Mongabay.co.id

Bukan Hanya Karet dan Sawit, Kabupaten Muba Juga Kembangkan Gambir

Karet masih menjadi andalan petani di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Guna meningkatkan kesejahteraan petani atau masyarakat di pedesaan, pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan [Sumsel] yang memiliki visi pembangunan berkelanjutan, bukan hanya mengembangkan hilirisasi sawit dan karet, tetapi juga gambir. Bagaimana upayanya?

“Gambir merupakan komoditas tradisional bagi masyarakat Kabupaten Muba, khususnya di Kecamatan Babat Toman. Artinya, ini sudah berlangsung sejak lama. Ratusan tahun. Produksi gambir memang menjadi perhatian Pemerintah Muba,” kata Beni Hernedi, Wakil Bupati Muba, dalam Webinar Invest in Sustainable Business Opportunities of Musi Banyuasin dalam bagian Development Cluster, yang digelar Yayasan Inisiatif Dagang Hijau [IDH], LTKL [Lingkar Temu Kabupaten Lestari], dan Supernova Ecosytem, Kamis [10/12/2020].

“Saat ini, kami belum berencana mengembangkan perluasan kebun gambir yang dapat tumpang sari dengan karet. Kami masih fokus optimalisasi produksi gambir yang ada sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hilirisasi gambir,” jelas Beni.

Misalnya melakukan pendampingan, menghubungkan dengan perusahaan untuk memberikan bantuan [CSR], serta mengembangkan pasar termasuk produk selain getah gambir, seperti gambo. Gambo adalah kain jumputan khas Muba yang menggunakan pewarna alami atau limbah dari pengelolaan gambir.

Sebelumnya Syamsu Rizal dari UMKM Gambo Muba, menjelaskan proses pengelolaan gambir, yang kini bukan hanya berupa getah, juga produk turunan gambo. Tanaman gambir tidak membutuhkan lahan khusus, dapat menjadi tanaman sela di antara karet. Saat ini yang masih menjadi kendala adalah pemasaran, serta belum berjalannya pengembangan wisata gambir.

Baca: Berbenah, Musi Banyuasin Ingin Jadi Laboratorium Ekologi, Ekonomi dan Budaya

 

Karet masih menjadi andalan petani di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dikutip dari moeslimchoice.com, Dodi Reza Alex, Bupati Muba, mengatakan tanaman gambir memiliki nilai komoditi yang tinggi, terutama untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Program hilirisasi tersebut yakni merintis komoditas gambir yang ada di Desa Toman dan Desa Persiapan Toman Baru, Kecamatan Babat Toman. Saat ini sudah ada penanaman pohon gambir baru di atas lahan seluas 35 hektar. Targetnya, pada 2023 seluas 200 hektar lahan gambir.

Selain itu, juga dibangun rumah produksi gambir. Prioritasnya sektor hilirnya sebagai produk turunan gambir berupa gambo, yakni kain jumputan yang menggunakan pewarna dari limbah getah gambir. Produknya disebut Gambo Muba.

Dalam webinar tersebut juga diinformasikan, Kabupaten Muba sudah mengembangkan aspal karet dan biofuel atau bahan bakar nabati. Upaya ini merupakan hilirisasi dari banyaknya perkebunan karet dan sawit di Muba yang diharapkan dapat meningkatkan daya tawar para petani karet dan sawit karena adanya permintaan nasional.

Dari luasan Kabupaten Muba 1,42 juta hektar, sekitar 207.370 merupakan perkebunan karet dan 43.023 perkebunan sawit.

Baca juga: Peran Media Dibutuhkan untuk Perkembangan Perhutanan Sosial

 

Ekstrak kering getah gambir. Sumber: Wikimedia Commons/Wibowo Djatmiko/Atribusi-Berbagi Serupa 3.0

 

Diapresiasi Iriana Jokowi

Gambo Muba ternyata mendapat apresiasi dari Iriana Jokowi, saat mengunjungi pameran Sandang Kerajinan serta Peragaan Busana Adat Sumatra Selatan di Griya Agung Palembang, September 2019 lalu.

“Saya sangat terpukau dengan produk Gambo Muba ini. Karya orang lokal namun kualitasnya internasional,” ujar Iriana yang dikutip Republika.co.id. Iriana menjelaskan Gambo Muba mengangkat kearifan lokal dan memberikan kontribusi positif bagi petani gambir dan pengrajin Gambo Muba.

“Yang membuat saya terpukau bahannya dari getah gambir dan ini tentunya sangat ramah lingkungan. Saya juga mendengar cerita dari Thia Yufada [Ketua TP PKK Muba] yang juga inisiator Gambo Muba bahwasanya produk ini sudah dipasarkan hingga ke mancanegara,” katanya.

Apresiasi juga diberikan Puan Maharani, Ketua DPR RI. Dalam peringatan Hari Ibu ke-92 tahun 2020 ini, Puan mengenakan pakaian yang berbahan Gambo Muba. Dikutip dari Kumparan.com, Thia Yufada mengatakan, pihaknya merasa bangga karena kain jumputan [Gambo] hasil kerajinan tangan warga Muba kini disukai banyak pihak, bukan hanya di Indonesia, juga mancanegara.

“Khususnya, para petani gambir dan pengrajin Gambo Muba patut berbangga, tidak ada yang menyangka jika pakaian yang indah ini diwarnai dengan getah gambir yang awalnya dianggap limbah dan dibuang percuma,” kata Thia dikutip Kumparan.com.

 

Sawit masih menjadi andalan di Kabupaten Muba. Tercatat 341 ribu hektar perkebunan sawit yang sekitar 56 persen dikuasai perusahaan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Komoditas sejak dahulu

Gambir [Uncaria] merupakan tanaman perdu yang dapat tumbuh di lahan dengan ketinggian 200 meter hingga elevasi 1.000 meter dari permukaan laut [dpl]. Getah gambir pada awalnya digunakan sebagai bagian dari menyirih, sebuah tradisi yang sudah dikenal masyarakat di Nusantara sejak 2.500 tahun lalu. Selain itu, di masa lalu, getah gambir juga digunakan sebagai pewarna dan penyamak kulit.

Jauh sebelum ada getah karet dan sawit, getah gambir merupakan salah satu komoditas rempah-rempah yang diperdagangkan di Nusantara hingga ke mancanegara. India, merupakan negara yang dari dulu hingga kini yang terus mengimpor gambir dari Indonesia.

Di masa Kedatuan Sriwijaya hingga sejumlah kesultanan, getah gambir banyak dihasilkan dari wilayah Minangkabau [Sumatera Barat], Riau, Bangka, Belitung dan Kalimantan Barat. Namun, kini hanya dari Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu. Tapi sekitar 90 persen, getah gambir dihasilkan dari Sumatera Barat dan Riau. Ekspor utama gambir dari Indonesia ke India dan Singapura.

“Tanaman gambir merupakan tanaman berkelanjutan. Sebab selain ramah lingkungan, juga getahnya banyak kegunaannya. Selain untuk pewarna dan menyirih, getah gambir juga bermanfaat untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, juga sakit kulit,” kata Dr. Najib Asmani, mantan Staf Khusus Gubernur Sumsel Bidang Perubahan Iklim, yang turut membantu terwujudnya visi pembangunan Kabupaten Muba yang berkelanjutan.

 

 

Exit mobile version