbi porang cokelat tua dan bagian dalam kuning atau jingga. Berbeda dengan suweg mempunyai umbi berwarna putih disertai semburat warna merah jambu atau ungu.”

Bunga porang, katanya, mempunyai tangkai sama panjang dengan tangkai daun, berukuran 30-60 cm. Ciri khas bunga porang, kata Ina, memiliki seludang bunga memelintir, bagian dalam merah muda dengan bercak-bercak putih dan mengeluarkan bau busuk ketika mekar. “Ini menarik lalat untuk membantu penyerbukan.”

 

Bunga porang. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, porang sumber pangan lokal penting. Umbi porang mempunyai segudang manfaat dan bernilai strategis untuk pengembangan skala ekspor. Umbi porang mengandung pati yang didominasi glucomannan yang dapat jadi sumber pangan alternatif. Glucomannan merupakan serat alami dalam bentuk tepung yang larut dalam air.

Glucomannan selain untuk bahan baku tepung, dapat pula sebagai zat aditif makanan, sebagai emulsifier dan bahan pengental dalam pembuatan jelly yang beberapa tahun terakhir kerap ekspor ke Jepang.

Manfaat lain porang, katanya, untuk pembuatan kosmetik, sebagai bahan dalam pembuatan lem organik, sebagai penjernih air, bahkan dalam pembuatan komponen pesawat terbang.

Porang, katanya, merupakan jenis tumbuhan cukup toleran, dengan naungan sampai mencapai 60%, dan bisa tumbuh pada berbagai jenis tanah pada ketinggian 0-900 mdpl. Bahkan, porang dapat budidaya di lahan hutan di bawah naungan tegakan tumbuhan lain, seperti pohon jati.

Untuk budidaya jenis ini cukup mudah dan tak rewel. Saat ini, porang sudah banyak dibudidayakan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Porang dapat diperbanyak dengan potongan umbi batang maupun umbi yang memiliki mata tunas. “Perbanyakan porang juga bisa dengan umbi katak (bulbil) yang dapat ditanam secara langsung,” kata Ina.

 

 

Keterangan foto utama: Umbi porang. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version