Mongabay.co.id

Warga Khawatir Jalan Tol Manado-Bitung Rusak Mata Air Aerujang

Tol Manado-Bitung, sebagian ruas sekitar 21 km sudah diresmikan, dari totall rencana 39 km. Foto: KPUPR

 

 

 

 

Pembangunan jalan tol Manado-Bitung, terutama di seksi 2B menuai protes berbagai kalangan dari masyarakat adat, pegiat lingkungan hidup maupun mahasiswa di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Mereka khawatir, pembangunan proyek ini berdampak pada situs Mata air Aerujang yang jadi tempat ritual adat sekaligus sumber air minum warga sekitar.

“Kami dukung pembangunan jalan, tapi jangan merusak sumber air dan situs budaya. Sudah sejak 2015, saya katakan itu. Tanpa jalan tol manusia bisa hidup, tapi tidak tanpa air,” kata Neltje Tengker, Ketua Pemangku Adat Negeri Danowudu, ketika dihubungi Mongabay akhir November ini.

Sebelumnya, Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, proyek pembangunan jalan tol akan tetap menjaga keberlanjutan situs mata Aerujang.

Eksistensi mata air Aerujang terletak di Kecamatan Girian, Kota Bitung, Sulawesi Utara, tak lepas dari pembentukan perkampungan yang dikenal dengan nama negeri Danowudu, pada 1908.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Mongabay, hingga kini Aerujang jadi lokasi menjalankan ritual bagi sejumlah prang adat di Minahasa. Selain itu, 11 mata air di sana berkontribusi menyuplai air bersih setidaknya 800 keluarga di tiga kelurahan di Kota Bitung.

Pembangunan jalan tol Manado-Bitung seksi 2B sepanjang 11,7 km khawatir mengancam eksistensi situs itu. Masyarakat adat berharap, keberlanjutan situs seluas kurang lebih 1,7 hektar itu tetap terjaga.

Pada 23 Desember 2018, sejumlah warga Kota Bitung protes pembangunan jalan tol yang melintasi situs mata Aerujang. Setelah dua tahun terhenti, protes kembali muncul pada 17 dan 18 November kala proyek pembangunan kembali mulai.

Mereka melayangkan tuntutan, antara lain, meminta penghentian operasi alat berat, pembuatan pagar permanen di bagian kiri luar mata air, serta seruan menggeser jalan tol dari mata air Aerujang.

 

Salah satu mata air di Aerujang. Foto: Aliansi Mata Air Aerujang

 

“Pembangunan hanya digeser 22 meter dari sumber air, padahal masyarakat minta 200 meter,” kata Mario Prakoso, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mata Aerujang.

Pada 27 November 2020, sejumlah warga dan lembaga yang tergabung dalam Aliansi Mata Air Aerujang menggelar konsolidasi. Aliansi yang terdiri dari perwakilan mahasiswa, pencinta alam, aktivis lingkungan hingga masyarakat adat itu bersepakat memperkuat gerakan, dan memperluas penyadartahuan masyarakat.

Billy Ladi, tim Agitasi dan Propaganda Aliansi Mata Aerujang menerangkan, kasus ini seharusnya jadi isu kemanusiaan. Sebab, rencana pembangunan dapat berdampak pada lingkungan hidup dan keberlanjutan ritual adat. Kalau mata air Aerujang rusak, katanya, akan menimbulkan bencana bagi banyak orang.

“Air adalah hak rakyat. Ketika mata air ini mati atau rusak, akan jadi bencana bagi generasi kita dan ke depan,” kata Billy.

David Wungkana, devisi Tanah dan Lingkungan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado menambahkan, proyek pembangunan jalan tol Manado-Bitung sebaiknya mempertimbangkan hak warga memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta masyarakat adat di sekitar lokasi. Saat ini, mereka melakukan investigasi, menjalin komunikasi dengan masyarakat hingga mempelajari potensi gugatan.

“Karena kalau mereka tebang pohon-pohon di sana, masyarakat khawatir debit air makin berkurang,” katanya.

Menurut penjelasan Fabian Manopo, tim ahli penilai dampak proyek ini mengatakan, tak bisa dipungkiri dampak pembangunan jalan tol ini. Berdasarkan kajiannya, sekitar 2% luasan mata air Aerujang akan terdampak pembangunan.

“Dari data yang kami gabungkan, sumber mata air bukan hanya sekitar situ. Ia kan besar, kan DAS, wilayah tangkapan luas. Kalau 10 liter di situ, delapan liter DAS lebih besar. Kira-kira 2% pengaruhnya. Itu yang kami coba reduksi,” kata akademisi Universitas Sam Ratulangi ini.

Sebagai tenaga ahli pembangunan proyek ini, kapasitas Fabian sebatas memberi masukan dan menganalisa pengaruh pembangunan terhadap situs mata air Aerujang.

Dia sempat memberi beberapa masukan, antara lain, penanaman pohon di lokasi terdampak, menggeser pondasi dari situs mata air Aerujang, serta memperhatikan wilayah tangkapan lain di luar lokasi pembangunan.

“Yang mesti dijaga itu bukan cuma di situ. Mata air ini tangkapannya luas. DAS-nya kan besar, ada berapa meter. itu memang ada dampak, tapi pemerintah kan coba me-recovery walau pun tidak sama 100% dengan sekarang. Tapi 80% DAS dari atas mesti dijaga.”

 

Pepohonan yang mulai ditebang untuk proyek jalan tol. Foto: Aliansi Mata Air Aerujang

 

Janji lindungi

Pertengahan Maret 2020, Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR berjanji tak akan memasang tiang pancang tol di area mata air Aerujang. Menurut dia, dalam pembangunan infrastruktur, KPUPR berkomitmen menghindari kerusakan lingkungan hidup, salah satu dengan menjaga ekosistem mata air Aerujang yang akan dilewati seksi 2B, sepanjang 11,5 km.

“Saya tidak akan berani memasang tiang pancang di area mata air Aerujang. Lebih baik kita geser pancang. Mata air ini, akan kita lindungi. Mari kita jaga bersama,” kata Basuki, dikutip dari website Kementerian PUPR.

Jalan tol Manado-Bitung sepanjang 39,9 km terdiri dua seksi: Seksi 1 Ring Road Manado-Sukur-Airmadidi, sepanjang 14 km dan Seksi 2, terbagi atas Seksi 2A Airmadidi-Danowudu sepanjang 11,5 km serta Seksi 2B Danowudu-Bitung sepanjang 13,5 km.

Dalam wesbsite KPUPR disebutkan, jalan tol Manado-Bitung merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN), guna mengurangi biaya logistik dari Pelabuhan Internasional Bitung.

Keberadaan tol ini akan mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, dan memangkas waktu tempuh Manado-Bitung hingga 60 menit.

“Tidak hanya terkoneksi untuk pelabuhan KEK Bitung dan Tanjung Pulisan, Minahasa Utara, juga pendukung Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Manado-Bitung-Likupang, termasuk akses ke Pulau Lembeh,” sebut penjelasan dalam website KPUPR.

 

Aksi warga dan pegiat lingkungan maupun mahasiswa yang khawatir pembangunan jalan tol Manado-Bitung bakal mengancam mata air Aerujang. Foto: Aliansi Mata Air Aerujang

 

****** Keterangan foto utama:  Tol Manado-Bitung, sebagian ruas sekitar 21 km sudah diresmikan, dari totall rencana 39 km. Foto: KPUPR

 

Exit mobile version