Mongabay.co.id

Mengenal Si Asam Manis Jamblang

Jamblang atau juwet. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Jamblang, begitu antara lain orang menyebut tanaman ini. Ada juga yang menyebut juwet, duwet, jambu keling, dan banyak nama lokal lain. Buah ini bisa dikonsumsi langsung ketika sudah matang dengan warna merah tua bahkan hitam pekat mengkilap. Tanaman bernama ilmiah Syziygium cumini ini kokoh, berkayu, dengan diameter kisaran 10-30 cm dengan warga putih kotor.

Buah jamblang berbentuk lonjong semi oval macam telur, bengkok, 1-5 cm. Ia bermahkota cuping kelopak, kulit tipis mengkilap dan licin. Berwarna merah tua sampai ungu kehitaman. Ada juga yang putih. Buah bergerombol besar dengan daging putih, kuninh kelabu, ada juga merah keunguan. Rasa buah asam manis. Biji lonjong tetapi ada juga tak berbiji.

E W M Verheij dan R E Coronel dalam buku ‘Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-Buahan Yang Dapat Dimakan’ menyebutkan, jamblang biasa dimakan segar. Di India dan Filipina, seperti juga kebiasaan di beberapa daerah di Indonesia, buah jamblang yang masak dicampur sedikit garam dan kadang-kadang ditambahi gula, lalu dikocok dalam wadah tertutup hingga lunak dan berkurang sepatnya.

 

Di Madura, misal, buah jamblang biasa untuk konsumsi langsung dan daun sebagai pakan ternak. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

“Buah ini dapat mengurangi noda di gigi. Kaya vitamin A dan C juga dapat dijadikan sari buah, jeli atau anggur. Di Filipina, anggur jamblang diusahakan secara komersial,” tulis E W M Verheij dan R E Coronel.

Dr. Alfonsus Setiawan Dalimartha, dalam buku ‘Atlas Tumbuhan Obat Indonesia’ menjelaskan, di Pulau Jawa, jamblang ini tumbuh liar di hutan jati dan dibudidayakan sebagai pohon buah di pekarangan pada dataran rendah hingga 500 mdpl. Tanaman ini juga bisa tumbuh pada ketinggian 1.800 mdpl.

Jamblang tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, seperti di Sumatera dan Jawa, Madura dan daerah lain. Nissa Wargadipura, praktisi pangan lokal juga pendiri Pesantren Ekologi Ath-Thaariq, Garut mengatakan, jamblang banyak sekali ditemui di sekitar Aceh, terutama di sekitar pesisir Aceh. Buahnya, selain dimakan, juga untuk pewarna alami pada makanan dan minuman. Sedang daun jamblang juga bisa untuk mempertahankan dan meningkatkan stamina tubuh.

 

Jamblang, buah kaya Vitamin A dan C. Di Indonesia, buah ini belum terlalu bantak di manfaatkan. Di negara lain, seperti Filipina, jamblang sudah jadi usaha komersil. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

“Daun jamblang ini salah satu yang dipakai untuk memasak ie bu peudah. Itu semacam bubur pedas yang dipakai di Aceh. Itu khas sekali. Masakan itu dibuat, dipakai dan digunakan pada Ramadan saja. Ie bu peudah sendiri terdiri dari 44 macam daun herbal, salah satu daun jamblang,” katanya, kepada Mongabay, baru-baru ini.

Dia bilang, pengetahuan-pengetahuan lokal tentang jamblang seperti Ie bu peudah itu harus dirawat. Pengetahuan tentang jamblang juga masuk pada bagian pengetahuan konservasi. Sebagai bagian dari pengetahuan biodiversiti dan endemik nusantara, jamblang ini penting untuk dirawat agar tidak terbantai sistem monokultur.

“Pohon juga jamblang ini mendatangkan oksigen sangat luar biasa.”

 

Jamblang, buah ini bisa jadi pewarna alami makanan dan minuman dan sebagai tumbuhan obat. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

 

Tanpa campuran bahan lain, kata Nissa, jamblang bisa dikonsumsi langsung. Jamblang bagus bagi tubuh karena kandungan vitamin C tinggi. Sedang warna ungu, katanya, bisa sebagai pewarna alami berbagai macam minuman maupun bikin selai.

Rofiqi Toha, warga Desa Ragang, Waru,  Pamekasan, Madura, mengatakan, jamblang banyak tumbuh liar di desa. Ia tumbuh liar, tak ada yang menanam.

“Kami di sini bisa mengambil bebas. Tidak ada yang memiliki, jadi siapapun bisa mengambilnya. Di batas ladang warga biasa banyak. Di semak-semak pun ada, ” kata mahasiswa di Pamekasan ini.

Di kampung Rofiqi, buah jamblang langsung buat konsumsi dan pohon jadi kayu bakar serta daun sebagian untuk pakan ternak.

 

 

*****Keterangan foto utama: Jamblang atau juwet. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version