Mongabay.co.id

Gakkum KLHK Tahan Pemilik Daging Rusa Ilegal dari Pulau Komodo. Apakah Berpengaruh ke Populasi Komodo?

 

Rusa merupakan salah satu makanan binatang purba Komodo. Keberadaan rusa di Pulau Komodo dan Rinca yang merupakan dua pulau besar habitat komodo terancam punah akibat aktifitas perburuan liar rusa dan kerbau.

Perburuan rusa di wilayah Taman Nasional Komodo ini sempat heboh di tahun 2018 dan 2019 lalu. Polisi di Desa Poja, Kecamatan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu (29/12/2018) silam menangkap pelaku perburuan rusa di TN Komodo.

Dalam penangkapan itu, ditemukan 100 ekor rusa dan 4 ekor kerbau yang ditangkap di Pulau Komodo, Kawasan TN Komodo. Pelaku berjumlah empat orang namun tiga orang melarikan diri dan hanya Nurdin yang berhasil diringkus.

Dalam operasi penangkapan ini, polisi mengamankan barang bukti berupa 2 pucuk senjata api Mouser dan SS-1 yang sudah dimodifikasi serta amunisi ukuran 5,56 mm sebanyak 8 butir.

Kasus terkini, Penyidik Balai Gakkum Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) Senin (21/12/2020), menyita 300 kg daging rusa yang setara dengan 30 ekor rusa.

Kepala Balai Gakkum KLHK Jabalnusra, Muhammad Nur dalam rilisnya, Sabtu (26/12/2020) mengatakan daging rusa tersebut akan dikirim ke Bima, NTB.

Nur katakan dalam penangkapan ini pihaknya telah menahan IH (58) sebagai pelaku, di Labuan Bajo. Pihaknya akan mengembangkan penyidikan kasus tersebut untuk mencari siapa pemodal dari pemburu satwa dilindungi ini.

“Kami menduga rusa berasal dari Taman Nasional (TN) Komodo karena populasi terbesar rusa ada di sana,” ucapnya.

baca : Setelah Terbongkarnya Perdagangan Komodo, Perlukah TN Komodo Dikelola Pemprov NTT?

 

Daging rusa yang diduga didapat dari perburuan rusa di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang hendak diselundupkan ke Bima, NTB. Foto : Balai Gakkum KLHK Jabalnusra

 

Nur menambahkan barang bukti berupa 300 kg daging rusa, satu mobil pick up Daihatsu hitam beserta STNK, satu ponsel beserta kartu SIM, dititipkan di Polres Manggarai Barat untuk penyidikan lebih lanjut.

Ia katakan penyidik telah menetapkan pelaku sebagai tersangka karena melanggar Pasal 21 Ayat 2 Huruf d Jo. Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. “Pelaku diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta,” ucapnya.

Nur menyebutkan penangkapan dan penyitaan berawal dari kecurigaan Tim Operasi Gabungan terkait Hari Raya Natal Tahun Baru 2020 Balai Gakkum KLHK Jabalnusra ketika mengetahui ada pengiriman daging yang dibungkus 7 dus.

“Tim Operasi Gabungan menghubungi penyidik Pos Gakkum KLHK Labuan Bajo untuk memeriksa dan menyidiknya,” terangnya. 

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Ditjen Gakkum KLHK, Sustyo Iriyono menegaskan populasi rusa, kerbau dan satwa lainnya di TN Komodo harus dijaga. Menurut Sustyo, keberadaan rusa untuk menjaga keseimbangan ekosistem karena menjadi salah satu pakan dari satwa komodo yang merupakan predator tertinggi.

Ia tegaskan segala tindakan yang dapat mengganggu dan mengancam kelestarian habitat Komodo harus ditindak tegas.

“Demikian juga dengan biota dan habitat laut di TN Komodo dan sekitarnya juga menjadi perhatian kami untuk tetap dijaga keutuhannya” ungkapnya.

baca juga : Menyoal Kebijakan Kontroversi di Taman Nasional Komodo

 

Petugas sedang memeriksa kardus yang berisi daging rusa yang hendak diselundupkan dari Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT ke Bima,NTB. Foto : Balai Gakkum KLHK Jabalnusra.

 

Minim Perlindungan

Direktur WALHI NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi menyebutkan penangkapan pemburu rusa di wilayah TN Komodo membuktikan bahwa pengelola TN Komodo masih lemah untuk urusan perlindungan dan konservasi ekosistem Komodo. Seharusnya pengawasan terhadap kawasan TN Komodo diperketat dan urusan inilah yang diprioritaskan terlebih dahulu dibandingkan urusan pariwisata.

“Kisah ini adalah kisah kesekian kalinya. Namun sampai saat ini penegakan hukum untuk kasus-kasus yang lama tidak jelas. Misalnya hukuman pada para pelaku penyelundup rusa di tahun 2018 dan penyelundup anak Komodo pada tahun 2019,” ucapnya.

Umbu Wulang menanyakan berapa tahun hukuman terhadap para pelaku dalam dua kasus sebelumnya sehingga publik mengetahui seberapa kuat tindakan ini memberikan efek jera kepada para pemburu dan penyelundup.

“Kami akan mengkonfirmasi informasi dari warga tentang minimnya perlindungan mata rantai makanan komodo di alam liar kepulauan Komodo. Binatang purba Komodo ada di tiga zona yakni zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan,” ucapnya.

Umbu Wulang katakana rusa di zona pemanfaatan seperti di wilayah sekitar dermaga Pulau Komodo masih banyak berkeliaran bahkan hingga ke pesisir pantai pulau ini.

“Harusnya ada tindakan tegas terhadap orang-orang yang ingin menghancurkan mata rantai makanan komodo seperti rusa. Harus diusut tuntas jaringan pencurian rusa dan kerbau di TN Komodo,” tegasnya.

perlu dibaca : Ini Dampak Rencana Penutupan Pulau Komodo Bagi Warga dan Wisatawan

 

Mobil pick up yang memuat kardus berisi daging rusa yang diduga ditangkap di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo yang hendak diselundupkan dari Labuan Bajo,Kabupaten Manggarai Barat, NTT menuju Bima,NTB. Foto : Balai Gakkum KLHK Jabalnusra.

 

Cenderung Stabil

Koordinator Project, Komodo Survival Program  (KSP) Deni Purwandana kepada Mongabay Indonesia, Rabu (6/1/2021) mengatakan, data populasi atau kelimpahan Komodo di dalam kawasan TN Komodo sekitar 2500 ekor.

Menurut Deni, sejauh ini trend populasi di dua pulau besar yakni Pulau Komodo dan Rinca masih stabil. Dia menambahkan, dalam kawasan TN Komodo, keberadaan populasi Komodo terkonfirmasi ada di lima pulau yakni Pulau Komodo, Rinca, Gilimotang, Nusa Kode dan Padar.

“Makanan Komodo bukan hanya rusa saja  tetapi mangsa Komodo bervariasi berdasarkan umurnya. Mangsa utama Komodo dewasa, selain rusa mereka juga memangsa babi hutan dan kerbau,” terangnya.

Deni menjelaskan, sekitar satu persen populasi Komodo juga bersifat kanibal, yang mana memangsa sesamanya. Dia menambahkan populasi rusa di beberapa pulau di TN Komodo sejauh ini terpantau masih memiliki kepadatan yang baik.

Di Flores, populasi Komodo ditemukan di empat cagar alam yakni Wae Wuul, Wolo Tadho, Riung dan Tujuh Belas Pulau.

“Hasil penelitian kami, populasi Komodo untuk pulau besar, yakni Pulau Komodo dan Rinca, cenderung stabil. Yang memiliki kecenderungan menurun itu di Pulau Gili Motang dan Nusa Kode,” katanya.

Deni katakan, dugaan sementara penurunan populasi karena daya dukung lingkungan mengalami perubahan seperti pakan berkurang atau perubahan savanna jadi semak atau hutan.

Untuk pakan, katanya, masih ada mangsa lain bagi komodo, seperti tikus, ular dan kera ekor panjang. Bila perburuan itu menyebabkan penurunan populasi, solusinya harus dilakukan proteksi.

baca juga : Saat Pembangunan Taman Nasional Komodo Tuai Sorotan Publik

 

Rusa yang banyak berkeliaran di sekitar pintu masuk Pulau Komodo di lokasi Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Staf Teknis Pengendali Ekosistem Hutan, TN Komodo, Yunias Jackson Benu, Senin (2/1/2019) mengatakan populasi satwa komodo di TN  Komodo sampai tahun 2018 terdata berjumlah 2.897 ekor.

Yunias  mengatakan populasi ini cenderung normal dan stabil selama empat tahun terakhir ini. Pihaknya setiap tahun melakukan kegiatan monitoring di 10 lokasi pengamatan tetap.

“Pada tahun 2014, komodo berjumlah 3.093 ekor, kemudian tahun 2015 sebanyak 3.012 ekor. Pada tahun 2016, jumlahnya turun menjadi 2.430 ekor dan tahun 2017 naik kembali menjadi 2.884 ekor dan tahun 2018 sebanyak 2.897 ekor,” jelasnya.

Pada tahun 2016 terang Yuniar, populasi yang dihitung mengalami penurunan. Ini terjadi karena pengamatan hanya dilakukan pada 5 lokasi atau plot yakni pulau Komodo, Rinca, Padar, Gili Motang dan Nusa Kode.Jumlah ini menurun dari 10 lokasi yang seharusnya diamati karena keterbatasan anggaran.

“Batas normal atau stabil populasi komodo di kawasan TN Komodo berkisar antara 2.000 ekor sampai 2900 ekor. Dengan begitu dapat dikatakan populasi komodo sampai tahun 2018, masih stabil atau dalam kondisi normal,” sebutnya.

 

Seekor komodo di Pulau Komodo dalam kawasan TN Komodo. Foto : indonesia.travel/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version