Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun: Corona dan Virus Berbahaya Lain yang Bersumber dari Satwa Liar [Bagian 2]

Trenggiling, satwa liar yang tidak pernah berhenti diburu untuk diperdagangkan secara ilegal. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Baca sebelumnya: Catatan Akhir Tahun: Pandemi Corona dan Hidup Damai dengan Alam [Bagian 1]

**

Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19, merupakan virus baru yang merebak pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Virus corona merupakan virus RNA yang masuk dalam ordo Nodovirales, family Coronaviridae.

Vektor virus ini hidup pada satwa liar seperti jenis kelelawar, tikus, unta atau musang. Virus corona pada kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian Severe Acute Respiratory Syndrome [SARS] dan Middle East Respiratory Syndrome [MERS].

Berdasarkan data Worlddometer tanggal 30 Desember 2020, corona telah menyebar di 220 negara di dunia, termasuk Indonesia. Keseluruhan, jumlahnya mencapai 82.322.170 kasus, dengan kematian sekitar 1. 796.292 jiwa, dan sembuh sebanyak 58.331.445 orang.

Penularan virus ini melalui kontak langsung, droplet [percikan], udara [airborne], fomit, fekal-oral, darah, ibu ke anak, dan binatang ke manusia. Infeksi ini, umumnya menyebabkan penyakit pernapasan ringan hingga berat, yang berujung kematian. Bahkan, sebagian orang yang terinfeksi tidak pernah menunjukkan gejala.

Baca: Tangani Pandemi Corona, Belajar dari Wabah Pes di Jawa

 

Trenggiling, satwa liar yang tidak pernah berhenti diburu untuk diperdagangkan secara ilegal. Trenggiling diduga juga sebagai perantara virus corona. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Secara singkat, virus corona dapat dideteksi pada seseorang, 1-3 hari sebelum gejala muncul [onset]. Beban virus tertinggi menurut pengukuran Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction [RT-PCR], diamati pada hari mulainya gejala muncul, yang kemudian menurun dari waktu ke waktu.

Secara umum, durasi positivitas RT-PCR berkisar antara 1 dan 2 minggu untuk orang tanpa gejala dan hingga 3 minggu atau lebih untuk pasien dengan penyakit ringan hingga sedang. Pada pasien dengan penyakit COVID-19 parah, durasi ini dapat jauh lebih lama.

Sesungguhnya, selain virus corona yang menjangkiti masyarakat dunia hingga saat ini, ada jenis virus berbahaya lainnya yang pernah mewabah di Bumi, tempat kita hidup. Virus berbahaya yang berasal dari satwa liar.

Baca: Waspada, Ada Penyakit Zoonosis di Sekitar Kita

 

 

Kondisi yang menunjukkan ayam terkena virus flu burung. Foto: Dok. USDA APHIS May 2011/Wikimedia Commons/Public Domain

 

Flu burung [Avian Influenza]

Flu burung merupakan penyakit yang termasuk dalam jenis influenza. Penyakit ini disebabkan virus yang ditularkan dari unggas ke manusia. Kebanyakan jenis infeksi adalah tipe H5N1, H7N9, dan H5N6. Manusia tertular karena adanya kontak langsung maupun tidak, dengan unggas hidup atau mati yang terinfeksi.

Pada 1997, infeksi H5N1 pada manusia dilaporkan mewabah dari unggas di Hong Kong. Sejak 2003, virus ini menyebar dari Asia ke Eropa dan Afrika, dan menjadi endemik pada populasi unggas di beberapa negara. Wabah telah mengakibatkan jutaan unggas infeksi, beberapa ratus kasus merebak yang berujung kematian manusia.

Pada 2013, infeksi virus H7N9 pada manusia dilaporkan untuk pertama kalinya di China. Sejak itu, virus menyebar pada populasi unggas di seluruh negeri dan mengakibatkan lebih dari 1.500 kasus pada manusia.

Pada 2016-2018, infeksi virus H5N6 dilaporkan terjadi di Korea Selatan, dengan kematian hampir satu miliar unggas.

Di Indonesia, awal 2004 ada laporan kasus kematian unggas akibat flu burung di Jawa Barat, termasuk Bogor, Bekasi, lalu Tangerang, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Kalimantan Barat. Pada 2005, dilaporkan ada 4 kasus.

Virus menular melalui cairan atau lendir yang berasal dari hidung, mulut, mata, dan kotoran unggas yang sakit ke lingkungan sekitar. Selain itu, bisa juga melalui kontak langsung dengan ternak yang sakit, juga melalui aerosol [udara] berupa percikan cairan atau lendir dan muntahan, serta peralatan yang terkontaminasi virus.

Virus ini dapat bertahan dalam air selama 4 hari pada suhu 22°C dan 30 hari pada 0°C. Pada kandang, virus flu burung dapat bertahan hingga 2 minggu setelah pemusnahan ayam. Virus yang berada pada feses basah dapat bertahan selama 32 hari. Masa inkubasi pada unggas berlangsung satu minggu.

Saat unggas terkena flu burung, hal paling mudah diamati gejalanya adalah ada cairan dari mata dan hidung, serta pembengkakan pada bagian muka dan kepala. Unggas juga terkadang bersin, ngorok, diare, dan akhirnya mati.

Saat manusia terkena flu burung, gejalanya adalah demam, suhu tubuh mencapai 38°C, batuk, nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas terganggu, dan nyeri otot. Masa inkubasi pada manusia 1-21 hari.

Baca: Nasib Kelelawar: Mampu Bertahan dari berbagai Virus, tetapi Tidak dari Manusia

 

 

Gejala yang dialami tubuh manusia bila terinfeksi flu babi. Sumber: Mikael Häggström/Wikimedia Commons/Public Domain

 

Flu babi [Swine Influenza]

Virus influenza tipe H1N1 ini ditemukan dari babi sejak 1930. Hingga 1990-an jenis virus ini hanya ada di Amerika. Namun pada 2009, World Health Organization [WHO] mengumumkan adanya penyebaran sangat cepat selain di Amerika termasuk Indonesia.

Di Indonesia, data kumulatif terinfeksi flu babi pada 23 Agustus 2009, sebanyak 1.005 orang. Sebanyak 5 orang diantaranya meninggal dunia.

Flu babi muncul ketika babi yang terinfeksi berada di kawasan yang “peka’ sehingga menyebabkan wabah. Virus menular dari babi ke babi lain melalui kontak langsung atau partikel-partikel kecil dalam air yang mengandung virus. Virus ini menginfeksi manusia, terutama yang melakukan kontak langsung atau dekat dengan binatang ini.

Gejala utama flu babi mirip influenza umumnya, seperti demam, batuk, pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan, penurunan nafsu makan yang diikuti mual, muntah, dan diare. Masa inkubasi virus flu babi [dari terpapar hingga timbul gejala] sekitar 1 hingga 4 hari.

Baca juga: Penelitian: Jahe Merah dan Jambu Biji Potensial Tangkal Corona

 

 

Kelelawar buah Ethiopia (Epomophorus labiatus) membawa buah ara matang di Kenya. Foto: Dok. MerlinTuttle.org/Merlin Tuttle’s Conservation Conservation

 

Ebola

Sesuai namanya, virus ini diakibatkan oleh infeksi virus ebola dari genus Ebolavirus. Virus ditularkan ke manusia dari hewan liar, seperti jenis kelelawar buah, landak, dan jenis primata. Hasil penelitian Pourrut et al 2009, di Gabon dan Republik Kongo pada 2001-2003 menunjukkan pada kurang lebih 1.000 vertebrata kecil termasuk kelelawar dan burung, ada tiga jenis kelelawar buah jenis Hypsignathus monstrosus, Epomops franqueti, dan Myonycteris torquata yang terdeteksi spesifik menularkan virus Ebola.

Virus ebola menyebar ke manusia melalui kontak langsung dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Bisa juga melalui permukaan yang terkontaminasi cairan ini.

Virus pertama kali teridentifikasi pada 1976 di Sudan dan di wilayah dekat Zaire, setelah adanya epidemi di daerah Yambuku, daerah utara Republik Kongo dan Nzara di selatan Sudan. Hingga Oktober 2015, terdapat 28.512 kasus ebola dengan 11.313 kasus kematian.

Di Indonesia belum ada laporan kasus positif, meskipun pada 2014 dua orang tenaga kerja Indonesia dari Liberia diduga terjangkit, namun setelah pemeriksaan tidak tertular virus ini.

Manusia yang terkena virus ebola mangalami gejala demam mendadak, keletihan yang amat sangat, nyeri otot, sakit kepala dan sakit tenggorokan, diikuti muntah, diare, dan ruam. Dalam beberapa kasus, terjadi pendarahan internal maupun eksternal.

Virus ini kemudian menyebar dari manusia ke manusia, infeksinya terjadi akibat kontak langsung melalui luka, darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi. Periode inkubasi bervariasi dari 2 hingga 21 hari

 

 

Monyet ekor panjang [Macaca fascicularis] bila tidak dirawat dengan benar dapat menularkan rabies ke manusia melalui gigitannya. Foto: Fransisca N Tirtaningtyas/Mongabay Indonesia

 

Rabies

Rabies adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus RNA dari genus Lyssavirus, family Rhabdoviridae. Virus ini muncul melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, musang, serigala, rakun, dan kelelawar.

Di Indonesia, kasusnya cukup tinggi. Pada 2009 ada 45.466 kasus dan meningkat menjadi 84.750 pada 2012 dikarenakan adanya kejadian luar biasa di Bali. Kasus lain juga terjadi di 23 provinsi, dengan kejadian paling banyak pada 2013, yaitu di Sulawesi Utara, Riau, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Virus masuk melalui kulit terluka.

Infeksi pada manusia biasanya bersifat fatal hingga mengakibatkan kematian. Gejala dan tanda klinis utama meliputi nyeri dan panas [demam] disertai kesemutan pada bekas luka gigitan, mual, rasa nyeri di tenggorokan, gelisah, takut air, takut cahaya, hingga air liur berlebihan.

Inkubasi virus ini antara 2 minggu hingga 2 tahun. Menurut WHO, rata-rata 30-90 hari. Masa inkubasi tergantung pada letak luka gigitan.

 

 

Nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah yang juga penyebar virus chikungunya. Foto: Paul I. Howell, MPH; Prof. Frank Hadley Collins/Centers for Disease Control and Prevention [CDC]/Image Number: 9534 via Britannica.com

 

Chikungunya

Penyakit yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan sejenis virus yang disebut virus chikungunya, termasuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus. Virus ditularkan atau disebarkan oleh vektor yang sama dengan penyakit Demam Berdarah Dengue [DBD] yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Chikungunya berasal dari bahasa Makonde, artinya berubah bentuk atau bungkuk. Hal ini terlihat dari postur penderitanya, kebanyakan membungkuk akibat nyeri hebat di persendian tangan dan kaki.

Wabah Chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada 1952, Uganda [1963], Senegal [1967, 1975 dan 1983], serta Angola [1972]. Dari Afrika penyakit ini menyebar ke Amerika dan Asia.

Di Indonesia, kejadian luar biasa [KLB] Chikungunya dilaporkan dari 1982 hingga 2003 yang berada di Yogyakarta, Muara Enim, Aceh, Bogor, Bekasi, Purworejo, Klaten, Kudus, Tegal, Jepara, dan Bolaang Mongondaow.

Gejalanya demam, nyeri pada otot dan sendi, sakit kepala, muncul ruam di tubuh, hingga mual. Gejala 3-7 hari setelah seseorang gigitan. Pada umumnya, penderita akan membaik dalam seminggu. Walaupun tidak sampai menyebabkan kematian, gejala chikungunya parah dapat menyebabkan kelumpuhan sementara. [Selesai]

 

Rujukan:

https://www.alodokter.com/chikungunya

Shin, J., Kang, S., Byeon, H. et al. Highly pathogenic H5N6 avian influenza virus subtype clade 2.3.4.4 indigenous in South Korea. Sci Rep 10, 7241 (2020). https://doi.org/10.1038/s41598-020-64125-x

Keputusan Menteri Kesehataan Republik Indonesia Nomor 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan Flu Burung [Avian Influenza] sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah serta pedoman penanggulangannya.

Dharmayanti, NPLI., Ratnawati, A., Hewajuli, D.A. 2011. Virus Influenza Novel H1N1 Babi di Indonesia. Jurnal Biologi Indonesia 7 [2]: 289-297.

Dharmayanti NLPI dan Sendow, I. 2015. Ebola: penyakit eksotik zoonosis yang perlu diwaspadai. WARTAZOA Vol 25 No 1: 29-38.

Jayanegara, A. P. 2016. Ebola virus disease-masalah diagnosis dan tatalaksana. Continuing Medical Education-243 Vol 43 No 8:572-575.

Transmisi SARS-CoV-2: Implikasi Terhadap Kewaspadaan Pencegahan Infeksi. WHO, 9 Juli 2020.

Yuliana. 2020. Coronavirus Disesases [COVID-19]: Sebuah tinjauan literatur. Wellness and Healthy Magazine Vol 2 (1): 187-192

 

 

Exit mobile version