Mongabay.co.id

Begini Mitigasi Potensi Tsunami Selatan Jawa

 

Pesisir selatan Jawa berpotensi terjadi bencana gempa dan tsunami. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meneliti potensi tsunami untuk mitigasi bencana. Salah satunya PVMBG melakukan studi endapan tsunami di Pulau Jawa.

“Selatan Jawa rawan tsunami, karena berhadapan dengan subduksi Sunda. Saat ini masih menghasilkan gempa, meski tak signifikan,” kata penyidik bumi muda PVMBG, Imun Maemunah dalam webinar PVMBG bertema upaya mitigasi bencana tsunami di pesisir selatan pulau Jawa, Senin (21/12/2020).

Dua tsunami terkini terjadi di Banyuwangi pada 3 Juni 1994 dari gempa 7,8 SR dengan tinggi tsunami 13,9 meter, menyebabkan korban jiwa 250. Tsunami melanda Pangandaran pada 17 Juli 2006 didahulu gempa 7,7 SR. Tinggi tsunami 16,9 meter dan korban jiwa 668 orang.

“Catatan sejarah tsunami harus dipahami. Daerah yang pernah terjadi tsunami di masa lampau kemungkinan akan terjadi lagi dalam skala besar,” ujarnya.

Namun, banyak juga peristiwa tsunami yang tak terekam termasuk luasan daerah yang terdampak. Untuk mengungkap kerawanan tsunami di daerah tertentu, dilakukan identifikasi atau survei dengan bukti endapan tsunami.

Asumsinya, kata Imun, tsunami menggerus dasar lautan dan mengendapkan di daratan terutama daerah pantai berupa cekungan. Sehingga endapan tsunami bisa menjadi bukti. Endapan tsunami memiliki ciri khas dan dapat dilihat dari struktur lapisan tanah.

baca : Inilah Gelombang Tsunami Tertinggi Dalam Catatan Sejarah Moderen

 

Tim peneliti PVMBG meneliti endapan tsunami yang terpendam di lapisan tanah. Foto : PVMBG

 

PVMBG mengkaji endapan tsunami di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yaitu di Pantai Pangandaran, Tasikmalaya, Purworejo, Gunung Kidul dan Pacitan. Metode penelitian dimulai dengan membuat paritan dangkal, survei geomorfologi, diskripsi mikroskopis, profil topografi, mengambil sampel endapan, dan menganalisis di laboratorium.

Di Pantai Pangandaran ditemukan produk tsunami 2006. Imun menemukan endapan tsunami di permukaan sedalam 1 centimeter sampai 3 centimeter. Dengan ketebalan endapan 2 centimeter sampai 26 centimeter. Struktur endapan tsunami, imbrication particles mengarah ke lautan. Serta lapisan tipis lempung, yang diperkirakan pengendapan gelombang pertama dan kedua.

Peneliti juga menemukan mud clasts yakni lempung organik yang tergerus tsunami dan terendapkan di daratan. Serta traction carpet berupa kumpulan partikel kasar yang ada di batas erosional sedimen tsunami. Hasil analisis peneliti menunjukkan jika besar butir cenderung sama yang mencerminkan gelombang yang datang sama sampai energi yang menerjang daratan.

Ditemukan pula mikro fauna di endapan tsunami berupa forram bentonik terdiri atas Amphistegina lessonii d’Orbigny dan elphidium macellum di kedalaman antara 10 meter sampai 30 meter. Karakteristik potensi endapan tsunami menggambarkan ada dua gelombang yang berbeda terjadi di daerah penelitian.

Keberadaan struktur sedimen fraction carpet berkorelasi dengan daerah kerusakan menunjukkan gelombang jarak tersebut dari garis pantai memiliki energi yang lebih besar daripada energi gelombang di lokasi lain. Ada pengulangan arah gelombang, yang ditandai imbrikasi partikel produk struktur khas endapan tsunami.

Sedangkan mikrofauna menjadi petunjuk lingkungan kedalaman yang ditemukan diperkirakan berasal dari gelombang tsunami Jawa 2006. Tsunami menggerus sedimen di dasar laut pada kedalaman 30 centimeter. Tsunami di Cimanuk dan Cikalong, Tasikmalaya ketinggian sekitar 7,4 meter. Sementara di paritan ditemukan ketebalan endapan tsunami 1 centimeter sampai 6 centimeter. Tiga paritan sejauh 92 meter sampai 283 meter dari muara.

baca juga : Potensi Tsunami Besar di Laut Selatan Jawa, Widjo: Siapkan Mitigasi (Bagian 1)

 

Tim peneliti PVMBG meneliti endapan tsunami yang terpendam di lapisan tanah. Foto : PVMBG

 

Sedangkan di Desa Gedangan, Purwodadi, Kabupaten Purworejo tak menemukan endapan tsunami 2006. Tapi ditemukan endapan lebih tua yang berjarak 500 meter dari pantai dengan kedalaman 110 centimeter. Sementara di Jati Malang, Purworejo menemukan endapan di jarak 930 meter dari pantai dengan kedalaman 120 centimeter.

Penelitian di Gunungkidul juga tak ditemukan endapan tsunami 2006. Peneliti menemukan endapan di Kukup Ngrawe pada kedalaman 128 centimeter, ketebalan endapan 3 centimeter sampai 125 centimeter.

Penelitian ini menyimpulkan jika endapan tsunami produk tsunami Jawa 2006 ditemukan di Pangandaran dan Tasikmalaya. Peneliti juga menemukan kandidat endapan tsunami yang berumur lebih tua di Purworejo, Gunung Kidul dan Pacitan. Diperkirakan endapan tersebut berasal dari peristiwa tsunami yang sama, karena ada korelasi dengan kedalaman endapan tsunami di ketiga daerah tersebut.

“Endapan tsunami di masa lampau di Purwoorejo, Gunung Kidul, Pacitan semakin meyakinkan jika daerah selatan Jawa merupakan daerah rawan tsunami,” ujar Imun.

perlu dibaca : Apa yang Terjadi dengan Satwa Laut Saat Tsunami Terjadi?

 

Ilustrasi. Pemukiman yang rata pasca tsunami di wilayah penggaraman Pantai Talise, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, pada Sabtu (29/9/18). Foto : Rosmini Rivai/Mongabay Indonesia

 

Mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami

Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG menjelaskan Indonesia merupakan kawasan seismic aktif. Pulau Jawa berada di zona tumpukan lempeng yang memiliki sejarah kegempaan distruktif dan menimbulkan tsunami. “Bagian dari cincin api pasifik,” ujarnya.

Indonesia merupakan salah satu zona seismik yang paling aktif di dunia. Wilayah selatan Jawa memang bagian daerah tiga segmen megathrust Jawa Timur, Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen memiliki magnitudo 8,7 SR. Jika terjadi aktivasi bersamaan dikhawatirkan mencapai magnitudo 9,1 SR. Indonesia memiliki 13 segmen megathrust, 295 sesar aktif. “Sekitar 46 persen daerah rawan tsunami berada di sepanjang pantai,” ujarnya.

Sejarah mencatat, katanya, gempa terjadi pukul 13.15 pada 4 Januari 1840 dengan kekuatan 7,5 SR merusak Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Mengakibatkan tsunami di Pacitan. Sedangkan 20 Oktober 1859 Tsunami menerjang Pacitan beberapa mennggal dunia. Tsunami juga terjadi pada 10 Juni 1867, disusul 28 Maret 1875, tsunami melanda Jawa pada 27 Februari 1903 dan 11 September 1921.

“Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan kajian Model Interplate Coupling, hasilnya mengagetkan dan viral,” ujarnya. Sejarah dan kajian itu, katanya, menunjukkan jika potensi gempa tinggi di masa mendatang. Zona tersebut bisa patah sendiri atau bersama-sama yang patut diwaspadai. Indonesia membangun sistem Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) sejak 11 November 2008.

baca juga : PUMMA, Alat Murah Pendeteksi Tsunami Buatan KKP dan BIG

 

Konsep Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang dibangun BMKG untuk mitigasi bencana. Foto : BMKG

 

InaTEWS, kata Daryono, merupakan produk informasi gempa dan peringatan dini tsunami. Mendeteksi dengan cepat gempa dan peringatan dini tsunami dalam tempo lima menit, serta menyebarluaskan kepada masyarakat. Tujuannya untuk meminimalisir dampak gempa. Untuk menunjang informasi deteksi gempa dan tsunami dioperasikan 372 seismograf, 137 tide gauges, 336 accelerograph, dan enam buoy tsunami.

Juga didukung data seismik dari 200 stasiun luar negeri dan 372 stasiun dalam negeri. Turut mengintegrasikan data dan informasi dalam sebuah sistem yang cerdas dan otomatis. Kini, telah dikembangkan sebanyak 20 ribu skenario model tsunami. Skenario tersebut didasarkan sumber gempa.

Informasi disampaikan kepada pemangku kepentingan antara lain BNPB, BPBD, Kemenkominfo, Kemendagri, Kemendikbud, Kemeristek, Kemenkes, Kemensos, Kemenhub, TNI, dan Polri. Informasi turut disiarkan melalui radio, televisi dan media daring. Serta diteruskan ke BNPB, Polri dan PMI.

“Aktivasi sirine untuk evakuasi. Media wajib menyiarkan gempa yang berpotensi tsunami. Masyarakat berhak dapat informasi dan teruskan informasi,” ujarnya.

BMKG memasang sirine tsunami rekayasa di selatan Jawa meliputi Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Prigi, Pancer dan Muncar. Selain itu juga diselenggarakan sekolah lapang gempa dan tsunami. Melatih masyarakat untuk mengenal peringatan dini, standar operasional dan prosedur di Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten.

PVMBG membuat pemodelan dan pemetaan rawan bencana tsunami. Rahayu Robiana, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami PVMBG menyatakan telah disusun Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) tsunami. Peta disusun berdasarkan analisis bahaya tsunami yang dihasilkan dari pemodelan gelombang tsunami.

Ada peta KRB tsunami, serta 40 peta yang dimodelkan. Tahun ini diharapkan bisa menyusun seluruh KRB tsunami di Indonesia. Peta bahaya tsunami diharapkan mendukung rencana tata ruang dan kesiapsiagaan mitigasi bencana tsunami. “Data awal potensi tsunami dan sejarah juga menjadi acuan menyusun KRB tsunami,” katanya.

 

Exit mobile version