Mongabay.co.id

Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera

 

 

Sebagai provinsi yang memiliki badak sumatera, Lampung tidak akan rela bila Dicerorhinus sumatrensis ini hidup dalam ancaman kepunahan.

Sebuah rekaman video dari salah satu kamera jebak satwa liar, membuat kening Arif Rubianto sedikit mengernyit. Gerakan objek di video itu jauh berbeda dari biasanya.

Sebuah siluet satwa besar berdiam dengan empat kaki dan dua tanduk di bagian kepala terlihat samar. Satwa itu terlihat mengendus. Seakan merasa ada ancaman, ia bergerak mundur, menjauhi kamera jebak hingga menghilang di belantara hutan.

Tim ALeRT yang menyaksikan video tersebut meyakini, sosok tersebut adalah badak sumatera liar. Kamera jebak itu terpasang di jalur utama badak sumatera di kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas [TNWK].

“Meski agak jauh, kami yakin itu adalah badak. Tetapi, tidak mengikui jalur utama lagi, yang dipasangi kamera jebak,” kata Direktur Aliansi Lestari Rimba Terpadu [AleRT] Way Kambas, Arif Rubianto, Jumat [27/11/2020] petang.

Badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] yang terekam medio Oktober 2020 itu menunjukkan perilaku tidak umum. “Ada yang berbeda, diluar kebiasaannya,” kata Arif.

Fakta lapangan ini memberikan kejutan bagi NGO yang bergerak mensurvei badak sumatera tersebut.

“Di tahun 2000-an, kamera jebak yang dipasang di jalur utama, biasanya akan menangkap foto atau video badak melintas. Badak masih santai dengan keberadaan kamera jebak. Namun, sekarang sudah sulit,” lanjutnya.

Arif mengatakan, badak adalah satwa yang sangat sensitif dengan gangguan [distraction], sekecil apapun. Ketika merasa terancam, badak akan bersembunyi dan menghindar.

Baca: Menolak Punah Badak Sumatera, Sumatran Rhino Sanctuary Diperluas [Bagian 1]

 

Badak sumatera yang nasibnya dibayangi kepunahan. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Bahkan tanda-tanda sekunder keberadaan badak liar ini menghilang seperti tapak, bekas kotoran, urine, gesekan cula dan bekas lumpur di pohon, hingga bekas tempat tidur.

“Saat ini, badak sumatera di Lampung sudah mengalami perubahan perilaku dari kondisi normal,” kata Arif.

Arif sendiri pernah 10 kali menjumpai badak liar di alam. “Jika masih aman, bisa ketemu.”

Perubahan perilaku yang terekam kamera jebak tersebut, kata Arif, menunjukkan fakta dan gambaran bahwa badak liar merasa terancam dan lingkungannya telah berubah.

“Badak pun menyesuaikan dengan perubahan itu.”

Baca: Menolak Punah Badak Sumatera, Lampung Siap Menjadi Benteng Terakhir [Bagian 2]

 

Pemasangan kamera jebak di kawasan Taman Nasional Way Kambas [TNWK]. Kamera ini untuk merekam dan mensurvei keberadaan badak liar di kawasan hutan tersebut. Foto: Dok. ALeRT

 

Populasi menurun

Plt Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas [TNWK], Amri mengungkapkan, badak sumatera berstatus Kritis [Critically Endarged], atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.

Amri menambahkan, belum bisa dipastikan berapa jumlah badak liar di hutan ini. Namun, sudah dalam angka memprihatinkan.

“Populasinya menurun.”

Penurunan disebabkan kerusakan habitat dan perburuan liar oleh pemburu gelap. “Ini yang harus kita upayakan bersama, menjaga badak-badak dari perburuan liar.”

Amri mengatakan, pihaknya dengan para mitra rutin mengadakan patroli di kawasan TNWK. “Upaya lain untuk melestarikan badak adalah dengan penangkaran untuk pengembangbiakannya.”

Penangkaran ini dilakukan di Suaka Rhino Sumatera [SRS] TNWK. Ada tujuh badak di sini, tiga jantan [Andalas, Harapan, dan Andatu], serta empat betina [Ratu, Bina, Rosa, dan Delilah].

“Alhamdulillah, ada dua anak badak yang lahir dari pengembangbiakan semi alami tersebut, yakni Andatu dan Delilah,” kata Amri.

Baca: Desa Penyangga TNBBS, Benteng Penyelamatan Badak Sumatera

 

Tim ALeRT melakukan survei badak sumatera di hutan Taman Nasional Way Kambas [TNWK]. Satwa langka tersebut makin sulit ditemukan karena semakin tingginya ancaman. Foto: Dok. ALeRT

 

Upaya lain yang dilakukan pengelola TNWK adalah penanaman sekitar 300 jenis tanaman pakan badak di Restorasi Bambangan Resort Margahayu, Seksi Wilayah II Kuala Penet, TNWK.

Tanaman itu adalah ara daun lebar, medang, laban, pulai, kluwih, ketapang, hingga Bendo. “Kondisi habitatnya harus diperbaiki, pakan alami disediakan sebagai upaya peningkatan populasi badak,” kata Amri.

Keberadaan badak memang sangat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

Arif Rubianto menambahkan, manfaat langsung yang didapatkan dari kehadiran badak adalah sebagai penebar benih tumbuhan. “Dengan begitu keseimbangan alam terjaga.”

Kemudian, jika masih ada badak di hutan, kawasan itu memiliki nilai konservasi sangat tinggi. Hal ini berpengaruh dengan geliat perekonomian, bisa dimanfaatkan untuk wisata konservasi, penelitian, dan pendidikan.

“Karena badak sumatera tidak ditemukan di negara lain, hanya di Indonesia, di Sumatera khususnya di Lampung, dan di Kalimantan,” kata Arif.

Baca juga: Marcellus Adi Riyanto: Dedikasi Dokter Hewan untuk Badak Sumatera

 

Penanaman pakan alami badak di salah satu kawasan Taman Nasional Way Kambas [TNWK]. Penanaman pakan alami badak ini untuk peningkatan populasi badak di penangkaran. Foto: Dok. Balai TNWK

 

Kejahatan transnasional

Upaya perlindungan badak sumatera dari kepunahan ditanggapi serius oleh jajaran Polda Lampung.

Letak geografis, Lampung sebagai pintu gerbang Sumatera ke Pulau Jawa, menjadikan provinsi ini sebagai “arena tempur” para penyelundup dan pemburu satwa liar.

Tercatat, Ditrkrimsus Polda Lampung bersama petugas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] mengungkap satu kasus penjualan cula badak sumatera pada November 2018 di Krui, Kabupaten Pesisir Barat.

Barang bukti yang disita berupa satu cula badak sumatera berukuran 28 sentimeter dengan berat 200 gram. Cula ini dijual seharga Rp4 miliar.

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad [Pandra] mengatakan, kejahatan terhadap badak sumatera merupakan kejahatan transnasional.

“Ini sangat serius, sama seperti terorisme.”

Dalam hal ini, Pandra menambahkan, Polda Lampung bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk penindakan dan pencegahan penjualan satwa atau bagian tubuh satwa dilindungi.

“Lampung daerah seksi, menjadi jalur penyelundupan satwa liar dilindungi maupun bagian tubuhnya. Sekarang ini, banyak satwa liar yang asalnya dari Indonesia.”

Pandra menambahkan, ancaman hukuman yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sudah jelas.

“Ini adalah transnasional crime, bahkan yang karena kelalaiannya pun pelaku dihukum berat. Ini bukti keseriusan penegakan hukum terhadap kelestarian satwa.”

 

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad (Pandra) menyatakan perburuan dan perdagangan badak sumatera adalah kejahatan transnasional. Foto: KOMPAS.com/Tri Purna Jaya

 

Perlu edukasi

Dalam kasus penjualan cula badak tersebut, empat pelaku divonis pidana penjara. Para terdakwa adalah tiga warga Bengkulu dan satu orang Babinsa Kodim 0408 Bengkulu Selatan.

Tiga warga sipil tersebut adalah A Manap yang divonis 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan penjara. Kemudian Ruslan dan Isranto yang divonis 1 tahun 8 bulan penjara, denda sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan penjara.

Sedangkan Sertu Mustafa divonis 3 bulan penjara dengan masa percobaan 5 bulan, denda sebesar Rp500.000 subsider 1 bulan kurungan.

Pandra menuturkan, kebanyakan pelaku yang memperdagangkan cula badak maupun gading gajah adalah warga dengan tingkat perekonomian rendah.

“Mereka mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang.”

Dia menjelaskan, para pelaku yang telah diungkap hanya sebagai eksekutor, baik itu pemburu maupun pedagang. “Di belakang mereka ada yang mendanai, memfasilitasi, memberikan akses dan informasi sesat untuk mendapatkan uang secara instan.”

Sebagai upaya preventif, perlu adanya edukasi khusus bagi masyarakat yang tinggal di lokasi dekat kawasan hutan.

“Supaya tidak ada lagi perburuan liar, bukan hanya penindakan, tapi juga harus ada pembelajaran, edukasi mengenai satwa liar. Jadi, tidak ada lagi cukong yang bisa mempengaruhi,” jelasnya.

 

Badak Sumatera yang ada di Suaka Rhino Sumatera [SRS] Way Kambas. Pengembangbiakan satwa langka ini di SRS telah menghasilkan dua anak badak, Andatu dan Delilah. Foto diambil beberapa waktu lalu. Foto: KOMPAS.com/Tri Purna Jaya

 

Perhatian khusus

Status badak sumatera yang sangat terancam menjadi perhatian khusus pemerintah pusat dengan diterbitkannya Rencana Aksi Darurat [RAD] Penyelamatan Badak Sumatera yang ditetapkan Dirjen KSDAE Wiratno melalui surat keputusan nomor SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018 lalu.

Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, dalam pernyataan yang disampaikannya pada perayaan Hari Badak Sedunia dan peresmian perluasan Suaka Rhino Sumatera [SRS] II Way Kambas, pada 30 Oktober 2019, mengatakan turunan RAD Penyelamatan Badak Sumatera bisa diterapkan menjadi Surat Keputusan Gubernur Lampung.

Terkait satwa bercula dua tersebut, Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim [Nunik] mengatakan, pelaksanaan perlindungan satwa liar dilindungi sebenarnya ada di tangan pemerintah pusat.

Ini berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.

“Pemprov Lampung tentu saja tidak lepas tangan. Kami turut membantu upaya-upaya perlindungan melalui beberapa aktivitas,” kata Nunik.

Kegiatan itu di antaranya, patroli di wilayah/desa penyangga dan sosialisasi atau penyadartahuan kepada masyarakat.

“Sehingga, informasi awal terkait perburuan satwa liar dapat diketahui dan bisa langsung ditindaklanjuti bersama pengelola taman nasional,” jelasnya.

Program yang saat ini berjalan, lanjut Nunik, adalah survei potensi badak sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] oleh Balai Besar TNBBS bersama mitra.

“Jika ditemukan akivitas badak sumatera di wilayah tersebut, kedepan Pemprov Lampung akan mendorong terwujudnya intensive management zone agar habitatnya lebih terplihara.”

 

Taman Nasional Way Kambas yang merupakan habitatnya badak sumatera. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Di sisi lain, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Wahrul Fauzi Silalahi mengatakan, sepanjang sepengetahuannya belum ada usulan baik itu peraturan daerah maupun peraturan gubernur yang secara khusus bicara isu perlindungan dan penyelamatan badak sumatera.

“Setahu saya belum ada, tapi nanti saya cek lagi,” katanya.

Pun begitu, Wahrul menambahkan, badak merupakan satwa kharismatik yang harus dipertahankan dan dilindungi total oleh seluruh elemen masyarakat dan pemerintah.

“Badak ini kan satwa langka, di Lampung masih ada badak, di daerah lain belum tentu ada.”

Wahrul mengatakan, DPRD Lampung dan Komisi II yang membidangi isu lingkungan siap mendukung jika pemerintah benar-benar serius menangani badak sumatera.

“Kami siap mendorong regulasinya, bisa pergub, bisa perda. Tetapi, Pemerintah Provinsi Lampung harus benar-benar serius melakukannya.”

Sejauh ini, kata Wahrul, lokasi hutan tempat badak sumatera berada, berdekatan dengan permukiman masyarakat, seperti di TNBBS Tanggamus, TNBBS Liwa, dan TNWK.

“Sehingga, pemerintah harus fokus menyelamatkannya. Kami akan mendukung jika ada usulan regulasi dari pemerintah,” tegasnya.

 

* Tri Purna Jayajurnalis KOMPAS.com [Kontributor Lampung]. Artikel ini didukung Mongabay Indonesia.

 

 

Exit mobile version