Mongabay.co.id

Kalbar Akhirnya Punya Laboratorium Pengujian DNA Satwa Akuatik

 

Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep), untuk pertama kalinya melakukan pengujian DNA satwa akuatik dilakukan di Kalimantan Barat. Terdapat lebih dari dari 10 sampel jenis satwa akuatik, kharismatik, dilindungi maupun komersial berasal dari perairan Kalimantan Barat berhasil diuji di laboratorium ini.

Pengujian sampel satwa akuatik ini terangkum dalam kegiatan Pelatihan Dasar DNA Barcoding dan Genetic Data Analysis (Analisa Data Genetik) hasil kolaborasi Politeknik Negeri Pontianak (Polnep), IPB University, Laboratorium Oceanogen Bogor, Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Kalbar, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia (IAM Flying Vet) dan Yayasan WWF Indonesia.

“Melalui pelatihan ini diharapkan dapat menjadi cikal bakal pengembangan teknologi kedepan khususnya ilmu kelautan dan perikanan,” ujar Pembantu Direktur IV Politeknik Negeri Pontianak Dr Widodo, Sabtu (26/12/2020).

Menurut Widodo, keberadaan Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Polnep ini juga diharapkan sebagai pilot projek pengembangan semua jurusan.

baca : Apakah Tes DNA Penyu Bisa Menelusuri Lokasi Penangkapannya?

 

Untuk pertama kalinya Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) melakukan pengujian DNA satwa akuatik di Kalimantan Barat. Foto : Polnep Kalbar

 

Perwakilan Yayasan WWF Indonesia, Dwi Suprapti mengatakan, pelatihan dasar DNA Barcoding dan Analisa Data Genetik satwa akuatik penting dilakukan. “Selain untuk identifikasi dan pemetaan spesies, pelatihan ini juga diharapkan dapat mengembangkan laboratorium, khususnya di Kalimantan Barat dengan kemampuan DNA barcoding dan Genetic Data Analysis sehingga bisa menjadi laboratorium rujukan untuk pengujian sample DNA satwa aquatik,” katanya.

DNA Barcoding adalah metode biologi molekular untuk mengidentifikasi suatu organisme berdasarkan urutan basa nukleotida. Metode ini telah banyak digunakan oleh peneliti dunia untuk mempermudah pengidentifikasian banyak spesies organisme yang ada di perairan.

DNA Barcoding berbasis pada penggunaan jaringan dari suatu makhluk hidup untuk diekstrak DNA-nya yang kemudian diolah secara molekuler dan bioinformatik hingga dapat diketahui spesiesnya dan asal usulnya hingga ke nenek moyangnya.

Selama ini, lanjutnya, banyak pihak yang kesulitan melakukan pengujian sampel, karena harus dikirim ke luar daerah. Padahal, kata Dwi, tidak sedikit kasus mamalia laut, hiu dan spesies akuatik lainnya yang terdampar tidak teridentifikasi jenisnya. Selain itu, tidak sedikit kasus penyelundupan satwa akuatik yang tak dikenali spesiesnya (apakah merupakan satwa yang dilindungi atau tidak).

Di sisi lain, dengan ketersediaan laboratorium molukuler ini dapat membantu penegak hukum dan otoritas spesies dilindungi untuk mengetahui asal-usul dari hewan yang ditangani atau disita. “Sehingga penting adanya pemetaan DNA dan pendataan spesies khususnya spesies akuatik,” katanya.

baca juga : Begini Asyiknya Belajar Identifikasi Forensik DNA Penyu Untuk Bongkar Perdagangan Satwa

 

Untuk pertama kalinya Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) melakukan pengujian DNA satwa akuatik di Kalimantan Barat. Terdapat lebih dari dari 10 sampel jenis satwa akuatik, kharismatik, dilindungi maupun komersial berasal dari perairan Kalimantan Barat berhasil diuji di laboratorium ini. Foto : Polnep Kalbar

 

Terpisah, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Getreda M. Hehanussa menyambut baik upaya kolaborasi dalam kegiatan pelatihan dasar DNA Barcoding dan Analisa Data Genetik tersebut.

Menurut Getreda, sejauh ini BPSPL Pontianak telah melakukan beberapa kegiatan terkait perannya sebagai pelaksana konservasi jenis dan genetika ikan serta pengawas lalu lintas perdagangan jenis ikan yang dilindungi, namun, menurutnya masih belum optimal, karena sulitnya melakukan identifikasi jenis/spesies.

“Kesulitan ini sering terjadi pada proses pengidentifikasian jenis biota laut yang ditemukan dalam kondisi tidak utuh, baik karena pembusukan, terpotong-potong, maupun sudah menjadi produk turunan perikanan yang sulit diidentifikasi secara visual,” katanya.

Menurutnya, kemampuan pengidentifikasian spesies melalui metode DNA barcoding dan analisis DNA ini menjadi hal yang penting dalam upaya penyelesaian masalah-masalah tersebut. Uji dan analisis DNA membutuhkan dukungan SDM yang kompeten serta sarana dan prasarana berupa laboratorium yang terstandarisasi.

“Kami sangat mendukung kegiatan pelatihan ini. Kami berharap, melalui kegiatan ini akan terjadi transfer pengetahuan dan pemahaman sehingga dapat menghasilkan SDM yang kompeten dalam uji dan analisis DNA khususnya di wilayah Kalimantan Barat,” harapnya.

Sedangkan Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pontianak Miharjo, menambahkan, perairan Kalimantan Barat kaya akan sumber daya perikanan. Hanya saja, hingga saat ini belum ada data jenis jumlah ikan di Kalimantan Barat.

“Padahal nilai ekonomi yang dihasilkan dari transaksi perdagangan internasional mencapai ratusan miliar rupiah. Pada Mei 2019 saja, mencapai Rp144, 8 milyar dengan jumlah 254.700 ekor untuk komoditas ikan hidup dan 262,5 ton produk perikanan segar, basah, dan beku yang diekspor ke sejumlah negara,” katanya.

Produk perikanan tersebut dilalulintaskan melalui Pelabuhan Pontianak dan Bandar Udara Supadio Pontianak. “Salah satunya ikan arwana super red, setiap hari ada pengiriman ke luar Kalbar,” katanya.

perlu dibaca : Pentingnya Analisis DNA untuk Perangi Kejahatan Satwa Liar

 

Untuk pertama kalinya Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) melakukan pengujian DNA satwa akuatik di Kalimantan Barat. Terdapat lebih dari dari 10 sampel jenis satwa akuatik, kharismatik, dilindungi maupun komersial berasal dari perairan Kalimantan Barat berhasil diuji di laboratorium ini. Foto : Polnep Kalbar

 

Miharjo menambahkan, selain pengawasan terhadap lalu lintas perdagangan ikan, pihaknya juga melakukan pemantauan terhadap jenis ikan invasif atau invacive alien species. Spesies ini adalah spesies asing yang keberadaan dan penyebarannya menyebabkan atau berpotensi menyebabkan kerugian secara lingkungan ekonomi, atau kesehatan manusia.

Untuk itu, pihaknya menyambut baik adanya pelatihan dasar DNA dan analisa data genetik satwa akuatik tersebut. “DNA barcoding ini sangat penting. Jangan sampai eksploitasi besarbesaran, tapi ekosistem terganggu,” harapnya.

Sementara Kepala Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika (Biodivisi) IPB, Hawis Maduppa mengatakan, Kalimantan Barat memiliki posisi yang sangat penting, sebagai pusat biodiversitas baik dari darat maupun hasil laut. Senada dengan Miharjo, dia pun menyatakan masih banyak jenis ikan belum didata di Kalimantan Barat.

“Sebenarnya banyak biota-biota unik yang belum terdata. Dan itu yang harus kita upayakan,” katanya. Dengan kolaborasi ini kegiatan pelatihan DNA dan analisa data genetik ini, dapat menciptakan ahli-ahli untuk DNA dan analisis genetik. Ia berharap laboratorium yang ada menjadi rujukan. “Kami dari IPB siap mendukung,” ujar Dosen dan Peneliti Kajian Ilmu Biologi Molekuler IPB ini.

Pelatihan uji DNA dan Analisa Data Genetik ini diikuti 51 peserta, baik pelatihan langsung (Onsite) sejumlah 26 peserta maupun secara virtual (Online) sejumlah 25 peserta yang diwakili dari berbagai latar belakang, seperti akademisi, praktisi, laboran, maupun lembaga instansi pemerintah, Dokter hewan serta sejumlah peneliti.

Pelatihan yang berlangsung selama empat hari, sejak 21-24 Desember 2020 ini dimentoring oleh Dr. Hawis Maduppa, Kepala Laboratorium Biodivisi Bogor; drh Maulidio Suhendro, peneliti DNA Penyu dan Mamalia Laut dari IAM FLYING VET; Panji Imam Agamawan, peneliti satwa akuatik Universitas Nahdlatul Ulama Kalbar, dan L. Muhsin Iqbal dari Laboratorium Oceanogen Bogor.

 

Exit mobile version