Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun: Ketika Masyarakat Kembali Konsumsi Rempah, Tangkal Virus Corona

Jahe merah yang mempunyai khasiat luar biasa untuk kesehatan tubuh kita. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

 

Tahun 2020 merupakan “tahun hitam” bagi umat manusia di dunia, termasuk Indonesia. Pandemi virus corona [COVID-19] bukan hanya menghadirkan kecemasan dan ketakutan, tapi juga merenggut korban jiwa. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan COVID-19, jumlah masyarakat Indonesia yang terpapar virus corona hingga 23 Desember 2020, sebanyak 685.639 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 558.703 jiwa sembuh dan sebanyak 20.408 orang meninggal dunia. Keseluruhan, virus ganas ini telah menyebar ke 216 negara dan wilayah/teritorial.

Bukan hanya PBB [Perserikatan Bangsa-Bangsa] melalui WHO [World Health Organization], seluruh pemerintahan, juga setiap umat manusia [kecuali yang tidak percaya] mencari cara untuk mengatasinya. Mulai dari vaksin hingga obat tradisional, serta berbagai cara lainnya diupayakan untuk menghentikan pandemi ini.

Bangsa Indonesia, tentu saja tidak pasrah menunggu hadirnya vaksin virus tersebut. Berbagai usaha dilakukan masyarakat, seperti di Sumatera, baik yang menetap di perkotaan maupun pedesaan. Misalnya, dengan mengkonsumsi tanaman atau rempah-rempah yang selama ini dipercaya dapat menjaga imunitas tubuh.

“Hampir setiap rumah dan setiap hari warga di Bonjol ini minum minuman berbahan jahe dan serai,” kata Arbi Tanjung, sejarawan dan pekerja budaya Sumatera Barat yang menetap di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, kepada Mongabay Indonesia.

“Ada juga yang rajin konsumsi daun sirih,” lanjutnya.

Baca: Melacak Jejak Rempah di Sumatera Selatan

 

Jahe merah yang mempunyai khasiat luar biasa untuk kesehatan tubuh kita. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Di Kota Jambi, warganya selain banyak mengkonsumsi jahe, serai, kunyit, kayu manis, yang direndam menjadi minuman, juga banyak yang mengolah buah mengkudu. Buah ini memang sudah dikonsumsi masyarakat Jambi.

“Buktinya, hampir di setiap rumah tua ditemukan pohon mengkudu, selain itu banyak ukiran di rumah yang menampilkan buah mengkudu,” kata Jafar Rassuh, budayawan Jambi, akhir November 2020.

Sama seperti di Palembang, selama pandemi masyarakat kian sering mengkonsumsi rempah-rempah, sayuran, dan buahan.

“Sebenarnya makanan di Palembang sudah banyak mengandung rempah-rempah, misalnya pindang ikan. Saat makan pindang ikan, kita bukan hanya menemukan rempahan di masakannya, juga pada lalapannya. Lalapannya ada daun kemangi, daun jambu monyet, kunyit, jengkol, dan petai. Semuanya sehat dan baik bagi imun tubuh, penangkal penyakit,” kata Dr. Husni Tamrin, budayawan Palembang.

Selain itu, minuman berbahan jahe dicampur kunyit, kayu manis, dan sereh juga banyak dilirik masyarakat. “Sebagian orang juga menggunakan daun sirih, tradisi wong Palembang menangkal penyakit.”

Sejumlah buahan yang sangat baik bagi kesehatan juga disantap masyarakat Palembang, misalnya manggis dan kemang. Bahkan kemang juga digunakan untuk sambal buah.

“Rempahan yang pasti digunakan setiap kali memasak oleh wong Palembang yakni serai, kunyit, dan jahe. Apa pun masakannya,” kata Husni.

Baca: Penelitian: Jahe Merah dan Jambu Biji Potensial Tangkal Corona

 

Jahe merah yang mempunyai khasiat meningkatkan daya tahan tubuh. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Daun sungkai

Di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI] dan Banyuasin, warga selalu minum air rebusan daun pohon sungkai [Peronema canescens Jack]. “Daun ini sudah menjadi kebiasaan kami sejak nenek moyang dulu, menangkal penyakit, seperti demam, akibat virus atau bakteri. Pohonnya masih ditemukan di desa kami,” kata Hendri Sani, Kepala Desa Gelebak Dalam, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin.

Dikutip dari Indonesia.go.id, sebagaimana disampaikan Letjen TNI Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Rabu [22/4/2020], dia telah mendapatkan informasi mengenai khasiat daun sungkai, yang sudah digunakan para leluhur untuk mengobati demam.

Pohon sungkai banyak tumbuh di Sumatera dan Kalimantan. Kayu pohon ini banyak digunakan untuk bahan furniture karena seratnya yang menarik.

Ujang Saharudin, tokoh masyarakat Desa Sukorejo, Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu [STL] Terawas, Kabupaten Musirawas, mengatakan rebusan daun sungkai bukan hanya digunakan untuk mengatasi flu atau demam, juga untuk mengobati koreng.

“Selama ini kami minum rebusan daun sungkai untuk obat malaria,” katanya.

Parsin, warga Desa Sukomoro, Rawas Ulu, Kabupaten Musirawas Utara, Sumatera Selatan mengaakan, selama ini dia sering minum rebusan daun sungkai. Bahkan, warga menjadi rajin setelah ada kabar rebusannya untuk penangkal corona.”

Tapi, rebusan daun sungkai di Rawas Ulu dicampur jahe merah, kunyit, dan serai. “Juga gula merah biar rasanya tidak terlalu pahit,” ujarnya.

Baca juga: Covid-19 Mewabah, Herbal Naik Daun

 

Kunyit yang mengandung senyawa metabolit yakni kurkumin dengan potensi terapeutik beragam seperti antibiotik, antiviral, antioksidan, serta antikanker. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Khasiat jahe merah

Jahe merah [Zingiber officinale var. rubrum rhizoma] memiliki khasiat sebagai immunomodulator, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh manusia.

Kepala Kelompok Penelitian Center for Drug Discovery and Development, Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], Masteria Yunovuilsa Putra, beberapa waktu lalu menuturkan, jahe merah kaya manfaat, sebagai bahan pengobatan dan juga rempah. Rasanya lebih pedas, dengan ukuran lebih kecil dan memiliki warna merah yang berasal dari kandungan antosianin pada kulitnya

Jenis ini merupakan varietas unggul karena memiliki kandungan senyawa aktif yang lebih tinggi dibandingkan varietas jahe lainnya. Sehingga, jahe merah banyak digunakan sebagai bahan baku obat-obatan tradisional.

Pada jahe merah, ada senyawa yang bermanfaat untuk memelihara kesehatan, misalnya shagaol, gingrol, zingeron, capsaicin, farnesene, cineole, caprylic acid, aspartic, linolenic acid, aspartic, linolenic acid, hingga minyak atsiri.

“Rutin minum olahan jahe merah agar daya tahan tubuh sehat dan kuat, bisa dilakukan. Terlebih, virus corona saat ini sudah menjadi pandemi,” paparnya.

Mengutip halodocjahe merah juga mempunyai khasiat penting bagi kesehatan. Jahe merah merupakan jahe paling unggul dari jenis jahe yang tumbuh di Indonesia.

Jahe merah mengandung minyak atsiri lebih banyak, begitu pula kandungan zat oleoresin, gingerol, dan zingeron. Kandungan minyak atsirinya efektif meredakan batuk dan aman dikonsumsi siapa saja, termasuk anak-anak. Sedangkan zingeron efektif mencegah peradangan usus, bekerja aktif menghambat enzim pemicu inflamasi.

Baca juga: Lawan Corona, Tingkatkan Imunitas Tubuh dengan Empon-empon dan Konsumsi Buah

 

Kayu manis, tanaman rempah yang banyak manfaat. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sejak ribuan tahun lalu

Ary Prihardhyanto Keim, pakar etnobiologi, kepada Mongabay Indonesia sebelumnya menjelaskan, sejak ribuan tahun lalu nenek moyang bangsa Indonesia menemukan sejumlah tanaman yang bermanfaat bagi kesehatan manusia yakni rempah-rempah. Cengkih dan kayu manis, contohnya.

Rempah-rempah ini yang kemudian membawa leluhur bangsa Indonesia menjelajah ke berbagai wilayah dunia.

“Komoditas ini bukan hasil permintaan orang luar. Tapi leluhur kita yang menemukan manfaatnya, terutama cengkih, pala, kemiri, kayu manis, gambir, kapur barus dan kemenyan,” kata Ary.

Kedatuan yang pertama mengoptimalkan perdagangan rempah adalah Kedatuan Medang yang jelajah hingga Filipina.

Selanjutnya Kedatuan Sriwijaya yang menerapkan poros maritim. Berdagang rempah [termasuk kemenyan] hingga ke Tiongkok, India, Yunani, Romawi dan Arab. Buktinya, adanya prasasti di Ligor [Prasasti Ligor]. Ligor merupakan salah satu pusat perdagangan rempah. “Kedatuan Sriwijaya merupakan kedatuan kapitalisme Nusantara yang pertama.”

Kedatuan Majapahit melanjutkan tradisi berdagang Kedatuan Sriwijaya. Bahkan, diperluas hingga Australia. Pada masa Majapahit, perdagangan rempah mencapai puncaknya. Bahkan Majapahit punya kontak dengan Byzantine. “Kedatuan Majapahit merupakan kedatuan kapitalisme asli Nusantara yang terbesar.”

Selanjutnya perdagangan rempah-rempah dan lainnya dikuasai para pedagang muslim Arab. Lalu dikuasai Belanda, yang mampu mengembangkan poros maritim dengan sukses.

 

Cengkih, tanaman rempah yang biasanya digunakan untuk membuat pedas masakan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Melestarikan alam

Dengan kembali mengkonsumsi rempah atau tanaman obat, berarti pula melestarikan alam. Jika alam rusak atau berubah, akan sulit mendapatkan tanaman tersebut.

“Kami sangat khawatir jika hutan di Bukit Gatan ini rusak, sebab selain menganggu mata air juga obat-obatan alami,” lanjut Ujang Sarahudin.

Beberapa tanaman obat yang terdapat di Bukit Gatan yakni ako sengilang [akar sengilang], ako sel [akar sel], pasak bumi, dan duku. “Bukan buah duku, tapi kulit duku yang direbus untuk obat demam,” katanya.

Akar-akaran yang dijadikan obat umumnya digunakan sebagai obat demam, lambung, dan penyakit kulit. Sebelum digunakan, direbus atau dipanggang dahulu.

 

Daun sirih yang fungsinya juga dapat digunakan sebagai bahan hand sanitizer alami. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Bukit Gatan, salah satu bukit di lanskap Perbukitan Cogong, yang ketinggiannya sekitar 400-an meter dari permukaan laut. Perbukitan Cogong terdiri dari Bukit Gatan, Bukit Botak, dan Bukit Cogong. Bukit Cogong yang tertinggi sekitar 800-an meter dari permukaan laut.

“Saat ini terasa sekali perubahan di sini [Rawas Ulu]. Udara kian panas, air Sungai Rawas kian menyusut. Ini karena hutan banyak dibuka,” kata Parsin.

“Selain itu banyak tanaman obat-obatan yang sudah habis. Kalau di TNKS [Taman Nasional Kerinci Seblat] mungkin masih banyak,” katanya. “Sungkai menjadi tanaman pembatas kebun sehingga masih banyak ditemukan.”

Sebagai informasi, sebagian besar desa di Kecamatan Ulu Rawas dan Rawas Ulu yang sebagian besar berada di tepian Sungai Rawas, merupakan kawasan penyangga TNKS.

 

 

Exit mobile version